Aku baru saja selesai mengikuti materi terakhir siang ini. Aku merasa mengantuk akibat tadi malam begadang dengan Mas Azzam, seketika aku tersenyum malu kala mengingat malam panas itu.
"Eh, ngapain kamu senyum-senyum sendiri Ikha?" tanya Rani teman sekelasku.
"Ha? Nggak. Siapa yang senyum-senyum sendiri," elakku sedikit gugup. Aku belum bisa menceritakan prihal pernikahanku pada mereka teman-temanku.
"Aiih, nggak ngaku lagi. Pasti ada hal yang membuat kamu tersenyum. Apakah kamu sedang jatuh cinta?" tanya Rani yang begitu kepo.
"Haha... Kepo banget sih jadi orang," ledekku sembari menyusun peralatan kuliah kedalam tas.
"Habisnya sikap kamu mencurigakan. Ayo dong berbagi," desaknya tak sabar.
"Nanti ya kalau sudah tiba masanya," jawabku memang begitu adanya.
"Ish, nggak asyik banget kamu." Wanita itu manyun membuat aku semakin gemas.
"Udahlah, aku janji nanti kalau sudah tiba masanya aku akan bercerita padamu. Karena hanya kamu sahabat sejatiku. Pokoknya untuk saat ini please, tolong ngertiin aku," ujarku berharap sahabatku itu memahami.
"Emang begitu rahasia ya?"
"Untuk saat ini, iya."
"Baiklah, tapi nanti kamu harus janji cerita sama aku ya."
"Iya, yaudah yuk kita pulang."
Akhirnya aku berhasil meyakinkan sahabatku itu. Aku dan Rani berpisah di parkiran. Seperti keinginanku tadi. Aku harus ke pasar untuk membeli bahan-bahan untuk aku masak di kediaman suamiku.
Aku membeli dengan cukup banyak agar ada stok untuk kedua adik iparku nanti. Setelah merasa cukup dan tak ada yang lupa, maka aku segera melajukan kendaraanku menuju kediaman Mas Azzam dan adik-adiknya.
Meskipun kini Mas Azzam sudah tinggal bersamaku, namun aku dan Mas Azzam akan tetap sesering mungkin mengunjungi mereka. Aku tidak ingin suamiku melupakan tanggung jawabnya pada kedua adik-adiknya yang masih membutuhkan perhatian dan kasih sayang darinya.
"Assalamualaikum..." Aku sudah berdiri di depan pintu menunggu pintu rumah terbuka.
"Wa'alaikumsalam.... " Azizah membukakan pintu.
"Kak Ikha!" serunya tersenyum manis seperti sedia kala. Aku sangat bahagia kini hubungan kami yang sempat renggang sudah kembali membaik.
"Kamu sama siapa dirumah?" tanyaku sembari menenteng bahan belanjaan yang dibantu oleh Azizah membawanya.
"Sendiri, Kak. Kan Bang Azhar pulangnya malam," jawab Azizah sembari menaruh belanjaan di dapur.
"Oh, yaudah. Kalau begitu Kakak akan menemani kamu. Dan hari ini kita akan masak banyak untuk makan malam bersama."
"Masak apa kita Kak? Bang Azzam nanti kesini?" tanyanya tampak senang.
"Iya, Dek. Nanti Abangmu pulang kerja langsung kesini. Yaudah, bentar Kakak mau ganti baju dulu. Kamu bantu Kakak susun belanjaan ini di kulkas," titahku yang ingin menukar pakaian santai dulu biar lebih leluasa saat masak.
Aku memang sengaja membawa pakaian ganti dari rumah. Aku juga sudah izin sama Mama malam ini ingin nginap di kediaman Mas Azzam.
Setelah mengganti pakaian, aku segera memulai mengeksekusi bahan-bahan untuk menjadi bermacam hidangan.
"Banyak banget Kak, apakah sebanyak ini akan habis dengan kita?" celoteh Azizah tampak begitu semangat.
"Habis dong, Dek. Kalau nggak habis nanti bisa di simpan dalam lemari pendingin biar besok pagi bisa dipanasi lagi," jawabku.
Jujur, aku lebih nyaman dengan kehidupan sederhana seperti ini. Tak ada yang mubazir.
Aku dan Azizah baru saja selesai masak, dan sedang menata hidangan di meja makan. Terdengar suara salam dari Mas Azzam maka aku segera menghampiriya.
"Assalamualaikum..."
"Wa'alaikumsalam... Kamu baru pulang, Mas." Aku segera menyalami dan dibalas dengan kecupan hangat di keningku.
"Azizah mana, Sayang?" tanyanya kembali melabuhkan kecupan di bibirku.
"Ada di ruang tengah. Ayo masuk, biar aku buatin kopi." Aku membawa Mas Azzam masuk.
"Abang udah pulang," ucap Azizah segera menghampiri abangnya dan menyalami dengan takzim.
"Bagaimana dengan sekolahmu hari ini, Dek?" tanya Mas Azzam pada adik bungsunya.
"Alhamdulillah baik-baik saja, Bang. Aku seneng banget Abang dan kak Ikha bisa nginap disini. Habisnya aku sepi kalau nggak ada Abang," adunya pada sang Kakak.
"Kan masih ada Bang Azhar," timpal Mas Azzam sembari mengusap mahkota sang adik dengan lembut, lalu melabuhkan sebuah kecupan sayang di kepalanya.
"Iya, tapi Bang Azhar pulang selalu malam."
"Kalau begitu kamu tinggal sama kami saja, Dek," tawarku pada gadis remaja itu.
"Ah, nggak usah Kak. Aku nggak apa-apa disini saja. Kan Kakak dan Abang sering main kesini," tolaknya dengan halus. Aku tahu dia tidak akan pernah mau karena melihat sikap papaku yang tak pernah ramah pada mereka.
Semoga suatu saat nanti aku dan Mas Azzam mempunyai rezeki yang lebih maka kami akan membeli sebuah rumah untuk kami tinggali bersama mereka.
"Yasudah, jika kamu memang tidak mau. Tapi kamu harus janji bila kamu dan Azhar butuh sesuatu segera beritahu kami. Jangan pernah merasa sungkan, karena sekarang aku sudah menjadi bagian dari keluarga ini," ujarku agar adik iparku tak merasa sungkan.
"Baiklah, Kak."
Aku dan Mas Azzam masuk kedalam kamar, aku membantu menyediakan handuk dan pakaian ganti untuknya, setelah itu aku keluar untuk membuatkan minum.
"Sayang, kamu udah mandi?" tanya Mas Azzam meraih tanganku.
"Belum, kamu mandi duluan ya, aku sediakan minum buat kamu," ucapaku dengan senyum lembut menatap netranya.
Cup!
Sebuah kecupan mendarat di bibirku. Berawal hanya kecupan ringan, namun lama-lama menjadi sebuah pergumulan lidah. Aku kembali hanyut dalam sentuhan Pria yang telah menjadi kekasih halalku.
"Mas, jangan sekarang," tolakku yang merasa sangat sungkan bila melakukan sekarang, karena ada Azizah, takut bila aku tak mampu menahan suara Kramat yang keluar dari mulutku.
Mas Azzam hanya tersenyum menatapku. "Baiklah, Sayang, kita akan melanjutkannya nanti," ucapnya sembari merangkum kedua pipiku, lalu keluar membawa handuk yang tadi kusediakan.
Selesai sholat magrib, aku meminta Mas Azzam untuk menghubungi Azhar agar pulang lebih cepat. biar kami bisa makan malam bersama.
"Kak, Bang, ayo kita makan sekarang. Aku sudah lapar," seru Azizah saat kami baru saja keluar dari kamar.
"Tunggu sebentar ya, Dek. Kita tunggu Bang Azhar pulang, biar kita bisa makan bersama," ucap Mas Azzam pada adik perempuannya itu.
"Tapi biasanya Bang Azhar pulang selalu malam, Bang."
"Tadi sudah Abang telpon, katanya sudah mau pulang. Sabar sedikit lagi."
Aku hanya tersenyum melihat wajah melas gadis remaja itu. "Yasudah, kalau kamu sudah lapar makan saja dulu," sambungku tak tega.
"Nggak Kak, aku tunggu saja deh, biar kita bisa makan bareng-bareng." Akhirnya dia mengalah.
Saat kami sedang ngobrol menunggu Azhar, suara ponselku berdering. Aku melihat panggilan dari Mama. Segera ku terima panggilan itu.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Marliana MARLIANA
Kk ipar yang baek..jarang2 nak hot abg kaya bisa lmah lembut dengan orang susah dan paling penting bisa masak...
2023-06-13
2