Menjelang sore, Maximo dan Samantha baru kembali dari berlayar. Mengelilingi sebuah selat dengan riakan air yang cukup tenang dan tidak terlalu bergemuruh.
“Kamu menyukai perjalananmu?” tanya Maximo yang penasaran dengan wajah Samantha yang tanpa ekspresi itu. Tidak terlihat senang ataupun bosan.
“Ya, cukup menyenangkan.” Samantha menyandarkan tubuhnya pada jok mobil. Berkeliling kapal pesiar ternyata cukup melelahkan bagi Samantha walau tidak banyak hal yang ia lakukan. Mungkin karena pikirannya yang tidak berhenti bekerja.
“Apa semua itu tidak cukup untuk membuatmu tersenyum?” Maximo memandangi wajah Samantha dengan seksama.
“Apa seperti ini cukup?” Samantha menyeringai dengan terpaksa, membuat Maximo hanya tersenyum kelu.
“Tidak, lebih baik jangan tersenyum.” Maximo ikut menyandarkan tubuhnya ke jok.
“Baiklah.” Samantha bertingkah acuh. Ia mengenakan kembali kacamata hitamnya dan melihat ke satu titik didepannya. Maximo mengira Samantha sedang memejamkan matanya, padahal sepasang mata itu mengawasi jalanan yang akan mereka lalui. Ia ingin memastikan jalanan seperti apa yang dilalui saat menuju kediaman Maximo.
Setelah masuk ke kawasan hutan, Maximo pasti menuntup jendela mobilnya dengan tirai hitam hingga tidak bisa melihat keluar sana. Samantha hanya bisa merasakan jalanan yang lebih bergelombang seperti mobil ini melaju di atas lapisan tanah, bukan jalanan beraspal.
“Kenapa di kapal pesiar tadi tidak ada wanita lain, selain aku? Bukankah kamu hoby mengoleksi wanita?” Samantha bertanya tanpa rasa ragu.
Sejak masuk kehidup Maximo ia melihat banyak hal yang berada diluar dugaannya. Entah karena Maximo menyembunyikannya atau karena belum menemukan apapun.
Maximo tersenyum kecil, ia mengusap dagunya yang ditumbuhi rambut halus dan membuatnya terlihat maskulin dan seksi.
“Aku tidak suka mengoleksi wanita.” Jawaban Maximo pendek saja, mengundang tanya.
“Oh ya? Bukankah kamu sengaja melakukan semacam audisi pada para wanita seperti yang kamu lakukan terhadapku?” Samantha menatap tidak percaya pada laki-laki itu. Mana mungkin Samantha mempercayai seorang mafia keji seperti Maximo.
“Audisi? Hahaha, itu terdengar menggelikan Samantha.” Maximo terkekeh, mendengar ucapan Samantha.
“Lalu apa istilah yang pantas? Dan apa yang kamu nilai dari para wanita itu? Standar seperti apa yang kamu terapkan untuk wanita yang akan kamu jual itu?" Kalimat Samantha mulai terdengar sinis.
“Menjual? Apa maksudmu?” Maximo terlihat tidak mengerti dengan ucapan Samantha.
Samantha bisa melihat ekspresi Maximo itu dengan jelas. “Seorang pencuri memang tidak akan mengakui kalau dirinya pencuri.” Kalimat Samantha pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Maximo.
“Apa maksudmu pencuri? Siapa yang kamu maksud?!” Maximo berrespon tidak terduga. Ia menarik tangan Samantha dan memeganginya dengan erat.
“Hey, kamu menyakiti tanganku!” Samantha balas menyalak. Untuk beberapa saat mereka saling bertatapan walau terhalangi kacamata hitam yang menutupi mata keduanya. Namun, aura perseteruan panas itu jelas terasa.
“Lepas!” Samantha berujar dengan tegas.
Maximo melepaskan tangan Samantha lalu tersenyum menyeringai.
“Aku tidak pernah meminta mereka datang menemuiku. Mereka yang datang secara sukarela untuk bekerja dan melayaniku. Dan tentang standar, standar apa yang kamu maksudkan?” Maximo memberi penjelasan dan pertanyaan diwaktu yang bersamaan.
“Ck!” Samantha berdecak sebal. Mana mungkin ia percaya dengan ucapan Maximo.
“Ya, terserah saja. Aku juga tidak terlalu tertarik pada wanita-wanita yang kamu koleksi itu.” Samantha berujar dengan santai.
“Aku tidak mengoleksi mereka!” Maximo masih tidak terima.
“Ya sudah terserah kalau kamu menganggap tidak mengoleksi mereka. Yang jelas aku melihat mereka berbaris hendak masuk ke sangkarmu lalu kamu memilih wanita mana yang pantas masuk setelah itu,” Samantha sengaja menggantung kalimatnya. Ia melirik Maximo yang menyimak benar ucapannya.
“Lanjutkan!” laki-laki itu menunggu kalimat berikutnya dari mulut Samantha.
“Apa yang harus aku lanjutkan? Kamu yang tahu kelanjutannya. Aku hanya penasaran, kemana perginya wanita-wanita sebelum aku?” Samantha menatap Maximo dengan sinis.
Maximo tidak lantas menjawab. Ia membuka kacamata Samantha dan juga kacamatanya. Mata bulat milik Samantha mengerjap pelan, kaget wajah Maximo ada didepan matanya.
“Katakan apa yang kamu pikirkan.” Pria itu sangat yakin kalau Samantha masih menyimpan kalimat berikutnya.
“Apa kamu menjualnya atau membunuhnya?” tanya Samantha dengan tatapan menantang.
Maximo tersenyum kecil setelah mendengar pertanyaan itu. Ia memasangkan kembali kacamata Samantha.
“Jadi kamu pikir aku menjual para wanita itu?” kali ini Maximo terkekeh seraya menepuk pipi Samantha pelan.
Samantha tidak menimpali. Ia mengernyitkan dahinya tidak mengerti. Bagaimana bisa laki-laki itu malah tertawa seolah menertawakan pertanyaan Samantha.
“Apa kamu pikir kalau akupun akan menjualmu?” lagi Maximo bertanya. Ia menoleh Samantha sambil menyandarkan tubuhnya pada jok mobil. Senyumnya terlihat meledek isi kepala Samantha.
“Mungkin, saat kamu bosan. Karena kamu tidak bisa meniduriku.” Samantha menjawab dengan angkuh. Ia yakin Maximo tidak akan jujur menjawab pertanyaannya karena hal itu sama saja dengan menunjukkan isi dari organisasi gelapnya.
“Hahahahaha… Jawabanmu sangat cantik Samantha. Sama seperti wajahmu. Kamu membuatku ingin menguyahmu hidup-hidup.” Tawa itu hilang dan berganti geretakan gigi yang terdengar nyaring dan gemas.
“Lakukan saja, kalau kamu ingin aku melihat siapa sosok Maximo sebenarnya. Seorang mafia busuk yang tidak bisa memegang kata-katanya,” ejek Samantha seraya mencondongkan tubuhnya pada Maximo.
Sebuah serangan tiba-tiba dilakukan Maximo. Ia mendekat pada Samantha lalu mencengkram dagu Samantha dan mendorong tubuhnya ke sudut tempat duduk.
“Jangan cuma menilaiku. Cobalah pakai peranku, aku ingin melihat seperti apa caramu berjalan dijalanku,” ucap Maximo dengan penuh penekanan dan mata yang melotot tajam.
Hembusan napasnya terasa kasar menerpa wajah Samantha. Samantha hanya mendengkus kesal dengan mata menyalak, balas menatap Maximo.
“Pikirmu aku takut? Aku sudah bertekad untuk membunuhmu dan sambil menunggu waktu yang tepat, aku akan melekat ditubuhmu. Menjadi bayangan hitam yang akan menghantuimu,” timpal Samantha dengan seringai sarkas tanpa rasa takut.
Maximo bisa melihat tatapan tajam penuh kebencian yang ditunjukan Samantha padanya.
“Baik, kita lihat. Siapa yang lebih dulu mendapatkan apa yang kita mau. Kamu membunuhku atau aku menaklukanmu dan membuatmu berjalan dijalanku, memegang tanganku dengan erat dan menjadi pendukung terkuatku." Ucapan Maximo begitu yakin dan mengintimidasi. Ia menatap Samantha dengan penuh gairah dan rasa penasaran yang tinggi.
“Aku tidak pernah takut.” Samantha menyeringai kesal. Ia menarik paksa tangan maximo yang berada di dagunya lalu menanduk laki-laki itu.
Hidung Maximo sampai berdarah, tetapi laki-laki itu tidak mengaduh sedikitpun, seolah ia tidak mengenal rasa takut. Ia hanya menyeringai dan membiarkan darah segar itu mewarnai giginya yang berjejer rapi dan bersih.
Tekadnya semakin besar untuk menaklukan Samantha.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
gaby
Kaya film 365 days, nama tokoh prianya sama2 Maximo. Bedanya cm Samantha sengaja menyerahkan diri sedangkan di 365 days Maximo menculik wanitanya slama 365 hari
2023-10-27
1
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
ckkk... samantha mulai lagi dengan sikap kasarnya... ayolah samantha... tahan dirimu dan bersikaplah lebih lembut biar maximo bisa mempercayaimu dan terbuka sama kmu...
2023-06-08
3
N⃟ʲᵃᵃB⃟cQueenSyaⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈
hmm... jadi penasaran siapa dan bagaimana maximo yg sebenarnya... apa dia benar2 mafia atau bukan yaa???
2023-06-08
3