Sore ini seperti biasanya, aku duduk di pelataran yang ada di parkiran kampus. Sembari menghilangkan kejenuhan dalam menunggu, maka aku memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitaran gedung perkuliahan ini.
Aku mengamati sekeliling perkarangan kampus, sungguh sangat berbeda dengan kampus yang standar. Ini adalah kampus mahal memang kalangan orang berduit yang bisa kuliah disini.
Saat aku masih fokus menatap sekeliling gedung itu, namun aku merasakan ada seseorang yang menabrak tubuhku.
BRUGH!
"Aewhh!" seru seseorang yang sudah jatuh terjerembab kelantai.
"Ah, Maaf maaf," ucapku segera membantunya untuk berdiri kembali.
"Iya tidak apa-apa," jawabnya sembari memperbaiki penampilannya yang sedikit kusut.
"Kamu baru kuliah disini?" tanyanya dengan senyum ramah.
"Bukan, saya bukan mahasiswa disini," jawabku jujur.
"Terus? Oh aku tahu, kamu pasti sedang jemput pacar kamu yang kuliah disini, iya 'kan?" ucapnya menebak dengan salah.
"Hehe, kamu salah, aku ini seorang driver. Aku sedang menunggu majikanku."
"Oh begitu. Oya, nama aku Nadine." Dia mengulurkan tangan dan menyebutkan nama. Aku menyambut uluran tangan itu dengan senang hati.
"Nama aku Azzam."
"Senang sekali bisa berkenalan dengan Mas Azzam, aku panggil "Mas" saja ya, sepertinya lebih tua dari aku," ucapnya tersenyum ramah.
"Iya, tidak apa-apa." Aku hanya menjawab sekenanya saja. Sepertinya aku harus kembali melanjutkan perjalananku untuk mengelilingi kampus ini.
"Mas Azzam mau kemana?" tanyanya masih berdiri dihadapanku, sedikit heran, kenapa dia tak kunjung pergi?
"Aku cuma mau jalan-jalan, mau lihat-lihat sekeliling kampus ini," jawabku jujur sekali.
"Yaudah, ayo aku temani." Dia segera meraih tanganku dan menggandengnya.
Aku sedikit risih dan tak nyaman di perlakukan seperti ini. Dan aku juga melihat bermacam tatapan orang-orang pada kami.
"Nadine, aku rasa kita tidak perlu bergandengan tangan seperti ini, karena tidak enak dilihat orang," ujarku mencoba menarik tangan dari genggaman gadis aneh menurutku itu.
"Mas Azzam!" panggil seseorang yang seketika menjatuhkan tumpukan buku ditangannya.
"Ah, Mbak Ikha!" Aku segera mengejar gadis cantik itu untuk membantunya memungut buku-buku yang berserak.
"Tidak usah, Mas!" sentaknya meraih buku yang sedang aku pegang. Wajahnya nampak merah padam dengan menyorot tajam. Tanpa bicara apapun ia segera berlalu dari hadapanku.
Aku hanya diam terpaku melihat sikap gadis itu yang berubah seketika. Ada apa? apa salahku? Banyak pertanyaan dalam otakku.
Aku segera mengejar gadis itu. Sesaat langkahku terhenti kembali saat Nadine menghadang di depanku.
"Mau kemana Mas Azzam?"
"Aku mau pulang dulu."
"Apakah Mas Azzam drivernya Zulaikha?"
"Ah, ya. Aku adalah drivernya Mbak Ikha. Kalau begitu aku pamit dulu ya." Aku segera berlari mengejar gadis itu yang sudah semakin jauh.
Setibanya di parkiran aku segera membukakan pintu mobil, seperti biasanya dia selalu duduk di depan. Kulihat raut wajahnya yang masih kesal padaku.
"Kita mau kemana, Mbak?" tanyaku sebelum menjalankan kendaraan roda empat itu.
"Jalan saja dulu, Mas, nggak usah banyak tanya," jawabnya sewot.
Aku hanya mengangguk patuh tak menghiraukan ucapannya yang kurang berkenan dihati. Aku mencoba untuk berpikiran positif, mungkin dia sedang ada masalah sehingga menjadi badmood.
Kini kendaraan yang aku kemudi sudah membelah jalan raya. Aku sengaja memelankan laju kendaraan itu. Tak tahu kemana arah tujuan, karena tak mendapat perintah dari gadis itu.
"Mbak, kita mau kemana?" tanyaku sekali lagi.
"Kemana aja, terserah kamu saja, Mas!" jawabnya masih ketus. Aku semakin bingung.
"Mbak, apakah saya punya salah? Apakah ada kesalahan yang tak sengaja saya lakukan?" tanyaku mencoba untuk mencari tahu.
"Salah kamu itu kenapa tidak menungguku?" jawabnya semakin membuatku tak mengerti.
"Menunggu? Bukankah saya selalu menunggu Mbak Ikha?"
"Tapi kenapa kamu harus jalan dengan wanita lain?"
Seketika aku terkesiap mendengar ucapannya. Apakah yang dia maksud adalah Nadine, gadis yang tadi tak sengaja aku tabrak?
"Apakah maksud Mbak Ikha wanita yang tadi bersamaku?" tanyaku mencoba untuk memastikan.
Dia hanya diam saja. Ya Allah kenapa sulit sekali bicara dengan wanita yang sedang badmood. Apa salahnya bicara dengan jelas agar aku tak menjadi bingung bin serba salah begini!
Aku menghela nafas dalam, aku tak lagi bertanya, rasanya percuma saja bicara bila perasaannya sedang bermasalah.
"Ke restoran seafood, Mas," ucapnya, namun tak mengalihkan tatapan dari badan jalan.
"Baik Mbak!"
Aku segera mengarahkan kendaraan itu ke restoran seafood. Saat mobil sudah berhenti, Mbak Ikha segera turun tanpa menunggu aku membukakan.
Aku hanya diam berdiri di samping pintu. Aku berniat untuk masuk kembali kedalam mobil untuk rebahan sejenak sembari menunggu gadis cantik itu makan.
"Mau kemana, Mas?" tanyanya membalikkan tubuhnya menghadap padaku.
"Ah, saya tunggu di dalam mobil saja, Mbak," jawabku dengan mengangguk ramah.
"Kenapa, kamu tidak mau makan bareng sama aku, Mas? Kamu lebih senang diajak makan bareng sama Nadine?" tudingnya yang membuat aku kembali dibuat menjadi serba salah.
"Bu-bukan begitu, Mbak, tapi...."
"Kalau begitu ayo kita makan sekarang!" ucapnya memotong pembicaraan aku.
Aku hanya bisa menghela nafas dalam dan memasok rasa sabar tak terkira untuk menghadapi gadis itu. Ku ayunkan langkah mengikuti dirinya masuk kedalam restoran mewah itu.
Kami memilih sebuah meja yang berada di pojokan. Mbak Ikha segera memesan makanan tanpa menanyakan padaku menu yang aku mau. Sebagai seorang supir, aku hanya ikut saja, beruntung ditraktir makan enak, jadi tak perlu banyak tanya lagi.
Aku benar-benar lupa bahwa diriku mempunyai riwayat alergi seafood. Mungkin saking tak pernah aku memakannya sejak kecil, karena Ibu dan Ayah tak pernah memberiku makanan yang berjenis seafood. Dari mulai udang, cumi, kerang, dan yang lainnya. Dokter mengatakan bahwa aku tidak boleh memakannya, karena sistem kekebalan tubuhku salah merespon protein yang berasal dari makanan laut itu sendiri.
Saat semua makanan sudah terhidang, aku baru mengingat bahwa aku tidak bisa memakannya. Aku hanya diam tak melakukan apapun. Bagaimana jika nanti alergiku kambuh?
"Mas Azzam, ambil makannya, Mas. Kok bengong?" tanya Mbak Ikha menatap heran.
"Ah, Mbak saya sebenarnya masih kenyang," jawabku merasa tidak enak untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Kenapa, Mas? Kamu tidak mau makan bareng aku?"
"Bukan, bukan begitu maksud aku, tapi sebenarnya aku alergi dengan seafood, Mbak." Akhirnya aku mengatakan yang sebenarnya, aku tidak mau bila makannan itu mengganggu kesehatanku.
"Masa sih? Tapi tadi kamu tidak bilang sama aku, atau kamu memang sudah kenyang karena diajak makan bareng sama Nadine di kantin," tudingnya kembali dengan tatapan curiga.
"Benaran, Mbak, aku tidak bohong. Yaudah, kalau begitu aku makan." Akhirnya aku mengalah. Entah kenapa aku tidak ingin membuat gadis itu kecewa. Apapun akan aku lakukan demi membuatnya tenang. Semoga makanan ini tidak menjadi masalah bagi kesehatanku.
Bersambung....
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Defi
Ikha sampai kesini udah kelihatan posesifnya.. Semoga penyakit alerginya uda sembuh ga kambuh lagi ya Zam
2023-06-03
3
herdaize
Ngalah saja dulu Azzam, setelah itu lihat hasilnya semoga tidak bermasalah dengan alergi nya💪💪😍
2023-06-03
1