Maximo tersenyum puas melihat bayangannya dicermin. Penampilannya cukup berbeda dibanding penampilan sebelumnya. Kali ini ia terlihat lebih segar dan muda meski tidak menghilangkan kesan garang pada karakternya.
“Ini model Loose quiff tuan, apa Anda suka?” tanya pria yang memakai sisir dan gunting sebagai senjata dikedua tangannya.
Rambut Maximo ditata dengan model bagian depan rambut yang sengaja dibuat lebih panjang seperti poni dan bervolume, lalu disisir ke samping. Gradasi panjang rambut bagian samping hingga atas pun terlihat begitu rapi.
“Segera turunkan tanganmu setelah selesai.” Paul bersikap tegas karena sedari tadi tangan laki-laki itu terlihat terlalu bernyali memegang-megang kepala Maximo.
“Baik, tuan. Saya hanya akan menyisirnya sedikit lagi,” ucap pria itu dengan sedikit gemetar.
“Tidak perlu. Aku akan melakukannya sendiri.” Maximo mengambil sisir dari tangan pria itu lalu menyisirnya sendiri. Ia rasa ia perlu belajar.
“Benar tuan, seperti itu.” Pria gemulai itu hanya mengiyakan cara menyisir Maximo. Ia memperhatikan wajah tampan ini terlihat semakin bercahaya. "Tuan, Anda sangat tampan. Boleh kita berfoto?" Laki-laki tu dibuat terpesona oleh sosok Maximo.
“Paul, urus dia!” titah Maximo pada Paul.
Paul mengangguk paham, “Sebelah sini.” Ia mengajak pria gemulai itu keluar dari kamar Maximo. Tidak ada sesi foto atau apapun dengan pria tampan itu.
“Tunggu, aku bukan mau ditembak mati kan?” laki-laki itu kembali ketar-ketir. Apa ia terlalu lancang karena meminta berfoto dengan sang mafia?
Paul tidak menjawab. Di luar kamar Maximo sudah menunggu seorang pengawal yang memegangi sebuah tas hitam. Paul membuka tas yang ternyata berisi uang yang cukup banyak. Mata pria gemulai itu sampai membulat hijau, silau dengan apa yang dilihatnya.
Tanpa ragu, Paul memberikan tas hitam itu pada hair stylist yang mematung gugup.
“Tuanku memberikanmu ini jika kamu diam sampai kamu mati dan tidak pernah menceritakan apapun tentang tempat ini. Namun, tuanku juga memberikanku ini, untuk menghabisimu jika ku dengar kamu berani berkicau.” Tangan kanan Paul menunjukkan sebuah senjata yang ia arahkan ke kepala hair stylist itu.
“I-iya tuan. Saya berjanji, saya tidak akan mengatakan apapun dan pada siapapun.” Laki-laki itu langsung berjanji. Suaranya sampai gemetar karena takut.
Dengan isyarat mata, Paul menyuruh bawahannya untuk membawa laki-laki itu pergi keluar dari rumah mewah Maximo.
Selesai dengan urusannya, Paul kembali menghampiri Maximo yang sudah berpakaian lengkap dan terlihat sangat gagah.
“Tuan, siang ini kita akan memeriksa dua casino dan satu club yang sempat diperiksa polisi.” Paul memberitahukan agenda Maximo hari ini.
“Apa Samantha sudah keluar dari kamarnya?” Maximo lebih peduli pada hal itu.
“Belum, tuan.” Laki-laki itu menjawab dengan patuh.
Maximo tidak lantas percaya. Ia pergi ke meja kerjanya dan menyalakan laptop juga rekaman CCTV yang ada di kamar Samantha. Benar saja, wanita itu baru selesai berdandan dan mengenakan pakaian yang membalut tubuhnya dengan sempurna.
“Sial, dia selalu terlihat lebih sempurna dari aku.” Maximo bergumam sendiri dengan kesal. Ia beranjak dari tempatnya, karena ingin segera bertemu Samantha.
“Kita akan pergi ke casino itu malam ini. Saat ini aku ingin menemui seseorang dan membawanya ke suatu tempat,” ucap Maximo dan cukup dimengerti oleh Paul. Siapa lagi kalau bukan Samantha.
Keluar dari kamar, Maximo sengaja memperlambat langkahnya. Ia menunggu suara steleto Samantha bergema di lorong rumahnya. Benar saja, beberapa detik kemudian suara langkah tegas itu terdengar menggema dan semakin mendekat pada Maximo.
Maximo segera berbalik dan tersenyum kecil, berniat pamer dengan menunjukkan penampilan barunya.
“Bagaimana kabarmu hari ini?” sapa Maximo. Berharap Wanita itu balas menyapanya.
Samantha tidak lantas menjawab. Ia berjalan menghampiri maximo lalu tersenyum kecil. “Mimpiku lebih buruk dari kenyataan pagi ini,” sahut Samantha yang meneruskan langkahnya di samping Maximo. Ia seperti tidak peduli pada penampilan baru Maximo yang sangat memukau dan bisa dengan mudah membuat para wanita jatuh cinta.
“Mimpi apa yang berani mengusikmu?” Maximo terlihat ikut kesal. Kegelisahan Samantha jauh lebih penting untuk diperhatikan.
Samantha menghentikan langkahnya beberapa saat lalu menatap Maximo dengan lekat.
“Mimpi bertemu denganmu.” Samantha berujar dengan penuh kesungguhan. “Aku harap, kamu tidak semakin mendekat padaku. Penuhi waktu tiga bulan itu dengan baik, kecuali kamu ingin menyerahkan hidupmu padaku.” Gadis itu melanjutkan kalimatnya menjadi sebuah ancaman dan senyum sinis.
“Apa dimimpimu aku terlihat sangat berkuasa, sampai kamu merasa takut?” Maximo balas tersenyum menyeringai. Mendengar ia masuk ke mimpi Samantha saja sudah membuat hatinya berdesir, maka ia penasaran mimpi seperti apa yang membuat Samantha mengancamnya. Karena mimpi sebenarnya adalah visualisasi dari isi pikiran kita.
“Mimpi yang sangat tidak penting.” Samantha tersenyum meledek. Bayangan wajah Maximo yang semalam mendekat padanya lalu telapak tangannya yang besar menyentuh wajahnya dan menangkupnya lembut, membuat Samantha merasa sesak. Belum lagi tatapannya yang mengintimidasi membuatnya ingin segera bangun. Mimpi itu seolah mengingatkan Samantha kalau ia berhadapan dengan lawan yang tidak mudah.
“Kalau tidak penting, aku yakin kamu tidak akan membahasnya.” Jawaban Maximo selalu telak dan percaya diri.
Samantha langsung terdiam, tentu saja ucapan pria itu benar. Ia ingin Maximo menjauh dari mimpinya agar ia bisa tidur dengan nyenyak tanpa merasakan tuntutan Gerald yang seolah memaksanya untuk segera membalaskan dendamnya.
Mendapati Samantha yang hanya terdiam, Maximo melanjutkan langkahnya menuju balkon. Tempat sarapan sudah terhidang di sana. Ia menunggu Samantha mendekat untuk sarapan bersama.
Gadis cantik itupun meneruskan langkahnya menyusul Maximo dan duduk dihadapan pria gagah itu.
“Kamu suka berjudi?” tawar Maximo tiba-tiba. Ia sudah dengan roti bakar di piringnya dan segelas kopi disampingnya.
“Mau mengajakku bertaruh?” Samantha segera merespon.
“Malam ini ikutlah ke casino. Aku akan membawamu bersenang-senang untuk melupakan mimpi buruk semalam.” Maximo berujar sambil memotong roti miliknya lalu menyuapkannya perlahan.
“Kamu tidak takut aku mengacau?” Samantha mengambil roti dan mengoleskan selai strawberry diatasnya. Lelehan selai yang menempel di jarinya, sengaja ia jilat dengan sensu4l sambil memandangi Maximo. Bisa terlihat mata Maximo yang tersenyum padanya, penuh ketertarikan.
“Aku suka mengendalikan pengacau,” timpal Maximo seraya mencondongkan tubuhnya dan sedikit berbisik pada Samantha. Samantha segera menoleh, membuat wajah mereka berhadapan dengan jarak yang sangat dekat hingga hidung mereka nyaris bersinggungan.
“Baiklah. Aku akan ikut.” Samantha menyanggupinya dan tersenyum kecil. Tidak lupa ia menyentuhkan ujung hidungnya pada Maximo yang segera menarik tubuhnya menjauh dari Samantha. Perasaannya mendadak tidak karuan. Samantha selalu berhasil membuatnya gelisah, seolah paling tahu cara menggenggam hati Maximo dan memainkannya.
Dalam hatinya ia berharap, dengan pergi keluar ia akan menemukan kesempatan untuk menghubungi Wilson atau Alicia.
Samantha, tidak kah kamu melihat wajah Maximo yang berubah merah itu?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
selain jatuh cinta, ternyata samantha juga udah bikin max insecure dan kehilangan percaya diri 🤭🤭
2023-06-11
4
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
otak maximo skrg isinya samantha aja...
dia mulai mengabaikan hal2 lain...
the real definition of bucin 🤣🤣🤣
2023-06-11
4
Kisti
apa wilson itu sbenarnya yg jahat yaaa,,,entalahhh 🙈
2023-06-10
4