Sebuah mobil limousine melaju kencang membelah jalanan ramai kota Los Angles. Di dalamnya membawa seorang bos Mafia dengan wanita cantik pilihannya yang tidak lain adalah Samantha. Maximo masih memandangi Samantha dengan senyum terukir. Sesekali ia meneguk minuman di tangannya, tetapi bukan minuman itu yang membuatnya mabuk melainkan sosok Samantha yang begitu menarik.
Cantik, berkelas, memiliki sikap yang menantang dan hal lain yang membuat Maximo begitu tertarik. Dalam hitungan menit, ia mendapatkan semua informasi tentang Samantha. Gadis ini adalah seorang guru matematika di sebuah sekolah dasar. Ia juga seorang anak yatim piatu yang dibesarkan disebuah panti asuhan di sebuah desa. Tidak ada cerita menarik dari seorang Samantha selain sosoknya yang begitu menyilaukan mata bagi siapapun yang memandangnya.
Beruntung hanya informasi itu yang Maximo dapatkan. Beberapa riwayat hidup Samantha memang sengaja dihapus oleh Wilson agar menghilangkan jejak informasi Samantha yang sebenarnya. Hal ini juga yang Wilson lakukan pada Gerald hingga identitas laki-laki itu hanya dikenali oleh orang terdekatnya saja.
Satu keputusan telah diambil oleh Samantha. Ya, keputusan kalau ia akan melekat pada Maximo demi bisa menghancurkan pria ini secara perlahan. Hal itu mendapat dukungan penuh dari Wilson yang ia hubungi melalui sambungan telepon. Hanya sekitar beberapa menit saja mereka berkomunikasi sebelum akhirnya ponsel Samantha dirampas oleh Paul. Laki-laki itu sepertinya memang sangat dendam pada Samantha.
Namun tidak masalah. Tindakan Paul tidak menyurutkan langkah Samantha sedikitpun. Samantha masih dengan niatnya yang semula yaitu ingin meneruskan usaha Gerald untuk menghentikan tindakan kejahatan yang selama bertahun-tahun ini terus dilakukan oleh Maximo. Jangan ada lagi gadis tidak bersalah yang diperjualbelikan oleh organisasi terlarang ini.
Saat ini, Samantha masih melihat jauh keluar jendela. Ia memandangi lampu-lampu jalanan yang hingar di bawah langit malam yang gelap. Los Angles memang tidak pernah tidur. Ada saja aktivitas manusia yang tetap dilakukan meski malam sudah sangat larut.
“Samantha,” panggil Maximo dengan suaranya yang tegas dan dalam.
“Apa?” Samantha menjawab namun tidak menoleh.
“Kenapa kamu ingin membunuhku?” pertanyaan itu yang sangat ingin Maximo tanyakan pada wanita yang telah memikatnya pada pandangan pertama. Tepatnya sejak pertama kali mereka bertemu di sebuah toko baju. Hatinya berdesir melihat senyumnya yang angkuh dan tatapan matanya yang penuh kemarahan. Sama dengan tatapan mata miliknya.
Setelah beberapa lama, barulah Samantha menoleh dan tersenyum sinis pada pria berperawakan tegas dan maskulin itu.
“Tidak semua hal perlu kamu tau alasannya. Akupun tidak memiliki kewajiban untuk menjelaskannya. Kalau penasaran, tunggulah tiga bulan kedepan. Saat kamu menyerah dan bertekuk lutut dihadapanku.” Samantha berujar dengan penuh keangkuhan.
“Hahahahaha….” Maximo tertawa terbahak-bahak. Baru kali ini ada seorang wanita yang berani menantangnya padahal sudah jelas kekuatannya tidak sebanding dengan kekuatan Maximo.
“Kamu terlalu menarik Samantha, dengan senang hati aku akan menunggu waktu tiga bulan itu. Hanya saja, kamu harus tau kalau aku bukan orang yang suka bertekuk lutut. Mungkin sebaiknya kamu yang bersiap saat akan menyerahkan dirimu secara baik-baik agar aku bisa menerimanya,” ucap Maximo dengan senyuman sarkas sambil mengeratkan genggaman tangannya pada gelas yang sedang ia pegang.
“Tidak perlu memperingatkanku. Aku tau, kamu orang yang tidak bisa menunjukkan kelemahanmu. Hah, klise. Setiap laki-laki pecundang memang seperti itu.”
Prak!
Tiba-tiba saja gelas di tangan Maximo pecah hingga pecahannya melukai tangan Maximo. Serpihannya tersebar di dekat kaki Maximo bercampur dengan darahnya yang perlahan menetes. Samantha tidak bergeming, ia hanya tersenyum tipis melihat tetesan darah menetes dari telapak tangan lebar milik Maximo.
“Obati!” Titah Maximo, seraya menatap tajam pada Samantha.
Samantha mengendikkan bahunya acuh. “Bukan aku yang melukaimu, tapi egomu sendiri. Kenapa harus aku yang mengobatinya?” Samantha berdecik malas. Ia menyilangkan tangannya di depan dada, malas meladeni Maximo.
“OBATI!” seru Maximo. Bergerak dengan cepat lalu mencengkram dagu Samantha dengan erat dan membiarkan darahnya membasahi dagu hingga leher dan dada Samantha.
“Kamu mau menyerah? Kamu bilang tidak akan menyentuhku. Kenapa mengingkarinya?” Samantha dengan segala ketenangannya. Ia tidak takut sama sekali pada sikap Maximo yang impulsive seperti ini.
Mendengar jawaban Samantha, Maximo menyeringai sinis. “Apa isi kepalamu sampai begitu berani menantangku?” Maximo berbisik penuh penekanan di telinga Samantha. Deru napasnya meremangkan rambut halus di sekujur tubuh wanita cantik itu.
“Membayangkan saat kamu menyerah. Sepertinya tidak lama lagi, karena saat ini pun kamu mulai tidak bisa menahan diri.” Samantha masih bisa tersenyum angkuh pada laki-laki di sampingnya. Matanya yaang melirik tajam seperti tengah mengejek gemuruh yang sedang berusaha dikendalikan oleh Maximo. Seseorang yang terbiasa menundukkan lawan seperti Maximo, tidak akan sanggup dipandang lemah seperti ini. Egonya akan meluap-luap minta ditumpahkan.
“Brengsek!” dengkus Maximo seraya mengibaskan tangannya dari dagu Samantha. Ia mengusap wajahnya kesal, gemas sendiri dengan Samantha, tetapi masih harus tetap menahan dirinya dari Samantha.
Samantha hanya tersenyum kecil, sepertinya ia mulai bisa mengendalikan Maximo dengan janji yang pria itu buat sendiri. Maximo mengerang kesal dalam hatinya sementara Samantha tersenyum lega karena bisa melanjutkan misinya dalam menaklukan Maximo.
Seperti berada dalam sangkar emas, hal itu yang dirasakan Samantha saat ini. Ia ditempatkan di sebuah kamar yang mewah dan menghadap pemandangan indah kota Los Angles. Fasilitasnya begitu lengkap dan mewah lebih mewah dari hotel bintang tujuh sekalipun. Kalau di bandingkan dengan apartemennya, mungkin luasnya hanya seukuran dengan kamar mandinya saja yang begitu artistik.
Namun layaknya sangkar emas, semua kemewahan ini tidak membuat Samantha terpukau dengan apa yang ia dapatkan. Tidak ada rasa nyaman sama sekali karena ia tahu, ia selalu diawasi oleh sang pemilik sangkar. Bisa ia lihat kalau Kamera CCTV terpasang di setiap sudut kamarnya. Samantha sengaja melepas bajunya di kamar itu dan Maximo yang sedang memperhatikan, segera menutup layar monitornya.
“Sial! Apa dia tidak tahu kalau aku bisa memantaunya?” Maximo bertanya pada dirinya sendiri. Ia gelisah sendiri setelah melihat bagian atas baju Samantha tertanggalkan dan mempertunjukkan bahunya yang terbuka.
Penasaran, Maximo membuka kembali layar laptopnya dan ingin melihat Samantha. Hal tidak terduga dilakukan Samantha. Ia naik ke atas meja yang ia dorong mendekati sudut kamar, lalu menaikkan kursi ke atasnya dan ia tumpuk dengan bantal.
“Sial! Mau apa dia?” Maximo ketar-ketir sendiri. Ia segera beranjak hendak pergi ke kamar Samantha, tetapi langkahnya terhenti saat ternyata Samantha memasangkan lingerinya yang bermotif jarring-jaring itu untuk menutupi kamera CCTV. Tidak hanya itu, ia juga mengacungkan jari tengahnya pada kamera CCTV sambil mengupat, “F^ck you!” ujar gadis itu dengan ekspresi wajah menantang.
“Hahahahha… sial!” Maximo malah tertawa melihat tingkah Samantha. Ada-ada saja tingkahnya yang membuat ia gerah. Ia sampai harus melonggarkan dasinya dan melepas kacing bajunya paling atas. Sesak sekali rasanya.
Beberapa saat Samantha terdiam, memandangi kamera CCTV. Maximo pun mendekat, ia mengusap layar laptopnya, tetapi kemudian matanya menyalak saat ia melihat Samantha berdiri tegak sambil merentangkan tangannya seolah hendak menjatuhkan tubuhnya kebelakang dari ketinggian itu.
“Apa yang dia lakukan?!” Maximo terhenyak. Ia lari tunggang langgang menuju kamar Samantha. Ia begitu panik dan membuka pintu kamar dengan kasar.
“Samantha!!” teriak Maximo. Ia pikir Samantha mungkin meninggal karena jatuh dari ketinggian, tetapi nyatanya gadis itu sedang tidur menyamping dengan kepala tertopang oleh tangannya yang kurus namun berisi.
“Kamu mencemaskanku?” tanya Samantha yang tersenyum iseng.
“Apa yang kamu lakukan?!” seru Maximo yang segera menghampiri Samantha dan berdiri berkacak pinggang di hadapan gadis itu.
“Memangnya apa? Aku hanya sedikit melompat untuk menguji elastisitas tempat tidurmu. Apa itu salah?” Samantha tidur terlentang dengan tatapan menggoda pada Maximo.
“Kamu tau itu berbahaya. Kamu bisa mati kalau jatuh bukan ke atas tempat tidur.” Maximo terlihat begitu kesal.
“Kendalikan dirimu Maximo, aku belum membunuhmu. Mana mungkin aku akan bunuh diri.” Samantha mengulurkan tangannya pada Maximo, kemudian menjentikkan jarinya agar Maximo mendekat.
“Berhenti bermain-main denganku Samantha.” Suara Maximo bernada ancaman.
“Waahh, aku sangat takut. Padahal aku hanya ingin berterima kasih tapi sepertinya kamu sangat marah.” Samantha mengerucutkan bibirnya kesal.
Maximo hanya bisa mengusap wajahnya kasar. Terpaksa ia mendekat pada Samantha dan mencondongkan tubuhnya. Gadis itu mengangkat tubuhnya mendekat dan mengalungkan tangannya dileher Maximo. Lantas ia berbisik lembut ditelinga Maximo.
“Hati-hati, jangan sampai kamu jatuh cinta padaku. Karena saat kamu jatuh cinta, kesempatanku akan lebih besar untuk menghancurkanmu dari sini.” Samantha menunjuk dada Maximo lalu mengusapnya dengan lembut.
Maximo segera melepaskan tangan Samantha dan mendorong gadis itu hingga terjatuh di atas ranjang. “Hahahahaha….” Samantha malah tertawa lebar. Ia menertawakan Maximo yang menatapnya dengan geram.
Namun Maximo hanya memalingkan wajahnya lalu pergi meninggalkan Samantha yang masih menertawakan kebodohannya.
“Maximo, tunggu!” panggil Samantha saat Maximo tiba dimulut pintu kamar Samantha. Laki-laki itu menghentikan langkahnya, tetapi tidak berbalik.
“Apa kamu selalu mencemaskan setiap burung yang kamu kurung di sangkarmu? Atau hanya aku yang kamu perlakukan seperti ini?” tanya Samantha dengan penuh kesungguhan.
Maximo tidak menjawab, hanya tangannya saja yang mengepal kesal.
“Aku akan mematikan kamera CCTV di kamar mandimu. Anggap itu sebagai satu-satunya ruang pribadimu tapi jangan berharap kamu sebebas burung yang terbang di langit luas,” ucap Maximo.
“Waah, rupanya hanya aku yang special untukmu, aku sangat terharu. Apa setelah menemukan dan memilikiku kamu akan berhenti mengumpulkan para gadis itu?” lagi Samantha bertanya.
Namun kali ini Maximo memilih tidak menjawab. Ia keluar dari kamar Samantha dan menutup pintu itu dengan kasar.
“Astaga, dia sangat pemarah,” cicit Samantha seraya menatap kamera CCTV yang ada di atas sana. Sepertinya ia harus memanfaatkan peluang yang diberikan Maximo padanya.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Kisti
stidaknya kmu jujur ingin mmbunuhnya samantha,disini maximo udah melibatkn perasaannya pdmu.sekeji kejinya pria dia akn mnjaga wanitanya.jka ternyata kalian terjebak perasaan,smg maximo berubah baik dan dendam samantha diletakkan krn rasa cinta aamiin.
2023-06-06
5
Bunda dinna
Maximo sudah tertarik dari pandangan pertama ke Samantha..
2023-06-06
4
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
hahahaaa... bener2 liar samantha ini 🤣🤣🤣
2023-06-06
4