Rasa sedih dan sakit seorang Samantha saat ini telah berubah menjadi sebuah kemarahan dan dendam yang bergejolak di rongga dadanya. Setelah Wilson memberitahukan nama pembunuh sang kakak, dipikirannya terus berdengung nama tersebut.
“Maximo,” nama itu yang terus ia ingat dalam hati dan pikirannya. Tangannya selalu mengepal saat nama sang mafia itu melintas dipikirannya.
Hingga malam hari, Samantha belum kembali ke apartemennya. Pikirannya masih sangat kacau. Kenangan tentang sang kakak terus mengisi setip sudut ruangan apartemen yang tidak terlalu luas itu. Ia semakin tersiksa setiap kali melihat wajah Gerald hampir di setiap lapang pandangnya.
Maka, ia memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitaran kota Los Angles yang tidak pernah sepi. Ia berharap, ia akan berpapasan dengan orang yang membunuh sang kakak dan membuat pria itu mendapat perlakuan yang setimpal dengan perbuatannya.
Suasana kota Los Angles pada malam hari, memang tidak jauh berbeda dengan siang hari. Sama-sama ramai dan orang-orang masih beraktivitas seperti biasanya. Kehidupan malamnya juga begitu meriah. Banyak club besar yang menjadi pusat kehidupan di malam hari, dipenuhi orang-orang dengan berbagai macam aktivitas hiburan untuk mengalihkan rasa lelah dan penat dipikiran mereka. Hal itu juga yang dilakukan Samantha.
Ia masuk ke dalam sebuh club dengan pakaian tertutup. Pakaian yang sama yang ia kenakan sejak pagi tadi. Kepalanya masih mengenakan topi milik Gerald bertuliskan huruf S. Ia baru sadar kalau maksud huruf S ditopi ini bukan nama negara melainkan namanya, Samantha. Jaket tebal berwarna hitampun masih memeluk tubuh Samantha yang tinggi semampai.
“Mau minum denganku?” seorang laki-laki menghampiri Samantha yang tampak termenung kesepian sambil memainkan gelas minumannya. Ia duduk di meja bar sambil memainkan cairan berwarna kekuningan yang diberi sedikit es batu.
Samantha menoleh, seorang pria tampan tersenyum padanya. “Aku tidak sedang mencari teman,” sahut Samantha dengan dingin.
“Minum bersama tidak harus selalu sebagai teman, cantik.” Laki-laki itu tidak menyerah. Ia duduk di samping Samantha dengan susah payah. Mungkin karena sudah mabuk, ia sampai kesulitan. Namun, kendati demikian, ia masih bisa melihat kalau wanita yang duduk di sampingnya adalah Wanita yang cantik. Bisa terlihat dari dagu dan bentuk bibirnya yang begitu menggoda meski wajah dan matanya masih tertutupi oleh topi yang ia kenakan.
Samantha tidak menimpali, ia memilih meneguk minuman beralkohol yang jarang disentuhnya. Selama ini Gerald memang melarang Samantha untuk minum minuman seperti ini karena menurut Gerald, minuman seperti ini bisa membuat Samantha kehilangan control atas dirinya.
“Kamu sangat menarik. Aku punya banyak uang, mau ikut denganku?” laki-laki itu masih belum menyerah untuk menggoda Samantha. Gadis ini memang sangat menarik di banding gadis lain yang berpakaian minim seperti nyaris telanj4ng sehingga tidak membuat penasaran.
Samantha menaruh minumannya dengan kasar. Ia merasa sangat terganggu oleh pria di sampingnya. “Siapa namamu?” ia putuskan dengan bertanya.
Laki-laki tu mengulurkan tangannya setelah ia usap dan tiup agar tangannya bersih.
“Max,” ujar pria itu seraya menyeringai. Bau minuman tercium menyengat dari mulutnya.
Mendengar penggalan nama itu, jantung Samantha seperti berhenyi berdetak untuk beberapa saat. Ada rasa sesak yang menghujam ulu hatinya. “Max siapa? Maximo?” Samantha semakin penasaran.
“Bagaimana kamu tau? Apa karena kamu dan ayahku sama-sama memuja orang yang sama? Kamu seperti mengenal nama itu dengan baik, sama dengan ayahku yang mengenal benar nama itu hingga menyematkannya dinamaku. Maximo, hahaha… bedanya, dia Cortez sementara aku, Maximo Wallz.” Laki-laki itu tersenyum bangga.
Tanpa menunggu lama, Samantha membalas uluran tangan pria itu. Namun, bukan untuk dijabat melainkan untuk ia tarik lalu ia pelintir dan ditekan kuat di atas meja bar.
“AKH! Brengsek! Apa yang kamu lakukan?!” seru pria yang meringis kesakitan.
Samantha tidak menjawab, ia masih terlalu menikmati saat melihat wajah laki-laki bernama Maximo ini meringis kesakitan. Seperti berharap kalau laki-laki ini benar-benar Maximo yang membunuh kakaknya dan ia bisa leluasa menyiksanya.
“Lepaskan aku brengsek, kamu melukaiku!” laki-laki itu meringis semakin keras membuat beberapa orang menoleh Samantha dan pria bernama Max itu.
Satu dorongan kecil membuat laki-laki itu terjungkal dari kursinya. Ia meringis kesakitan di lantai sampai berguling. Tulang punggungnya seperti patah karena terbentur lantai.
“Akh, wanita sialan.” Lenguhannya terdengar sangat menyakitkan.
Samantha tidak peduli dengan hal itu. Ia memilih beranjak dari tempatnya, menaruh selembar uang bermata uang dollar yang ia tujukan untuk sang bartender, lalu pergi begitu saja dari hadapan orang-orang yang memandanginya dengan waspada.
“Perempuan sialan!” dengkus laki-laki itu, tapi Samantha mengabaikannya begitu saja. ia memilih keluar dari club itu karena suasana hatinya semakin memburuk.
Berjalan menyusuri kota Log Angles yang dingin di malam hari, membuat Samantha kembali menghirup udara malam yang membekukan rongga dadanya. Sudah berulng kali ia mengatur nafasnya agar perasaannya lebih baik tapi rasa tenang itu malah semakin hilang bersamaan dengan uap napasnya yang hilang di udara bebas.
Disekitarnya, ia melihat sepasang kekasih yang sedang berciuman dengan mesra, seolah meledek dirinya yang baru saja kehilangan seorang kekasih di saat mereka bahkan belum menyatakan perasaan satu sama lain. Lihat, hidup ini menggelikan dan menyebalkan bukan? Ia bahkan begitu menikmati saat tanpa sengaja ia mencium Gerald ketika ia sakit, bulan lalu. Ia pikir itu hanya sebuah ketidaksengajaan tapi nyatanya itu bentuk awal ungkapan perasaan yang Gerald pendam.
Hah, ia bahkan masih merasakan manisnya pagutan Gerald yang mendalam hingga ia terengah nikmat untuk beberapa saat.
Brug!
Seseorang menubruk lengan Samantha karena berlari dengan pontang panting. Bayangan wajah Gerald pun pudar begitu saja.
‘Sorry!” seru wanita yang terlihat ketakutan itu. Wanita dengan pakaian minim berwarna merah menyala itu melajutkan langkahnya dengan tergesa-gesa.
Samantha tidak menghiraukannya sampai kemudian ia menoleh ke belakang dan ia melihat dua orang laki-laki bertubuh kekar berlari mengejar wanita itu.
“Berhenti kau jal4ng!” seru salah satu pria di antara keduanya.
Entah mengapa Samantha merasa tidak terlalu suka dengan panggilan pria pada wanita yang ketakutan itu dan ingin memberinya sedikit pelajaran. Setelah memperkirakan jarak dua laki-laki itu dengan dirinya, tiba-tiba saja Samantha berlari kencang lalu menolakkan kakinya ke cap sebuah mobil mewah yang sedang terparkir lalu berbalik untuk menghantamkan kaki itu pada satu orang pria yang sedang berlari.
“AKH!” laki-laki itu terhuyung dan terpaksa menghentikan langkahnya. Tendangan Samantha mengenai persis pipinya hingga wajahnya berpaling.
“Apa masalahmu brengsek?!” seru rekan laki-laki itu.
“Kalian masalahku!” Samantha balas menantang dua laki-laki itu. Tiba-tiba saja ia merasa ingin menghajar dua orang ini karena telah memburu seorang gadis yang berlari ketakutan.
Perkelahian pun tidak terelakkan. Samantha baku hantam dengan dua laki-laki bertubuh kekar itu. Beberapa tendangan dialamatkan Samantha pada dua orang itu dan berhasil memukul mundur dua laki-laki itu hingga terjatuh beberapa kali dan tergeletak di trotoar sambil memegangi perutnya yang sakit.
Tanpa Samantha sadari, seseorang memperhatikannya dari dalam mobil Limosin itu.
“Anda baik-baik saja, Tuan?” tanya sang supir sekaligus assisten pria itu.
Laki-laki itu tidak menimpali, ia hanya memandangi aksi Samantha yang menarik untuk ia lihat. Beberapa kali tendangannya berhasil memukul mundur dua pria bertubuh kekar itu. Gerakan bertarungnya terlihat seperti sebuah tarian yang seksi dimata laki-laki tersebut. Ia kembali meneguk tequilanya dengan nikmat, waktu yang ia gunakan untuk menunggu ternyata tidak sia-sia. Sayangnya Ia tidak bisa melihat wajah wanita itu termasuk saat wanita itu menghampiri sang assistant untuk berkata,
“Maaf,” karena telah menjadikan kap mobil mewahnya sebagai landasan ia untuk berbalik menendang dua algojo itu. Suaranya saja yang terdengar samar dengan sedikit serak.
“Menarik,” ucap pria berwajah dingin dengan sorot matanya yang tajam. Ia sedikit tersenyum melihat gadis itu berlalu dan melewatinya tanpa menunjukkan wajahnya yang sembab sekaligus merah padam karena kesal.
“Perlu saya cari tahu tentang gadis itu, tuan?” sang assisten sepertinya paham benar dengan cara tuannya yang memperhatikan gadis tu dari jendela.
“Orang yang bertemu selintas biasanya akan menetap selamanya. Entah aku atau dia yang nanti akan menghampiri,” ucap laki-laki itu, sekali lalu meneguk minumannya dengan nikmat.
Pikiran Samantha yang tidak menentu, membawa gadis itu datang ke markas Wilson. Ia tampak kacau dengan kemarahan yang sedang menguasainya.
“Bagaimana caraku menemui pria itu?” tanya gadis muda yang menatap Wilson dan Alicia dengan tajam. Ia melepas topi yang menutupi wajahnya.
“Siapa yang kamu maksud?” Alicia menatap heran gadis itu.
“Maximo Cortez, laki-laki yang sudah membunuh kakakku.” Samantha menekankan kuat kalimatnya pada kata ‘membunuh.’
“Kamu mau menemuinya?” Alicia menatap tidak percaya pada sosok gadis muda ini. Nyalinya terlampau besar, menurutnya.
Samantha tidak menjawab, ia hanya menatap Alicia dengan tajam dan penuh kemarahan. Namun Alicia paham benar dengan tatapan Samantha yang menakutkan itu.
“Pria itu berbahaya Samantha. Sudah ada delapan belas agen kami yang gagal untuk memata-matainya apalagi untuk menemuinya.” Wilson mencoba mengingatkan.
“Gagal seperti apa, mati?” Samantha menatap Wilson dengan tajam. Pria itu mengangguk pelan.
Samantha tersenyum sinis. “Aku bahkan tidak merasa kalau aku masih hidup di dunia ini.” Ucapan Samantha sedang mengejek dirinya sendiri yang memang sedang dalam kondisi itu. Kematian Gerald telah membawa sebagian jiwanya pergi dan saat ini ia merasa kalau ia tidak benar-benar hidup.
“Mengejar Maximo, sama dengan kita mengejar bayangan kita sendiri. Semakin kita kejar, maka dia akan semakin menjauh.” Wilson memulai kalimatnya. Ia menyalakan layar besar dihadapan mereka yang menujukkan banyak wajah pria di sana.
“Wil,” Alicia berusaha menahan Wilson agar tidak melanjutkan kalimatnya tapi Samantha sudah lebih dulu menatap tajam pada Alicia. Matanya yang sedikit kemerahan itu mencegah Alicia untuk menghentikan Wilson.
“Okey, aku lanjutkan,” ucap Wilson yang paham dengan arti tatapan Samantha.
“Wajah-wajah ini adalah wajah orang-orang yang kami tangkap karena kami pikir dia adalah Maximo. Tapi rupanya, tidak ada satupun di antara mereka yang merupakan Maximo yang asli. Mereka sengaja mengaku-ngaku sebagai maximo dengan alasan hal itu merupakan kebanggan tersendiri. Atau bisa saja mereka mengaku sebagai Maximo karena diperintahkan oleh Maximo untuk mengecoh pencarian kami. Saat ini, kami belum menemukan foto wajah Maximo yang sebenarnya.” Wilson menatap Samantha penuh sesal.
“Lalu bagaimana kalian melakukan pengintaian? Bukankah kalian harus tahu dulu siapa yang kalian intai?”
“Ya, kamu benar. Tapi sampai saat ini kami hanya berhasil menemukan buah dari kejahatan Maximo. Kami tidak pernah bisa menemukan benih dan pohon yang tumbuh subur itu. Kami memasang banyak mata-mata dan mencoba menganalisa modus operasi dari tindakan sang mafia ini, tapi baru beberapa hal yang kami temukan.”
“Club besar, wanita malam, minuman, obat-obatan dan pencucian uang. Semuanya tersebar di seluruh dunia dibawah kendali, Maximo.” Wilson menunjukkan kembali banyak gambar di layar dan membuat mata sembab Samantha membulat untuk melihat dengan teliti apa yang tampil dihadapannya.
“Dia suka wanita malam?” tanya Samantha. Ia melihat prosentase kejatahan tertinggi Maximo adalah berhubungan dengan wanita malam.
“Ya, karena mereka adalah media penghubung semua bentuk kejahatan Maximo. Salah satu mata-mataku pernah melaporkan, kalau selain menjual para wanita ini, Maximo juga memakai sendiri jasa Wanita ini. Tapi sayangnya, bukan untuk ditiduri.”
“Maksudmu?” Samantha mengernyit tidak paham.
“Di balik sosok Maximo yang kuat dan berkuasa, laki-laki ini memiliki kelemahan. Yaitu, dia tidak bisa meniduri wanita. Wanita-wanita itu dia kumpulkan untuk dijadikan bintang di langitnya yang gelap. Satu rahasia lain yang aku temukan bahwa, Maximo ini memiliki passcode cetak biru untuk pencetakan semua mata uang di dunia dan passcode untuk membuka kotak pandora kejahatannya itu, ia tato di tubuhnya. Karena itu Maximo tidak pernah meniduri wanita manapun. Karena menurutnya, tidak pernah ada wanita yang bisa benar-benar dia percaya.”
Wilson menghembuskan nafasnya kasar, banyaknya rahasia tentang Maximo membuat ia begitu kesulitan untuk menangkap mafia itu.
“Jadikan aku salah satu bintang di langit gelapnya Maximo. Aku tidak hanya akan mengejar bayangannya tapi aku akan melekat di tubuhnya,” ucap Samantha dengan penuh percaya diri.
“Apa maksudmu? Ini berbahaya Samantha, yang kamu lakukan tidak ubahnya sebuah aksi bunuh diri. Mungkin saja kamu tidak bertemu dengan Maximo yang asli melainkan para pemujanya yang mengaku sebagai Maximo.” Wilson menatap Samantha dengan penuh rasa cemas.
“Carikan aku club mana yang kehilangan banyak wanita malamnya. Aku akan memulainya dari sana.” Ucapan Samantha terdengar kukuh dan tidak bisa dibantah.
Ia menatap layar monitor itu penuh dendam di waktu yang bersamaan ia seperti bisa melihat gambaran sosok Mazimo itu seperti apa. Tentu saja dari karakteristik orang-orang yang mengaku dirinya sebagai Maximo. Rata-rata diantara mereka berkarakteristik seperti orang Spanyol. Maka satu benang merah itu yang akan Samantha ikuti.
Anggap saja, Samantha akan mulai masuk ke dalam sangkar milik Maximo.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Riki Amteme
Keren banget tor karyamù
2024-01-20
0
❄️ sin rui ❄️
pemilihan kata nya bagus banget, daan juga detail sekali se akan2 author bener2 tau seluk beluk tentang agen rahasia dan per mafia an kerenn authorrr👍🏻👍🏻👍🏻
2023-12-10
2
ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ
nah, samantha jangan sampai jatuh cinta nantinya ya
2023-08-11
1