Pagi itu Maximo dan anak buahnya sudah bersiap untuk menjalankan rencana mereka hari ini. Tiga buah mobil sudah berjejer di depan rumah, dengan delapan orang anak buah yang disiapkan Maximo untuk menuju Pelabuhan. Hari ini mereka akan melakukan sebuah transaksi dengan seorang mafia lainnya, yang sudah mereka persiapkan dengan matang.
“Jalan!” titah Maximo yang sudah duduk tegak dijok mobilnya. Mobil itu pun melaju perlahan meninggalkan pelataran rumahnya yang luas. Namun, baru beberapa meter saja mereka beranjak, tiba-tiba mobil itu kembali berhenti.
“Ada apa?” tanya Maximo.
“Dia menghadang kita, tuan.” Jawaban Paul yang terdengar.
Merasa penasaran, Maximo segera menurunkan jendela tengah yang menjadi pemisah antara kabinnya dengan kabin driver. Sekarang ia bisa melihat, Samantha yang merentangkan tangannya, menghadang laju mobil yang ditumpangi Maximo.
“Apa yang dia lakukan?” Maximo mengernyitkan dahinya tidak mengerti. Ia segera turun dari mobilnya dan menemui Samantha. Gadis itu tersenyum kecil penuh pesona melihat Maximo yang menghampirinya.
“Kenapa kamu ada diluar?” tanya Maximo.
Ia memperhatikan Samantha yang sudah berpakaian rapi dan tidak terlalu terbuka seperti semalam. Namun, kesan cantik, seksi dan elegan tetap melekat pada sosoknya. Dari sudut matanya, Maximo melihat beberapa anak buahnya memperhatikan Samantha, ia segera menatapnya dengan sinis dan orang-orang itupun segera menunduk takut. Paham, kalau mereka tidak bisa sembarangan memandangi wanita yang ada dihadapan tuan mereka.
“Aku ingin pergi,” aku Samantha dengan penuh keyakinan.
“Pergi? Pergi kemana?” Maximo mengernyitkan dahinya tidak mengerti.
“Kemana saja, asal tidak disini.” Gadis cantik itu menatap Maximo dengan lekat seraya menyilangkan tangannya di depan dada.
“Kamu tidak bisa pergi kemana-mana. Masuklah!” perintah Maximo terdengar tegas.
“Ayolah Maximo, ini tidak adil. Kamu bebas pergi kemanapun yang kamu kehendaki, sementara aku harus terdiam sendirian di kamarku. Kamu mau aku mati kesepian?” Gadis itu menatap dengan tatapan yang dalam dan prihatin, mendebarkan bagi Maximo.
Maximo sampai memalingkan wajahnya lalu mengusapnya dengan kasar, setiap hal yang ada pada diri Samantha begitu menggodanya.
“Lakukan apa saja yang kamu mau, tapi jangan meminta untuk ikut pergi keluar.” Maximo berbicara dengan kukuh dan tegas. Ia memberi isyarat pada Paul untuk mengantar Samantha masuk ke kamarnya.
“Mari saya antar.” Paul segera menghampiri.
“STOP! Aku tidak suka dengan laki-laki ini.” Samantha langsung menunjukkan telapak tangannya, meminta Paul berhenti.
Laki-laki berperawakan tinggi dan bermata bulat itupun langsung menghentikan langkahnya.
“Ada apa? Dia orang kepercayaanku.” Maximo menatap Samantha dengan tidak mengerti.
“Dia terlihat sangat membenciku. Cara bicaranya terdengar sarkas sejak kami pertama bertemu. Matanya selalu melototiku seolah sedang menyelidik dan melakukan pemindaian terhadap tubuhku. Atau mungkin saja dia sedang membayangkan diriku bertelanj4ng. Bukankah begitu Paul?” ada saja yang dikatakan Samantha untuk mengulur waktu kepergian Maximo.
Paul menatap Samantha tidak mengerti, bagaimana mungkin wanita ini menyimpulkan yang tidak-tidak? Ya, untuk beberapa hal Samantha mungkin benar, kalau Paul sangat waspada pada wanita yang baru pertama kalinya dibawa masuk ke markas mereka. Padahal biasanya urusan tuan mudanya akan selesai di dalam hotel yang mereka sewa.
“Kendalikan dirimu Paul. Jangan sembarangan menatap Samantha.” Maximo ternyata tidak terima. Trick Samantha berhasil mengendalikan pikiran Maximo.
“Mohon maaf, tuan.” Paul hanya bisa tertunduk lesu. Baru kali ini ia diperingatkan langsung oleh tuannya.
“Apa kamu tidak akan meminta maaf padaku? Akulah yang dirugikan oleh tindakanmu. Aku merasa terintimidasi dan….”
“Saya minta maaf, nona.” Paul mengangguk sopan. Ia ingin segera mengakhiri celotehan Samantha karena waktu semakin siang.
“Lihat, kamu meminta maaf, tapi di waktu yang bersamaan, kamu memotong kalimatku. Menyebalkan!” Samantha berdecik kesal.
Paul melirik Maximo dan tuannya itu menatapnya dengan kesal.
“Saya minta maaf karena membuat nona tidak nyaman.” Pria berambut ikal itu mengulang kalimat permintaan maafnya.
“Ya, baiklah, kali ini aku maafkan. Tapi tolong jangan diulang.” Samantha menepuk lengan Paul dengan semangat.
“Sam,” Maximo segera memperingatkan. Ia tidak suka Samantha menyentuh dan akrab dengan pria lain.
“Kenapa? Dia sudah meminta maaf, yang berarti aku sudah bisa berteman akrab dengan dia.” Samantha semakin mengeratkan tali kendalinya atas Maximo dan sepertinya pria yang sudah tertarik sejak awal pada sosok Samantha itu, tidak akan bisa menerimanya. Ia semakin terjerat.
“Kalian hanya cukup saling mengenal, tidak perlu akkrab.” Maximo tetap dengan keputusannya.
“Ya, ya, ya, baiklah. Karena kamu melarangku pergi, aku akan mencoba mencari teman ditempat ini.” Samantha berargumen.
"Pergilah, aku sudah malas berbicara denganmu Maximo. Kamu membosankan.” Samantha berlalu pergi begitu saja, membuat Maximo melotot tidak percaya mendengarnya. Ia memperhatikan lingkungan sekitarnya, ingin tahu respon orang-orang disekitarnya. Jangan sampai mereka menertawakan Maximo, ternyata tidak ada yang berani. Entahlah dalam hatinya.
“Samantha, jaga sikapmu selama aku pergi.” Itu pesan Maximo.
“Ya, akan aku coba.” Samantha tersenyum meledek. Ia berjalan pelan meninggalkan Maximo, tetapi saat bertemu satu penjaga, ia menghentikan langkahnya.
“Bulu matamu sangat indah. Siapa namamu?” Samantha bertanya pada pria berperawakan tegap dihadapannya. Ia sedikit menengadah karena pria ini cukup tinggi.
Pria itu terhenyak kaget. Ia bingung harus bersikap seperti apa.
“Kamu tidak mau memberitaku namamu?” Samantha semakin mendesak. Ia bahkan mendekat pada pria itu dan mengarahkan telinganya mendekat. Memberi pria ini kesempatan jika ingin berbisik.
“Redrigo, nona.” Sahut pria itu dengan gemetaran. Wangi tubuh Samantha terlalu mengusiknya dan ia tidak bisa menolak.
“Redrigo, waah nama yang jantan.” Samantha tersenyum menggoda. “Ngomong-ngomong Redrigo, kamu memiliki bentuk bibir yang menarik. Apa kamu pernah mencium seorang wanita?” Samantha semakin menggila, membuat pria itu segera mengatupkan bibirnya yang tebal.
“Samantha!” panggil Maximo dengan tidak suka. Mana mungkin ia pergi begitu saja meninggalkan Samantha yang mulai berulah.
“Jangan memperdulikanku. Pergi saja sana. Aku sedang berusaha menikmati waktuku. Lagi pula, dia tidak akan ikut kan? Dia akan menjagaku di sini, jadi aku harus akrab dengannya.” Samantha beralasan, membuat Maximo mengeram kesal. Wanita ini benar-benar mengujinya.
“Hey, jawab pertanyaanku. Tidak usah takut. Masa aku harus mencobanya langsung?” Samantha kembali mendekat, merapikan rambutnya agar tidak menghalangi. Lalu mencondongkan tubuhnya pada Redrigo seperti hendak menciumnya.
“Samantha! Ikut denganku!” gertak Maximo dengan tidak terima.
“Akh sial! Kamu benar-benar mengganggu kesenanganku. Padahal aku baru akan memulainya.” Samantha berceloteh kesal.
Tanpa menunggu lama, Maximo segera menghampiri Samantha dan meraih tangan Samantha untuk ia pegangi.
“Akh! Jangan kasar terhadapku.” Samantha mengaduh, pura-pura sakit.
“Kamu melewati batas.” Maximo menatap Samantha dengan tidak suka.
“Kalau begitu jangan mengujiku. Karena aku perempuan gila yang suka ditantang,” ucap Samantha dengan tegas.
Maximo mengibaskan tangan Samantha dengan kesal. Kemarahannya sudah diubun-ubun melihat Samantha menggoda pengawalnya.
“Kamu mempermalukanku Maximo. Kamu bertingkah kasar terhadapku, dihadapan semua orang.” Mata Samantha menyalak menatap sepasang mata elang milik Maximo.
“Lalu, siapa yang harus aku salahkan? Pengawal itu?” Maximo balas bertanya dengan tatapan yang mengunci pada Samantha.
“Apa salahnya kalau dia terlihat sangat menarik dan aku ingin dia menemaniku agar tidak kesepian.” Samantha tetap menantang Maximo.
Tiba-tiba saja, Maximo menarik senjata dari pinggang salah satu pengawalnya. Mengarahkannya pada Redrigo lalu menarik pelatuknya.
Dor!
Maximo menembak laki-laki itu tepat didadanya tanpa menoleh sedikitpun. Tembakannya benar-benar akurat dan tidak meleset. Tubuh Redrigo pun ambruk bersimbah darah di tempatnya.
“Maximo!” seru Samantha yang kaget tidak terkira. Ia pikir Maximo hanya akan menggertaknya, tetapi ternyata pria ini berani bertindak jauh.
“Aku yang menggodanya, kenapa kamu menembaknya?!” Samantha menyalak tidak terima.
“Kamu memang menggodanya, tapi harusnya matanya tidak lancang dengan menatap wanitaku dengan penuh gairah seperti itu,” ujar Maximo dengan kesal. Ia melemparkan senjatanya menjauh lalu menarik tangan Samantha untuk masuk ke dalam mobil dan menempati kursi kosong disampingnya.
“Wanitaku?! Kamu gila Maximo!” seru Samantha dengan kesal.
Maximo tidak bergeming. Ia hanya memberi isyarat pada supirnya agar segera berangkat. Ia sudah kehilangan banyak aktu karena perdebatan pagi ini dengan Samantha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
ALNAZTRA ILMU
gara2 mu orang tidak bersalah mati. jalang
2025-01-14
0
panty sari
kasian redrigo ditembak kaga slaah apa apa di dor
2023-10-01
1
Meiya Lee
suka yang kejam dan posesive 😊
2023-07-19
4