[POV Zulaikha Haidan]
Malam setelah aku bertemu dengan Mas Azzam, aku mendapati beberapa mobil mewah terparkir di depan rumahku. Aku tidak mengenali mobil-mobil itu. Dengan rasa penasaran aku masuk kedalam untuk melihat siapa tamu yang datang.
"Zulaikha, darimana kamu? Kenapa ponsel kamu tidak bisa dihubungi?" tanya Papa memberondong.
"Ah, ya. Ponselku habis daya, Pa. Aku lupa mengisinya," jawabku beralasan, aku memang sengaja mematikan ponselku agar orang rumah tak mengganggu acara makan malamku dengan Pria yang aku cintai.
"Ayo duduklah, ada seseorang yang ingin berkenalan denganmu," ujar Papa memintaku untuk duduk. Dan aku melihat ada beberapa orang tamu yang duduk di sofa itu.
Kuamati wajah mereka satu persatu, sepertinya mereka sudah kenal dekat dengan Papa, dan aku juga yakin bahwa lelaki yang sebaya dengan Papa adalah rekannya di DPR, dan aku juga melihat ada seorang lelaki muda yang duduk berdampingan dengan Pria baya itu. Seketika jiwa menerka muncul dalam benakku.
Apakah dia lelaki yang dimaksud Papa?
Ah, entahlah aku tidak mengerti. Aku berlagak acuh dan tak ingin ambil pusing, semoga saja tebakan hatiku salah.
"Ikha, perkenalkan, dia Seno. Dia adalah anaknya Om Guntur rekan Papa yang tinggal di Jakarta," ucap Papa memperkenalkan kedua lelaki itu.
Aku hanya mengangguk sembari mengukir senyum tipis, aku sama sekali tak berminat untuk berkenalan dengan lelaki manapun, karena dalam otakku hanya ada satu nama yang selalu memenuhinya, yaitu Mas Azzam.
"Ikha, ayo salim dulu sama Om Guntur dan Seno," titah Papa sembari memukul bahuku dengan pelan.
Dengan terpaksa aku menyalami tangan Pria baya itu, namun saat bersalaman dengan lelaki yang bernama seno membuatku ragu, aku hanya menangkup kedua telapak tanganku ala-ala ukhti. Aku memang tak ingin bersentuhan dengan Pria yang tidak aku sukai.
"Bagaimana Pak Gun, apakah kamu setuju dengan perjodohan ini?" tanya Papa yang membuat kedua bola mataku ingin lompat seketika.
"Baiklah, apakah kamu setuju Seno?" tanyanya pada lelaki itu.
"Aku ikut Papa saja," jawabnya yang membuat aku tak habis pikir, masih adakah lelaki seperti di zaman Siti Nurbaya? Ah, dasar laki-laki bodoh!
Aku melihat Mama hanya tersenyum tipis menatap diriku. Apa yang harus aku lakukan? Kenapa orangtuaku tidak pernah mengerti dengan perasaanku. Rasanya aku ingin pergi saja. Namun aku mengingat bahwa besok malam Mas Azzam akan datang melamarku.
Ah, ya Allah, semoga saja malam ini pikiran Papa berubah dan bisa menerima lamaran Mas Azzam. Aku selalu berharap dan berdo'a semoga ada keajaiban untuk hubungan aku dan Mas Azzam.
Cukup lama mereka berbincang membuatku bosan, aku pamit untuk masuk kedalam kamar. Aku ingin menenangkan pikiranku untuk sesaat. Aku bingung apa yang harus aku lakukan jika mereka benar-benar ingin menikahkan putranya denganku.
Aku segera beranjak ke kamar mandi untuk berbersih, lalu mengambil wudhu untuk sholat isya yang memang belum aku laksanakan. Selesai sholat aku segera memutuskan untuk tidur. Besok pagi aku harus bicara dengan Papa dan Mama. Aku akan mengatakan bahwa Mas Azzam akan datang melamarku.
Pagi-pagi sekali aku sudah bangun, aku sedikit santai karena tidak ada makul pagi. Aku turun dari lantai dua ikut bergabung dengan kedua orangtuaku yang sedang menikmati sarapan pagi.
"Kamu tidak kuliah?" tanya Mama sembari mengisi piringku.
"Nanti siang, Ma," jawabku. Aku menyuap makanan yang ada di piring sembari melirik Papa yang tampak acuh.
"Pa, aku ingin bicara sesuatu," ucapku masih menatap lelaki yang sebenarnya sangat aku kasihi. Namun akhir-akhir ini kami sering sekali cekcok karena ke egoisannya. Aku memang tak sama dengan kedua kakak-kakakku yang memang patuh selalu mengikuti keinginannya.
"Apa?" tanya Papa sembari mengehentikan suapannya sesaat.
"Nanti malam Mas Azzam ingin datang melamarku," jelasku yang membuat ekspresi wajah Papa berubah seketika.
"Tentu saja jawaban Papa kamu sudah tahu," balasnya. Kini giliran ekspresi wajahku yang berubah murka. Aku kesal sekali, entah sampai kapan Papa akan berlaku seperti ini.
"Tapi aku akan tetap ingin menikah dengannya, Pa. Karena dialah lelaki yang aku cintai," jawabku tak ingin mengalah. Mungkin untuk hal lain aku akan mengalah dan mengikuti segala keinginan Papa, tapi tidak untuk urusan jodoh. Aku ingin hidup dengan lelaki pilihan hatiku sendiri.
Brakkk!
"Sekali Papa katakan tidak, maka jawabannya tetap tidak! Papa tidak akan pernah menerima lamaran pria tidak jelas dengan pekerjaannya itu!" Sentaknya sembari menggebrak meja makan.
Seketika air mataku luruh. Batinku sakit sekali. Andai saja dia bukan Papaku, maka aku sudah memaki dan mengumpatnya dengan kesal. Namun aku tetap menahan agar bibirku tak melontarkan kata-kata menyakitkan kepada lelaki yang sedari kecil menjaga dan merawatku dengan penuh kasih sayang.
Aku berdiri dan segera beranjak meninggalkan meja makan. Aku kembali naik kelantai dua masuk kedalam kamar. Kutumpahkan tangisku dengan sepuasnya. Aku tidak akan pernah mau menikah dengan Pria pilihan Papa.
Entah berapa lama aku menangis di dalam kamar. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana hancurnya hati Mas Azzam saat Papa menolak pinangannya.
Apa yang harus aku lakukan sekarang? Apakah aku harus pergi dari rumah ini, dan meminta Mas Azzam untuk menikahiku meskipun tanpa restu orangtua. Tapi rasanya itu tidak mungkin, karena aku tidak ingin membahayakan keselamatan kedua adik-adiknya.
Jika aku kabur bersama Mas Azzam, bagaimana jika nanti Papa menyakiti adik-adiknya.
"Ya Allah, aku mohon berikan aku jalan dari segala masalah ini," Aku bergumam Do'a kepada Tuhanku. Karena hanya Dia yang mampu mengubah segala sesuatunya.
Saat aku masih larut dalam tangisan. Aku mendengar ada ketukan pintu. Aku enggan untuk beranjak dari tempat tidur.
"Ikha, buka pintunya, ini Mama!"
"Untuk apa Mama datang kesini? Mama ingin membujukku agar mau mengikuti keinginan Papa, bukan?" jawabku masih belum beranjak.
"Buka dulu pintunya, Nak!"
Dengan malas aku berdiri dan membukakan pintu untuk Mama. Aku berpikir ada Papa juga. Tapi sepertinya hanya Mama sendiri.
"Ayo kita bicara," ucap Mama membimbing untuk duduk di sofa yang ada dikamarku.
Aku tidak menjawab hanya mengikuti langkah Mama dan segera kujatuhkan tubuhku di sofa empuk itu.
"Ikha, apakah benar Azzam akan datang melamarmu?" tanya Mama dengan nada lembut seperti biasanya.
"Iya, Ma. Tapi aku tidak sanggup saat melihat wajah kecewanya nanti saat Papa menolaknya," lirihku kembali menjatuhkan air mata.
"Tenanglah, apakah kamu benar-benar ingin menikah dengannya?"
"Aku benar-benar ingin menikah dengan dia, Ma, dia adalah lelaki yang aku inginkan, dia begitu sederhana, dan sangat sopan penuh kasih sayang. Aku sangat mencintai dia, Ma," jawabku dengan jujur.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Defi
semangat Ikha, jangan putus asa 💪🌹
2023-06-10
1
Marliana MARLIANA
Kalo jodoh ga bakal kemana..
Smoga niat ati neng ikha tersampaikan...
2023-06-08
1
Sania aja
ayo semangat ikha
2023-06-08
1