Aku segera mengisi piringku dengan makanan laut itu. Dengan membaca Do'a berharap tak ada masalah dengan kesehatanku. Rasanya enak sekali, sungguh ini pertama kali aku makan seafood setelah aku dewasa.
Aku makan dengan lahap hingga aku sudah tak menghiraukan riwayat penyakit yang aku punya. Mbak Ikha menatapku dengan senyuman. Entah apa yang ada dalam pikirannya, mungkin dia mentertawakan aku. Beginikah ciri-ciri orang yang alergi seafood?
Ah, entahlah aku tak ambil pusing, yang jelas aku tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Kunikmati rezeki didepan mata.
"Mas, kamu dan Nadine pacaran ya?"
Uhhuk! Uhhuk!
Aku keselek makanan yang ada di tenggorokan. Pertanyaan macam apa itu? Bagaimana mungkin dia mengira aku pacaran dengan gadis itu?
"Minum dulu, Mas. Pelan-pelan makannya," ucapnya sembari menyodorkan sebotol air mineral.
"Ah terimakasih, Mbak." Aku segera meneguk air putih itu hingga setengah.
Aku tak lantas menjawab pertanyaannya, karena aku masih menikmati makanan itu hingga perutku terasa kenyang.
"Mas, kok nggak dijawab? Dugaan aku benar ya? Sejak kapan kamu dan Nadine menjalin hubungan?" tanyanya kembali.
Ksudahi makanku, lalu meminum sisa air mineral yang berada diatas meja. Sepertinya aku harus menjelaskan bahwa aku dan gadis yang bernama Nadine itu tak ada hubungan apa-apa.
Aku melihat dia selalu menatapku untuk meminta jawaban. Tetiba hatiku berkata, apakah dia cemburu pada Nadine. Haha... Aku benar-benar bodoh, kenapa bisa berpikiran seperti itu. Mana mungkin dia cemburu, memangnya aku siapa? Ah, otakku benar-benar telah kacau.
"Saya dan Nadine tidak ada hubungan apa-apa, Mbak. Tadi saya tidak sengaja menabraknya saat saya mengelilingi kampus untuk menghilangkan rasa bosan," jelasku dengan jujur.
"Benarkah? Tapi kenapa aku lihat Mas Azzam menggandeng tangannya?"
"Ah, Mbak salah lihat, bukan saya yang menggandeng, tapi dia. Saya tadi sedang berusaha melepaskan tangannya karena tidak enak dilihat orang." Aku masih berusaha untuk menjelaskan.
Tak ada sahutan dari bibir gadis cantik berlesung pipi itu. Terlihat raut wajahnya kembali ceria dan senyum manisnya sudah bisa kuamati lagi.
Saat kami hendak meninggalkan restoran tiba-tiba ada seseorang menarik tangan Mbak Ikha. Tentu saja membuatnya terkejut.
"Amar, kamu mau apalagi?" tanyanya berusaha melepaskan pegangan tangan Pria itu.
"Ikha, kita perlu bicara! Ayo ikut denganku!" ucapnya sembari menarik tangan gadis itu.
"Lepas, Amar!" Mbak Ikha menghempaskan tangan Pria itu dengan kasar.
"Ikha, aku harus tahu kenapa kamu memutuskan hubungan kita secara tiba-tiba?"
"Aku sudah jelaskan bahwa dari dulu aku memang tak pernah ada perasaan denganmu. Hubungan itu karena permintaan kedua belah pihak keluarga, aku tidak ingin memaksakan perasaanku, karena selama ini aku sudah berusaha untuk mencoba menerima kamu, namun hati tak bisa dipaksakan. Jadi mulai sekarang tolong jangan ganggu aku lagi!"
Mbak Ikha segera berlalu dari hadapan Pria itu, namun sepertinya dia belum bisa menerima penjelasan gadis itu.
"Ikha, tunggu dulu!" Dia kembali meraih tangan wanita itu.
"Apalagi, Amar? Lepaskan aku!"
"Tidak!" Dia semakin memegang tangan Mbak Ikha semakin kuat sehingga gadis itu meringis kesakitan.
"Tolong lepaskan! Jangan bertindak kasar dengan wanita!" ucapku segera meraih tangan Pria itu untuk melepaskan dari tangan Mbak Ikha.
BUGH!
Dia memberiku pukulan cukup keras sehingga hampir membuatku limbung kebelakang. Aku berusaha untuk tetap tenang, tak ingin terpancing emosi.
"Heh! Kamu jangan ikut campur urusan aku dan dia! Emang kamu siapa, hah?! Apakah kamu penyebab putusnya hubungan kami?" tudingnya dengan emosi yang sudah meledak.
"Jaga ucapan kamu, Amar! Kenapa kamu melibatkan orang lain? Dia adalah supir aku!" sentak Mbak Ikha.
"Oh, ternyata dia supir kamu, tapi enak banget ya, bisa diajak makan di restoran mewah seperti ini? Apakah dia supir spesial?" ucapnya dengan senyum mengejek.
"Terserah kamu mau bicara apa. Ayo Mas Azzam!" Mbak Ikha menarik tanganku untuk meninggalkan Pria yang bernama Amar itu.
"Ikha, aku belum selesai bicara!" Lelaki itu masih saja ingin mencari gara-gara. Dia kembali meraih tangan Mbak Ikha.
Aku yang sudah mulai hilang kesabaran maka dengan spontan kulayangkan kepalan tanganku kewajahnya.
BUGH! BUGH!
"Jangan mengganggu dia lagi! Apakah kau tak mempunyai telinga?" ujarku dengan geram.
"Dasar supir sialan! Beraninya kau padaku!" Dia kembali membalasku dengan pukulan, namun dengan sigap aku menangkis pukulannya sehingga kami diamankan oleh petugas keamanan disana.
Mbak Ikha membawaku untuk segera beranjak meninggalkan restoran itu. Aku juga tak ingin menambah masalah. Maka dengan cepat kulajukan kendaraan yang sedang aku kemudikan.
Diperjalanan kami hanya saling diam. Tak tahu apakah aku salah bila ingin melindungi gadis ini? Apakah aku akan mendapatkan masalah nantinya? Ah, tak kupikirkan, yang jelas sekarang Mbak Ikha sudah selamat dari gangguan lelaki arogan itu.
"Mbak, kita mau kemana?" tanyaku berusaha untuk memecah keheningan.
"Kerumah Mas Azzam saja," jawabnya yang membuat aku menatap tak mengerti.
"Kenapa harus kerumah saya, Mbak?" tanyaku tak paham.
"Karena aku merasa nyaman disana."
Jawabannya membuat aku tak mampu lagi untuk berkata. Apa yang membuatnya nyaman di tempat sederhana itu, tak ada pendinginan ruangan, dan juga minim dari segala kemewahan.
"Apakah Mas Azzam keberatan bila aku mampir kesana?" tanyanya memecah lamunanku.
"Ah, b-bukan begitu, Mbak. Saya hanya bingung saja."
"Kenapa bingung, Mas?"
"Ya, apa yang membuat Mbak Ikha nyaman dirumah sederhana itu?"
"Karena disana aku bisa bebas mau melakukan kegiatan apa saja, Adik-adik Mas Azzam begitu baik dan ramah. Kalian penuh kekeluargaan dan saling mengasihi. Aku rindu dengan momen seperti itu," jelasnya dengan mata berkaca-kaca.
Aku hanya diam, tak tahu harus bicara apa. Jika itu yang membuatnya nyaman, maka aku tidak mungkin melarangnya datang kesana, paling tidak untuk membuat suasana hatinya lebih baik lagi.
Aku hanya mengangguk paham, dan segera mengarahkan kendaraan roda empat itu menuju kediamanku. Sesaat tatapan kami kembali bertemu. Entah kenapa jantungku selalu berdegup ketika pandangan kami beradu.
"Mas Azzam, terimakasih ya atas bantuan kamu. Maaf sudah melibatkan kamu dengan masalahku," ucapnya dengan tatapan sungkan.
"Tidak perlu minta maaf, Mbak, saya tidak akan membiarkan siapapun yang akan menyakiti Mbak Ikha," jawabku dengan mantap tanpa kusadari bahwa ucapanku membuat gadis itu menatapku dengan dalam.
"Kenapa Mas Azzam melakukan itu?"
"Ah, k-karena Mbak Ikha adalah majikan saya," elakku dengan cepat.
"Benarkah hanya karena itu? Bagaimana jika nanti Mas Azzam sudah tak menjadi supirku lagi, apakah masih mau melindungi aku dari gangguan lelaki jahat seperti Amar?" tanyanya yang membuat aku semakin gugup.
"Ah, t-tentu saja, Mbak." Kembali aku menjawab dengan yakin.
Bersambung....
Happy reading🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Defi
ayo saling terbuka biar ga ada lagi sikap canggung
2023-06-04
2
herdaize
Eeaaaa mulai dah ada saling perhatian 😀😀
2023-06-04
1