Dalam perjalanan pulang menuju kediaman Maximo, Samantha dibaringkan dikursi penumpang dan kepalanya beralaskan paha Maximo. Tubuh gadis itu diselimuti oleh jas Maximo yang diproduksi oleh sebuah rumah mode mewah terkenal yang berkantor pusat di London, Inggris.
Bahannya yang lembut dan hangat, sangat cocok dikenakan dimasa menjelang perubahan menuju musim dingin. Samantha tampak nyaman saja, ia terlelap dengan nyenyak, hingga terdengar dengkuran halus dari mulutnya yang sedikit terbuka. Sementara Maximo masih mendengarkan laporan Paul tentang orang yang mengaku sebagai dirinya.
“Nicholas Pore, mantan akuntan di salah satu Bank di Los Angeles. Memiliki seorang adik yang berstatus buronan karena kasus pembunuhan seorang wanita malam. Nicholas sendiri sempat menjalani penahanan selama empat tahun untuk kasus obat-obatan terlarang dan jual beli wanita secara bebas,” urai Paul.
“Bagaimana dia bisa mengenalku?” Maximo semakin penasaran. Ia mengusap dagunya yang sedikit kasar karena rambut halusnya.
“Dia pernah menjadi salah satu orang terdekat Wiliam saat Wiliam memenangkan pertaruhan berkuda. Laki-laki ini yang menjaga asset kemenangan Wiliam. uang jutaan dolar dan tiga ekor kuda. Dulu tubuhnya tidak segemuk itu.” Paul mengirimkan sebuah foto ke ponsel Maximo dan Maximo menatap wajah laki-laki itu. Cukup asing menurutnya. Meskipun demikian, ia tetap berusaha mengingat dimana ia pernah bertemu dengan laki-laki tersebut. Ingatannya berputar dan ia mulai ingat.
“Bandar Udara Internasional Miami. Ya, aku pernah bertemu pria ini di sana. Dia duduk di meja yang tidak jauh dari tempatku dan Wiliam, saat kami di lounge airport.” Maximo masih mengingat kejadian setahun lalu. Saat ia bersitegang dengan Wiliam yang mencoba melakukan kecurangan dalam kerjasama mereka. Kalimat yang Nicholas katakanpun persis seperti kalimat yang Maximo katakan pada Wiliam. Sepertinya ia mencontoh banyak hal dari diri Maximo.
“Apa dia masih menjadi orang Wiliam?” Maximo mulai menaruh kecurigaan.
“Iya tuan. Sepertinya dia memiliki banyak uang dari tuan Wiliam.” Paul menyampaikan informasi sesuai yang ia temukan.
“Hah, rupanya Wiliam masih belum berubah. Dia masih saja bermain siasat dibelakangku.” Maximo mengusap wajahnya kasar. Tidak mengerti dengan pemikiran laki-laki tua itu.
“Tuan, apakah Anda tidak penasaran dengan alasan nona Samantha yang sering berkata ingin membunuh tuan? Saya rasa itu bukan hanya candaan.” Paul menyampaikan pemikirannya.
Maximo tidak lantas menjawab. Ia memandangi wajah Samantha yang terlelap dengan tenang. Wajahnya seperti malaikat yang membuatnya tenang, namun bergairah diwaktu yang bersamaan.
“Maksudmu dia ada kaitannya dengan musuh-musuhku?” Maximo balik bertanya.
“Saya tidak berani menyimpulkan tuan. Jika tuan berkenan, saya akan menggali informasi lebih mendalam lagi tentang nona Samantha.” Paul memberikan penawaran. Ia merasa Maximo terlalu gegabah dengan menerima Samantha begitu saja tanpa mencari tahu lebih dalam siapa sebenarnya gadis ini. Padahal biasanya, Maximo akan mencari tahu hingga mendalam setiap orang sebelum membawa orang tersebut masuk ke dalam hidupnya.
Maximo terdiam sesaat. Ia mengusap kepala Samantha dan meraih helaian rambut gadis itu. Ia mencium wangi rambut Samantha yang terlihat menarik saat ditata ikal seperti ini.
“Dia teka-teki yang menarik. Aku ingin mencari tahunya sendiri. Aku ingin melihat, sejauh mana dia menyembunyikan dirinya sendiri dan seberapa banyak clue yang akan dia berikan padaku. Aku menikmati proses mengenal wanita ini.” Maximo berujar dengan penuh perasaan. Ia mengecupi wangi rambut Samantha yang sangat wangi saat dibaui.
Paul tidak berkomentar. Ia hanya melihat sekilas apa yang dilakukan oleh tuan besarnya melalui kaca spion, lalu menutup tirai pembatas antara cabin maximo dengan cabin dirinya dan sopir. Tuan besarnya memerlukan waktu untuk memecahkan teka tekinya sendiri.
****
Tiba di kediaman Maximo, Samantha masih tertidur. Ia menggeliat saat Maximo beranjak untuk turun lebih dulu.
“Biar saya bantu, tuan.” Paul segera maju untuk membantu Maximo menggendong Samantha.
“Turunkan tanganmu! Mundur!” Rupanya Maximo tidak berkenan.
Paul segera mundur. Sepertinya bantuannya tidak berlaku jika berhubungan dengan Samantha. Maximo memutuskan untuk menggendong sendiri Samantha dengan kedua tangannya. Ia membawa gadis itu masuk ke dalam lift dan langsung menuju sangkar yang biasa Samantha tempati. Dibaringkannya tubuh Samantha dengan hati-hati diatas permukaan kasur yang mepuk dengan sprei berwarna merah muda.
“Jangan tinggalkan aku!” seru Samantha yang kembali melingkarkan tangannya di leher Maximo.
Maximo cukup terkejut dengan ucapan Samantha dan urung melepaskan tangannya. “Kamu ingin aku menemanimu tidur?” Ragu-ragu Maximo bertanya. Jantungnya sudah berdebar kencang saat merasakan pelukan Samantha yang erat dan hembusan napasnya yang hangat ditelinga hingga lehernya.
“Iyaa,” gadis itu menjawab “Aku tidak bisa hidup tanpamu. Tolong bawa aku kemanapun kamu pergi. Aku tidak bisa hidup sendiri.” Kali ini celotehan Samantha terdengar lebih panjang membuat perasaan Maximo semakin tidak karuan.
“Kamu bersungguh-sungguh?” Maximo sampai tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Samantha mengangguk pelan, membuat Maximo tersenyum kecil. Benarkah itu yang dirasakan Samantha sebenarnya?
Alih-alih meninggalkan Samantha di kamarnya, Maximo memilih membawa wanita cantik ini ke dalam kamarnya. Membaringkannya diatas tenpat tidur yang belum pernah sekalipun disentuh seorang wanita. Setiap kali ia ingin menghibur dirinya dan bermain-main bersama wanita, selalu ia dilakukan di hotel dan tanpa bersentuhan seintim ini. Ia hanya akan melihat para wanita itu menari-nari dihadapannya, menunjukkan bagian tubuhnya yang seksi, merajuk seraya tersenyum menggoda, bergerak dengan erotis dan lalu memujanya. Tidak sekalipun ia membiarkan seorang wanita menyentuhnya tanpa izin.
“Kamu bisa berada di sini karena kamu istimewa Samantha.” Bisik Maximo ditelinga Samantha. Dipandanginya wajah Samantha yang cantik saat terlelap, lalu ia usap dahinya, dengan telunjuknya lalu menelusur garis tengah wajah Samantha hingga ke hidungnya lalu turun ke bibirnya yang tipis dan terlihat manis dengan lipstick merah terang.
Tanpa ia duga, Samantha membuka matanya. Melihat samar-samar sosok laki-laki yang tersenyum dihadapannya dengan jarak yang sangat dekat. Samantha sedikit mengangkat kepalanya, mengusap wajah tampan itu dengan lembut lalu mengecup bibir Maximo dengan lembut.
“Aku mencintaimu,” ucap Samantha setelah satu kecupan itu ia daratkan.
Maximo sampai terhenyak kaget. Ia menjilat bibirnya sendiri yang masih merasakan manis sisa anggur yang ada dibibir Samantha.
“Kamu benar-benar sedang menggodaku Samantha.” Maximo menatap gadis itu dengan lekat. Matanya masih setengah terbuka, mungkin kesadarannya belum penuh karena pengaruh minuman beralkohol.
“Iya,” Samantha menjeda kalimatnya dan menyentuhkan hidungnya ke hidung maximo. “Kamu tidak ingin membalasnya?” Samantha melanjutkan kalimatnya dengan lirih. Bulu kuduk Maximo sampai meremang karena ucapan dan suara Samantha yang membuatnya bergelora. Hasratnya seperti terpanggil.
Tanpa menunggu lama, Maximo segera meraup bibir Samantha dengan bibirnya. Ia melummat bibir sensu4l itu dengan sempurna, sesekali sangat rakus hingga membuat Samantha terengah nikmat. Ini yang pertama dan Maximo melakukannnya dengan baik hingga Samantha begitu menikmati setiap usaha lidah Maximo untuk mengabsen seisi rongga mulut Samantha.
Satu tangannya bergeriliya mengusap permukaan perut Samantha yang masih tertutupi gaun tipis, membuat gadis itu melenguh tertahan. Puas memagut bibir Samantha, ia mengambil napas beberapa saat dan beralih untuk mengecupi leher Samantha, memberi kecupan-kecupan ringan dan sesekali berat hingga meninggalkan berkas kemerahan yang membuat gadis itu menggelinjang nikmat. Ia menangkup kepala Maximo dan sedikit menarik rambutnya membuat laki-laki itu semakin bersemangat.
“Ahh, Gerald….” Samantha melenguh tanpa bisa ia tahan.
Detik itu juga, Maximo menghentikan kecupannya. Ia tidak salah dengar bukan, bukan namanya yang disebut Samantha melainkan nama laki-laki lain.
Siapa tadi, Gerald? Bener, Gerald bukan?
“Brengsek!”
Maximo melepaskan rengkuhannya dengan segera. Ia kesal karena ternyata bukan dirinya yang ada dipikiran Samantha. Samantha berguling lemah lalu telungkup. Ia memeluk bantal Maximo dengan erat tanpa merasa bersalah sedikitpun. Ia membiarkan laki-laki itu mematung tidak terima dengan banyak kekecewaan yang bergemuruh didadanya.
"Kamu benar-benar mempermainkanku Samantha." Maximo melihat sesuatu dibawah perutnya yang sudah menegang dan minta dilanjutkan. Sayangnya gairah Maximo sudah mereda berganti rasa kecewa.
Besok pagi, jangan bertanya soal tanda merah itu di lehermu. Itu bukan aku yang memaksanya tapi kamu sendiri yang memintanya. Kesalahan ini bukan aku yang melakukannya, tapi kamu Samantha!” Maximo berujar dengan penekanan. Mengumpati Samantha yang sedang tertidur lelap dan bermimpi tentang Gerald. Mimpi yang sangat indah dan menjadi kenyataan buruk untuk Maximo.
“Menyebalkan! Kamu benar-benar merusak suasana hatiku!” Maximo segera beranjak dari dekat Samantha. Ia menatap punggung Samantha beberapa saat lalu mengambil minuman yang akan menemaninya malam ini.
Akh, sungguh malam yang menyiksa. Kenapa clue pertama Samantha harus sebuah nama laki-laki?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Utiyem
ngakak aku🤣🤣🤣🤣
2023-08-07
2
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
nah lhoo 😱😱
2023-06-12
3
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
pasti samantha lagi mimpiin gerald
2023-06-12
3