Sudah satu minggu lamanya sejak aku berhenti jadi driver. Alhamdulillah aku sudah mendapatkan pekerjaan lagi di sebuah PT pengeboran minyak. Walaupun gajinya tidak seberapa, namun aku sangat bersyukur masih bisa membiayai kebutuhan adikku. Meskipun Azhar sudah bekerja, namun aku tak ingin lepas tanggung jawab sebagai seorang kakak.
Siang ini aku baru saja bangun, baru dua hari aku masuk malam. Aku bekerja mempunyai schedule yang disebut "Empat belas tujuh" Yaitu tujuh hari masuk malam, tujuh hari masuk siang. Dan tujuh hari lagi libur.
Dengan kesibukanku yang baru maka sedikit membuatku melupakan gadis itu. Aku berusaha untuk meyakinkan hatiku bahwa kami tidak akan mungkin bisa bersama.
Dan tak akan mungkin pula Mbak Ikha menyukai diriku. Mungkin tangisannya saat itu hanya merasa tak enak hati karena ayahnya tetiba saja memecatku secara tidak baik.
Aku segera duduk dan meraih handuk yang tergantung di belakang pintu. Aku keluar dari kamar untuk menuju kamar mandi. Kulihat tak ada siapapun, aku baru ingat bahwa hari ini Azizah sudah mulai masuk sekolah.
Selesai mandi aku membuka tudung saji, tak ada makanan apapun. Jika pagi Azizah memang tak sempat masak. Aku memutuskan untuk mencari makan siang keluar. Dengan menggunakan sepeda motor aku mencari Ampera yang ada di sekitaran tak jauh dari kediamanku.
Diperjalanan aku kembali teringat dengan Mbak Ikha, ada apa dengan perasaanku saat ini? Kenapa aku tidak bisa melupakannya walau hanya sesaat. Tanpa kusadari kini sepeda motor yang aku kendarai sudah berada di depan gedung universitas tempat gadis itu menuntut ilmu.
Aku menepikan motorku sembari menatap kedalam, setidaknya aku dapat melihat wajahnya walau sesaat saja. Lama aku duduk di atas motor sembari menunggu gadis itu keluar dari kampus.
Sudah hampir satu jam, akhirnya yang aku tunggu terlihat juga. Kulihat Mbak Ikha berjalan menuju parkiran, namun langkahnya terhenti saat seorang lelaki meraih tangannya dengan memaksa masuk kedalam mobilnya.
Kembali perasaanku tak tenang. Aku sudah tahu siapa lelaki itu. Aku segera menggeser posisi motorku sedikit menjauh dari gerbang kampus. Kulihat mobil itu keluar meninggalkan gedung perkuliahan itu.
Aku tak berpikir panjang lagi. Segera ku kenakan helm dan kulajukan sepeda motorku memacu mobil sport yang dikendarai lelaki arogan yang bernama Amar. Ku amati jalanan yang dia tuju bukanlah mengarah kekediaman anggota dewan itu.
Perasaanku semakin tak tenang, lapar yang aku rasakan hilang seketika. Aku takut akan terjadi hal buruk pada Mbak Ikha. Tatapanku lurus kedepan tak aku biarkan kehilangan jejak mereka.
Semakin lama mobil itu semakin jauh dari kota, hatiku bertanya-tanya, kemana dia akan membawa gadis itu? Aku menambah kecepatan kendaraan roda dua yang sedang aku kemudi.
Aku sudah tak peduli seberapa jauh jarak yang aku tempuh, yang jelas aku tak ingin kehilangan jejak mereka. Hatiku berkata bahwa ada hal yang tidak beres.
Aku mengurangi kecepatan kendaraanku saat melihat mobil itu memasuki sebuah gang kecil. Kuberi jarak agar Amar tak curiga dengan kehadiranku.
Kulihat mobil itu berhenti di sebuah bangunan yang belum selesai. Kenapa dia membawa Mbak Ikha ketempat ini? Apa yang ingin dia lakukan pada gadis itu?
Bermacam pertanyaan menyeruak dalam hatiku. Perasaanku semakin tak tenang. Aku memarkirkan motor dengan jarak sedikit jauh dari bangunan itu. Kulihat Amar menarik tangan Mbak Ikha dengan paksa membawanya masuk kedalam.
"Amar, lepaskan aku! Jangan kurang ajar kamu!" pekik Mbak Ikha dengan amarah menyala.
"Jangan banyak bicara kamu Ikha! Ayo cepat masuk!"
"Tidak! Aku tidak mau!"
"Kamu masih saja berani melawanku! Dasar wanita keras kepala!" Dengan cepat Amar membopong tubuh wanita itu untuk membawanya masuk kedalam bangunan itu.
"Amar, lepaskan aku!" Mbak Ikha masih berusaha memberontak dengan memukul punggung lelaki itu.
Amar tak menghiraukan seruan wanita itu. Dia masih saja membawany untuk segera masuk kedalam bangunan setengah jadi itu.
Dengan kasar Amar menjatuhkan tubuh Mbak Ikha dilantai kasar sehingga wanita itu meringis menahan rasa saki.
"Apa yang akan kamu lakukan? Kenapa kamu membawaku ketempat ini?!" pekiknya dengan air mata yang sudah jatuh berderai.
"Jika kamu tidak bisa menerimaku secara baik, maka akan kubuat dirimu menerimaku dengan caraku sendiri!" Kulihat Amar mendekati Mbak Ikha. Dengan paksa dia melu mat bibir gadis itu.
Seketika hatiku terasa sakit melihat pemandangan itu, rasanya aku sudah tak sabar ingin segera merontokkan rahang Pria itu.
PLAK!
Mbak Ikha menampar wajah Amar dengan kuat. "Beraninya kau melakukan hal itu padaku!" ucapnya dengan tatapan menyala.
"Beraninya kau padaku? Dasar wanita sialan!"
Amar ingin menampar wanita itu, namun dengan cepat aku menahan tangannya sehingga menggantung di udara. Dia terjingkat melihat kehadiranku disana.
"Mas Azzam!" seru wanita itu dengan senyumannya.
"Brengsekk! Kau kembali mencari gara-gara denganku? Akan kub unuh kau!" Dia segera melayangkan kepalan tangannya padaku, namun aku segera menangkis, dan segera kutendang perutnya sehingga dia tersungkur kelantai.
Dia kembali berdiri, lalu mengeluarkan sebuah belati yang tersisip di pinggangnya dengan secepat kilat mengayunkan padaku.
"Mas Azzam, awas!" Pekik Mbak Ikha. Aku segera menghindar, namun senjata yang mempunyai mata timbal balik itu mengenai tanganku sehingga d4r4h segar mengalir begitu saja.
"Hahaha... Mampus kau! Akan kuhabisi nyawamu sekarang!" Dia kembali menyerangku dengan menghujamkan belati itu.
Aku secepat kilat menghindar, lalu menangkis tangannya dan segera kupelintir hingga benda tajam itu jatuh terlepas dari pegangannya.
Ku ambil benda itu dan ku arahkan padanya. Namun dengan cepat dia berlari meninggalkan tempat itu dan segera melajukan kendaraannya dengan rasa takut yang begitu menghantui.
"Mas Azzam, tangan kamu banyak mengeluarkan d4r4h, Mas," seru Mbak Ikha segera menghampiri aku.
"Tidak apa-apa, Mbak, nanti akan berhenti sendiri d4r4hnya," jawabku sembari mencari kain untuk menghapus d4r4h merembes yang telah mengenai lengan kemeja yang aku kenakan.
"Tidak apa-apa bagaimana, lihatlah semakin banyak keluar," ucapnya yang seketika meraih belati di tanganku, lalu dengan cepat memotong pinggiran rok yang dia kenakan, lalu membalutkan pada tanganku yang luka.
"Mbak, kenapa harus merobeknya?" tanyaku tidak setuju.
"Tidak masalah, hanya pinggirnya saja. Yang penting kita harus menghentikan agar d4r4h tak lagi keluar," jawabnya masih fokus membalut lukaku.
Aku mengamati wajah cantik itu dengan dalam, seketika tatapan kami bertemu, dan jantungku kembali berdetak kencang saat aku menatap bola mata bening itu.
Aku segera memutus tatapan itu, aku tak ingin larut dengan perasaanku. Aku sangat bersyukur karena bisa menyelamatkan dirinya.
"Mas Azzam, terimakasih banyak karena telah menyelamatkan aku, sungguh aku tidak tahu apa yang akan terjadi bila kamu tak datang menyelamatkan aku," ucapnya menatap sendu. Seketika dia memeluk tubuhku dengan tangis haru.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Defi
Dengan kejahatan yg sudah Amar lakukan terhadap Ikha, apa Pak Haidan masi juga membela Amar..
2023-06-05
2
herdaize
Amar biang kerok nya ....
2023-06-05
0
Syarifah
makin seru
2023-06-05
0