Pergi ke toilet, hanyalah sebuah alasan yang dibuat Samantha untuk sedikit menjauh dari Maximo. Ia merasa kalau ia harus mencari celah untuk mengubungi Wilson dan timnya. Ia ingin melaporkan apa saja yang sudah terjadi. Maka, ia mulai menggunakan peluang itu dengan menjeda langkah seorang wanita yang baru menyelesaikan urusannya di dalam toilet.
“Astaga!” Wanita itu benar-benar terhenyak kaget melihat Samantha yang berdiri didepan pintu toiletnya sambil tersenyum dingn.
“Maaf mengagetkanmu. Tapi, aku mau minta tolong?” Samantha berujar dengan tenang.
“Ma-mau minta tolong apa?” meskipun terlihat tenang, tatapan gadis cantik dihadapannya terlalu menakutkan untuk wanita itu.
“Aku ingin meminjam ponselmu. Aku harus menghubungi kakakku karena aku kalah berjudi.” Samantha terpaksa berbohong.
Tidak, ia tidak benar-benar berbohong karena ia memang kalah berjudi. Hanya saja, bagian menghubungi sang kakak yang membuat hatinya mencelos sendiri. Ia sadar, Gerald sudah tidak ada lagi dihidupnya dan tidak akan bisa ia mintai lagi pertolongan. Padahal sejak dulu Gerald lah yang membereskan setiap kerusuhan yang diakibatkan oleh Samantha. Meski laki-laki itu kerap mengomeli Samantha muda, tetapi Gerald tidak pernah meninggalkannya dalam sebuah masalah.
“Jangan lama,” gadis itu menatap Samantha dengan malas.
“Tidak akan lebih dari lima menit.” Samantha mengacungkan lima jari kanannya pada wanita tersebut
Dengan berat hati, wanita itu akhirnya memberikan ponselnya pada Samantha. Ia tetap memperhatikan Samantha yang asing untuknya.
“Terima kasih.” Cepat sekali Samantha menyambar ponsel di tangan wanita tersebut.
Ia segera menekan sebaris nomor yang ia ingat sebagai nomor Gerald dan ponselnya masih ada di markas Wilson. Samantha menunggu dengan gelisah panggilan itu dijawab, tetapi belum juga ada yang menjawab.
"Ayolah, cepat jawab!" Samantha terlihat gelisah. Ia menggigiti kukunya yang panjang untuk mengalihkan rasa gundahnya. Ya, walaupun Gerald sering marah melihat tingkah Samantha yang satu ini, tetapi kebiasaan ini sulit untuk dihentikan.
Di markas, seorang laki-laki yang sedang berjaga, mendengar sebuah dering ponsel yang semakin lama terdengar semakin nyaring. Ia mencari asal suara deringan itu, memeriksa beberapa ruangan yang sedang Ia jaga, ternyata suara tu berasal dari ruang pengimpanan bukti.
Ia segera mengambil ponsel Gerald yang ditempatkan didalam kotak khusus dan terbungkus plastik. Setelah ditemukan, penjaga itu berjalan dengan cepat menemui Wilson, yang sedang memandangi layar komputernya.
“Capt, seseorang menghubungi nomor ponsel Gerald.” Laki-laki itu menunjukkan ponsel yang masih berdering.
“Siapa?” Wilson segera beranjak dan menghampiri penjaga itu.
“Entahlah. Mungkin sebaiknya Anda jawab, Capt.” Laki-laki itu menyodorkan ponselnya pada Wilson.
Tanpa menunggu lama, Wilson segera menjawab panggilan itu. Ia membiarkan saja ponsel itu berada di dalam plastk agar tidak ada sidik jari yang menempel.
“Halo.” Suara Wilson terdengar bergema di telinga Samantha.
“Ini aku, Samantha. Dengarkan aku karena waktuku tidak banyak.” Samantha berbicara dengan cepat.
“Ya, lanjutkan.” Wilson bersiap menyimak.
“Saat ini aku berada disebuah casino bernama Turn it Casino milik Maximo yang dikelola oleh orang kepercayaannya bernama Diego. Aku disekap disebuah rumah besar yang berada di sebuah daerah terpencil kota Los Angeles. Yang aku ingat, untuk menuju tempat itu harus melewati hutan pinus. Aku tidak tahu pasti bagaimana aku bisa sampai ke tempat Maximo karena kaca mobil selalu ditutup dan ponselku dirampas. Kamarku bahkan dipasangi CCTV.”
“Kalau mau mencari tau kediaman Maximo, pergilah ke arah utara hutan lalu cari rumah bercat putih di bagian luar dengan pagar tinggi disekitarnya. Aku tinggal di sana. Waktuku tidak banyak. Jika aku keluar lagi, aku akan meninggalkan catatan dan meminta seseorang menghubungimu.” Samantha berbicara dengan sangat cepat.
“Tunggu Samantha, apa kamu baik-baik saja? Apa kamu sudah berhasil melihat tato yang ada dipunggung Maximo?” Wilson bertanya dengan cepat.
“Aku baik-baik saja, hanya saja aku belum bisa membuat laki-laki itu telanjang dihadapanku. Aku masih harus mendekatinya. Ini sulit untukku karena setiap melihat Maximo aku selalu merasa sangat marah dan ingin memaki bahkan mengulitinya.” Kemarahan Samantha seperti dipancing oleh pertanyaan Wilson.
“Tenanglah Samantha. Jangan sampai kamu dikuasai oleh kemarahanmu. Tenangkan dirimu saat berhadapan dengan Maximo dan pikirkan cara yang paling baik untuk mendapatkan semua informasi tentang Maximo.” Wilson berusaha mengingatkan.
“Itu sulit Wilson! Setiap melihat laki-laki itu aku seperti melihat bayangan mayat Gerald didepan mataku.” Samantha mulai emosi.
“Aku tahu! Aku tahu itu Samantha. Tapi kita tidak ada pilihan lain. Kamu harus bersabar agar usaha Gerald tidak sia-sia.” Ucapan Wilson seperti tamparan yang menyadarkan Samantha. Ia terdiam beberapa saat, berusaha memahami ucapan Wilson yang dirasa benar.
“Permisi, ini sudah lebih dari lima menit.” Wanita itu terlihat mulai kesal.
“Maaf, tolong sebentar lagi saja.” Samantha setengah memohon, meminta perpanjangan waktu.
“Waktuku tidak seluang itu. Cepat kembalikan!” Wanita itu kukuh meminta ponselnya.
“Wilson, waktuku habis. Aku akan….”
Tiba-tiba saja wanita itu merebut ponsel dari tangan Samantha. “Kamu menyebalkan!” decik wanita itu lalu mengakhiri sambungan telepon antara Samantha dengan Wilson.
“Halo! Samantha! Halo!” Wilson terus memanggil, tetapi panggilan itu telah benar-benar berakhir.
“SIAL!” dengus Wilson dengan kesal. Ia memukul mejanya dengan keras dan menatap berkas kematian Gerald yang ada didepan matanya, dengan penuh kemarahan. Masih banyak hal yang ingin ia bicarakan dengan gadis cantik itu, namun semuanya harus berakhir begitu saja. Sepertinya ia harus segera mencari cara untuk menemukan kediaman Maximo. Ia berencana menyelamatkan Samantha dan menghabisi pembunuh beberapa anggota timnya.
"Tunggu aku Maximo, kamu akan menerima semua akibat dari perbuatanmu." Wilson bertekad dalam hatinya.
****
Selesai bertelepon, Samantha segera keluar dari toilet. Meski belum puas berbicara dengan Wilson, paling tidak ia berhasil memberitahu Wilson kalau ia masih hidup dan masih menjalankan misi ini.
Diluar toilet, ia berbaur lagi dengan orang-orang. Mencari keberadaan Maximo yang entah sedang berada dimana. Mungkin sedang menemui pengelola Casino yang katanya bermasalah. Menghilangkan kegundahan dihati dan pikirannya, ia memilih untuk menghampiri seorang pelayan dan mengambil segelas minuman lalu ia teguk seluruhnya. Rasa pahit itu langsung masuk ke perutnya dan membuatnya sedikit ual karena tidak terbiasa. Tetapi ia tidak berhenti, ia masih ingin berusaha melupakan sejenak saja wajah Gerald yang muncul dipikirannya.
Ia mengambil gelas kedua, gelas ketiga hingga gelas keeempat. Efeknya baru terasa, yaitu pusing berputar dan penglihatannya mulai samar. Bayangan orang-orang seperti dua orang dan sesekali berubah banyak. Suara musik dan pembicaraan orang-orangpun bergema dikepala Samantha dan membuatnya semakin pening.
Samantha berpegangan pada salah satu meja untuk menyeimbangkan tubuhnya yang nyaris ambruk.
“Hey, cantik! Kenapa minum-minum sendirian?” laki-laki bernama Maximo palsu itu menghampiri Samantha. Ia memandangi Samantha dengan seksama dan tersenyum kecil saat yakin kalau gadis ini sepertinya mabuk.
“Duduklah, kita minum bersama.” Ia memegangi bahu Samantha dan menududukan gadis itu di salah satu kursi yang ada disampingnya. Samantha menurut saja sambil memegangi kepalanya yang pusing berputar.
Satu gelas wine pria itu tuangkan untuk Samantha dan memberikannya. Dengan senang hati Samantha meneguknya hingga habis dan kepalanya semakin pusing berputar.
“Sepertinya Anda sangat kesal nona. Apa karena tadi Anda kalah?” Laki-laki itu mendekat pada Samantha. Ia juga menarik bahu Samantha agar bersandar padanya.
“Diam! Lepaskan aku brengsek!” Samantha segera mengibaskan tangan laki-laki itu. Ia ingin berontak, tetapi kepalanya terlalu berat dan pusing. Sepertinya ia sudah benar-benar mabuk. Kalimat penolakan Samantha yang cukup keras itu, membuat orang-orang memperhatikannya dan menatap sinis pada lak-laki tambun yang berusaha mengoda Samantha.
“Apa yang Anda lakukan nona? Saya hanya ingin membantu Anda.” Laki-laki itu segera berpura-pura karena sadar ia menjadi tontonan banyak orang.
“Ingin membantuku? Hahahaha….” Samantha malah terkekeh. Pikirannya sudah melantur.
“Iya, saya bisa membantu Anda, nona. Sepertinya Anda sangat lelah, saya bisa membantu memberikan pijatan yang lembut ditubuh atau kepala Anda.” Laki-laki itu menyentuh pundak Samantha, namun Samantha segera menepisnya.
“Kalau mau membantuku, bantu aku untuk membunuh Maximo.” Gadis itu berujar dengan penuh penekanan. Matanya yang setengah teler menatap pria tua itu dengan tajam.
“Apa Anda bilang, Anda ingin membunuhku?” Maximo palsu itu menatap dnegan tidak mengerti.
Samantha tidak menjawab, ia hanya terkekeh. Menatap laki-laki tua itu dengan penuh kebencian. Tangannya sudah terangkat ingin memukul laki-laki yang ia rasa menjijikan karena berani menyentuhnya. Sayangnya, tangan Samantha terlalu lemah karena mabuk.
“Perempuan bodoh! Daripada kamu berpikiran untuk membunuhku, lebih kamu menyenangkanku!” laki-laki itu menarik rambut Samantha hingga kepala Samantha mendongak. Ia menyeringai puas melihat Samantha yang meringis kesakitan.
“Mau tidur denganku?” tanya pria tua itu dengan senyum meledek.
“Lepaskan tanganmu, atau ku bikin isi kepalanya berantakan!” ancam seorang laki-laki yang tiba-tiba menodongkan senjatanya ke kepala Maximo palsu.
“Brengsek! Siapa kamu?” dengkus laki-laki tersebut yang segera menoleh dan menatap laki-laki itu dengan tajam.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Utiyem
kalau wine rasanya gak pahit thor😁
2023-08-07
2
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
yess akhirnya maximo datang juga
2023-06-12
3
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
hadehh kenapa mabuk sih... semoga maximo segera datang...
2023-06-12
3