[POV Azzam] Di pecat

Aku membawa Mbak Ikha kerumah, adikku sudah begitu akrab sehingga dia begitu senang melihat kedatangan gadis cantik berlesung pipi itu.

"Aku seneng banget Kak Ikha mampir lagi kesini," ucap Azizah tersenyum sumringah menyambut kedatangan wanita cantik itu.

"Kakak juga pengennya sering-sering kesini, tapi nggak tahu Mas Azzam ngebolehin apa nggak," jawabnya dengan tawa.

"Kenapa tidak boleh, pasti Abang juga senang bisa bawa kakak kesini. Benar kan, Ban?" tanya Azizah padaku.

"Ah, ya. Tentu saja. Ayo kita masuk." Aku membawa mereka untuk masuk terlebih dahulu , rasanya nggak enak bila dilihat orang ngobrol diluar.

Tak banyak yang aku lakukan, aku hanya sebagai pendengar setia untuk kedua wanita itu. Seperti biasanya Azizah dan Mbak Ikha akan memasak sesuatu untuk kami makan bersama. Namun saat kami sedang makan terdengar suara vibrasi ponsel Mbak Ikha.

"Ya, Pa, sebentar lagi. Ya, baiklah aku pulang sekarang."

"Mas Azzam, kita pulang sekarang ya," ucap Mbak Ikha. Terlihat dari raut wajahnya sedikit murung.

"Baiklah, apakah tadi yang nelpon Pak Haidan?" tanyaku penasaran.

"Iya, Mas."

Aku segera mengantarkan Mbak Ikha untuk pulang. Perasaanku tidak enak, apakah ini ada sangkut pautnya dengan masalah Pria yang bernama Amar itu?

Hanya tiga puluh menit mobil yang aku kendarai sudah berhenti di depan rumah mewah itu. Ternyata Firasatku benar, sebuah mobil mewah telah terparkir disana. Itu adalah mobil Pria yang bernama Amar. Aku segera membukakan pintu untuk Mbak Ikha.

Seperti biasanya aku hanya menunggu diluar. Mbak Ikha segera masuk kedalam rumah, meskipun perasaanku tidak enak, namun aku berusaha untuk tetap tenang.

Saat aku sedang ngobrol dengan Danang, Pak Tono datang menghampiri aku. Dia mengatakan bahwa aku dipanggil oleh Pak Haidan. Seketika hatiku semakin tak tanang.

"Azzam, kamu dipanggil oleh Tuan Haidan kedalam," ucap Pak Tono.

"Ada apa kira-kira ya, Pak?" tanyaku mencoba mencari tahu.

"Bapak kurang tahu, tapi tadi Tuan Haidan seperti sedang marah," jelas beliau.

"Baiklah, kalau begitu aku masuk dulu ya, Pak." Aku segera berjalan menuju pintu utama untuk sampai ke ruang tamu.

"Permisi, Pak. Apakah Bapak memanggil saya?" tanyaku pada lelaki yang memang di segani oleh masyarakat setempat. Aku melihat Mbak Ikha sedang menangis sembari menatap diriku.

"Mulai sekarang kamu saya pecat!" ucapnya dengan nada tinggi. Tentu saja aku sangat terkejut .

"Maaf, Pak. Kalau boleh tahu apa kesalahan saya, Pak?" tanyaku ingin tahu alasannya.

"Kamu masih bertanya apa salahmu? Ada hubungan apa kamu dan putri saya?!" sentaknya yang membuat aku semakin tak mengerti.

"Saya dan Mbak Ikha tidak mempunyai hubungan apa-apa, Pak. Tolong percaya dengan saya," ucapku mencoba untuk menjelaskan.

"Benarkah? Tapi untuk apa kamu membawa putri saya kerumah kamu? Kenapa kamu sebagai supir lancang sekali?!" bentaknya kembali dengan nada berapi-api.

"Papa, aku sudah katakan bahwa aku yang ingin main kekediaman Mas Azzam. Tolong jangan pecat Mas Azzam, Pa, dia tidak tahu apa-apa," ujar Mbak Ikha memohon.

"Tidak! Mulai sekarang jangan pernah kamu menampakkan diri lagi di hadapan saya. Seharusnya kamu bercermin dulu. Kamu sama sekali tidak pantas untuk mendekati putri saya!"

"Papa cukup!" ujar Mbak Ikha masih membantah ucapan ayahnya.

Aku yang sedari tadi hanya diam, maka dengan hati legowo menerima segala keputusan Pria baya itu.

"Baiklah jika itu memang keputusan Bapak. Dan sungguh saya sudah berulang kali berkaca, Pak. Saya tahu orang seperti saya tidak akan pernah sepadan dengan putri Bapak. Kalau begitu saya permisi!"

Aku segera meninggalkan tempat itu, sekilas aku menatap lelaki yang bernama Amar tersenyum penuh kemenangan dihadapanku. Dengan langkah pasti aku keluar dari rumah yang aku rasa tak menyimpan ketenangan di dalamnya.

"Mas Azzam, tunggu!" panggil Mbak Ikha.

"Zulaikha, berhenti!" sanggah Pak Haidan dengan suara menggelegar. Namun gadis itu tak menghiraukan larangan sang Papa, dia tetap mengejar diriku yang sudah berada di teras rumah.

"Mas Azzam, tunggu dulu!"

"Mbak Ikha, ada apalagi? Tolong jangan buat Bapak memarahi kamu lagi," ucapku tak sampai hati melihat gadis itu masih meneteskan air mata.

"Mas, aku mohon jangan membenciku. Sungguh aku sangat bahagia bisa mengenal orang baik seperti dirimu. Maafkan atas segala sikap Papa," lirihnya dengan terisak. Hatiku semakin perih melihat dia menangis seperti itu.

"Mbak, Jangan menangis. Aku tidak apa-apa, tetaplah menjadi wanita yang rendah hati dan peduli dengan siapapun. Aku juga sangat senang bisa mengenal wanita sebaik dirimu. Aku pamit ya." Aku segera melangkah meninggalkan dirinya yang masih terpaku.

"Mas Azzam, apakah kamu masih mau berteman denganku?" ucapnya yang membuat langkahku kembali terhenti. Kubalikan tubuh untuk menghadap padanya.

"Tentu saja. Aku pamit ya, tetaplah tersenyum." Aku segera pergi dari kediaman itu.

Masih kudengar gadis itu menangis dengan tergugu. Hatiku semakin tak menentu. Ingin rasanya aku memeluk dirinya walau sesaat, namun aku tak mempunyai keberanian akan hal itu, tak ingin menambah masalah maka aku memutuskan untuk segera pergi.

Saat aku melewati gerbang rumah itu, aku melihat Pak Danang dan Pak Tono menatapku dengan wajah simpati. Mungkin mereka sudah tahu masalah yang sebenarnya.

"Pak, aku pamit pulang. Maaf sudah merepotkan Bapak. Sekali lagi terimakasih atas bantuannya selama ini," ucapku pada Pak Tono.

"Maafkan Bapak yang tak bisa membantu dirimu, Nak Azzam," ucap Pria itu merasa sungkan.

"Tidak apa-apa, Pak. Mungkin ini memang salah saya yang tak pandai menjaga jarak dengan Mbak Ikha. Saya pamit." Aku segera keluar dari gerbang rumah itu.

Aku pulang dengan perasaan tak menentu. Entah kenapa aku selalu memikirkan gadis itu. Rasa takut menyeruak dalam qalbu, bagaimana jika nanti lelaki itu kembali menyakitinya.

"Loh, kok tumben Abang cepat pulang?" tanya adik bungsuku.

Aku hanya diam, saat ini moodku sedang bermasalah sehingga aku tak menghiraukan pertanyaan Azizah.

Aku segera masuk kedalam kamar untuk menenangkan otakku yang sedang kacau. Tak ada yang aku pikirkan selain gadis cantik itu. Kuhempaskan tubuh diranjang usang, kucoba menghela nafas dalam untuk meredam perasaan yang tak menentu.

Malam sekitar pukul setengah delapan aku terbangun dari tidur, ternyata aku sudah melewatkan waktu magrib. Segera ku ayunkan langkah untuk menuju kamar mandi.

Saat aku keluar dari kamar, aku melihat Azhar baru saja pulang. Terlihat diwajahnya menyimpan lelah. Aku tidak tahu apa kegiatan adik keduaku saat ini, karena aku memang sibuk, maka kami jarang sekali ngobrol.

"Kamu baru pulang?" tanyaku.

"Iya, Bang. Kok tumben Abang sudah pulang jam segini?" tanyanya sembari menaruh tas ranselnya.

"Azhar, kenapa Abang lihat kamu selalu pulang malam, apakah kamu bekerja?"

"Ah, iya Bang. Aku bekerja di sebuah bengkel otomotif, hitung-hitung untuk mengembangkan ilmuku, Bang," jawabnya berusaha untuk tetap tersenyum.

Aku merasa semakin bersalah, kini aku sudah tak mempunyai pekerjaan. Bagaimana nasib adik-adikku. Aku hanya mengangguk segera berlalu dari hadapannya.

Selesai mandi dan menunaikan ibadah empat rakaat, aku ikut bergabung dengan kedua adikku yang sudah duduk menungguku di meja makan.

"Bang, ayo makan. Aku udah lapar," cicit Azizah dengan suara manjanya.

"Sabarlah, Dek. Sini biar Abang ambilkan buat kamu." Azhar mengisi piring aku dan Azizah.

Kami makan dengan tenang, sesekali suara celoteh adik bungsuku membuat aku ikut tersenyum.

"Bagaimana kuliah kamu, Zhar?" tanyaku disela-sela makan.

"Alhamdulillah semuanya baik-baik saja, Bang. Bulan depan aku sudah mulai menyusun skripsi," jelasnya.

Jika Azhar sudah mulai menyusun skripsi, itu berarti sebentar lagi dia akan wisuda, dan tentu saja memerlukan biaya yang cukup besar. Ah, aku tidak boleh menyerah, aku harus bisa membiayai sekolah adikku hingga dia lulus strata satu.

"Bang Azzam kok sedari tadi kelihatan murung?" tanya Azizah yang selalu memperhatikan aku.

"Azhar, Zizah, Abang ingin mengatakan sesuatu," ucapku tak sampai hati, namun aku harus memberi tahu agar mereka tak berharap.

"Apa, Bang?" tanya Azhar menatapku untuk meminta jawaban.

"Sebenarnya Abang sudah tam bekerja lagi," ujarku menunduk. Aku tak berani menatap wajah kecewa mereka.

"Sudahlah, Abang jangan berkecil hati. Mungkin hanya segitu rezeki yang Allah titipkan. Dan Abang tidak perlu memikirkan tentang biaya kuliah aku, karena banyak sedikitnya aku sudah menabung untuk biaya wisuda nanti," jelas Azhar.

Aku sangat bangga mempunyai saudara seperti mereka. Sungguh adik-adikku ini sangat pengertian. Dari dulu mereka sangat mengerti dengan kondisi dan keuangan kami sehingga jarang sekali mereka meminta sesuatu yang diluar kemampuanku.

Bersambung.....

Happy reading 🥰

Terpopuler

Comments

Bundanya Pandu Pharamadina

Bundanya Pandu Pharamadina

kalian bertiga pasti akan sukses dan bahagia

2024-04-27

0

momnaz

momnaz

suka banget cerita nya bagus...ini novel kak othor ke 2 yg aku baca semangat 🤩

2023-10-31

1

Riezka

Riezka

semangat bg azam

2023-06-09

2

lihat semua
Episodes
1 [POV Azzam] Hari pertama bekerja
2 [POV Azzam]Ternyata dia sangat baik
3 [POV Azzam] Menasehati batinku
4 [POV Azzam] Sikapnya yang aneh
5 [POV Azzam]Melindunginya
6 [POV Azzam] Di pecat
7 [POV Azzam] Kembali menyelamatkan
8 [POV Azzam] Ungkapan perasaan
9 [POV Azzam] Ketahuan
10 [POV Azzam] Kekhawatiran Azizah
11 [POV Azzam] Niat meminang
12 [POV Azzam] Rencana Ikha
13 [POV Zulaikha] Keinginan Papa
14 [POV Zulaikha] Ngobrol sore
15 [POV Zulaikha] Kedatangan Mas Azzam
16 [POV Zulaikha] Persyaratan Papa
17 [POV Zulaikha] Menjadi pasangan halal
18 [POV Zulaikha] Hubungan mereka memburuk
19 [POV Zulaikha] Dirumah Mas Azzam
20 Perubahan sikap Papa
21 Ancaman Papa
22 Pergi dari rumah
23 Kembali berseteru
24 Ulang tahun Papa
25 Hinaan keluarga Haidan
26 Menerima tawaran
27 Bersiap untuk pergi
28 Hilang kontak
29 Kesedihan Ikha
30 Kesedihan Ikha 2
31 Pergi
32 Kembali kuliah
33 Wisuda
34 Maafkan aku
35 Perjanjian
36 Calon suami baru
37 Terasa mimpi
38 Bercerita
39 Suntikan dana
40 Teringat kembali
41 Mengetahui tentang Azzam
42 Mulai menyelidiki
43 Mulai mengingat
44 Kejadian
45 Kembali ingatannya
46 Tidak boleh lemah
47 Kabar baik
48 Ingin melahirkan
49 Lahiran
50 Apakah kamu tidak malu?
51 Rencana Sean
52 Perangai Ikha
53 Gagal pergi
54 Rencana jahat
55 Mengetahui
56 Percakapan Sean dan Haidan
57 Bertemu Zizah
58 Pulang kerumah
59 Kembalinya ingatan
60 Bertemu Azhar
61 Memberi pertolongan pada Nadine
62 Bantuan Papa Seno
63 Kekhawatiran Azhar
64 Pertengkaran
65 Penyesalan Azizah
66 Kekecewaan Rehan
67 Sikap Rehan berubah
68 Bertemu para pengecut
69 Rencana busuk mereka
70 Diringkus
71 Jalan-jalan berdua
72 Kelakuan Rani
73 Kemarahan Jay
74 Baikan
75 Menikah
76 Mengetahui tentang Ikha dan Rehan
77 ENDING
Episodes

Updated 77 Episodes

1
[POV Azzam] Hari pertama bekerja
2
[POV Azzam]Ternyata dia sangat baik
3
[POV Azzam] Menasehati batinku
4
[POV Azzam] Sikapnya yang aneh
5
[POV Azzam]Melindunginya
6
[POV Azzam] Di pecat
7
[POV Azzam] Kembali menyelamatkan
8
[POV Azzam] Ungkapan perasaan
9
[POV Azzam] Ketahuan
10
[POV Azzam] Kekhawatiran Azizah
11
[POV Azzam] Niat meminang
12
[POV Azzam] Rencana Ikha
13
[POV Zulaikha] Keinginan Papa
14
[POV Zulaikha] Ngobrol sore
15
[POV Zulaikha] Kedatangan Mas Azzam
16
[POV Zulaikha] Persyaratan Papa
17
[POV Zulaikha] Menjadi pasangan halal
18
[POV Zulaikha] Hubungan mereka memburuk
19
[POV Zulaikha] Dirumah Mas Azzam
20
Perubahan sikap Papa
21
Ancaman Papa
22
Pergi dari rumah
23
Kembali berseteru
24
Ulang tahun Papa
25
Hinaan keluarga Haidan
26
Menerima tawaran
27
Bersiap untuk pergi
28
Hilang kontak
29
Kesedihan Ikha
30
Kesedihan Ikha 2
31
Pergi
32
Kembali kuliah
33
Wisuda
34
Maafkan aku
35
Perjanjian
36
Calon suami baru
37
Terasa mimpi
38
Bercerita
39
Suntikan dana
40
Teringat kembali
41
Mengetahui tentang Azzam
42
Mulai menyelidiki
43
Mulai mengingat
44
Kejadian
45
Kembali ingatannya
46
Tidak boleh lemah
47
Kabar baik
48
Ingin melahirkan
49
Lahiran
50
Apakah kamu tidak malu?
51
Rencana Sean
52
Perangai Ikha
53
Gagal pergi
54
Rencana jahat
55
Mengetahui
56
Percakapan Sean dan Haidan
57
Bertemu Zizah
58
Pulang kerumah
59
Kembalinya ingatan
60
Bertemu Azhar
61
Memberi pertolongan pada Nadine
62
Bantuan Papa Seno
63
Kekhawatiran Azhar
64
Pertengkaran
65
Penyesalan Azizah
66
Kekecewaan Rehan
67
Sikap Rehan berubah
68
Bertemu para pengecut
69
Rencana busuk mereka
70
Diringkus
71
Jalan-jalan berdua
72
Kelakuan Rani
73
Kemarahan Jay
74
Baikan
75
Menikah
76
Mengetahui tentang Ikha dan Rehan
77
ENDING

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!