Glorva gelagapan melihat tatapan intimidasi Nean, "Da-danau, tentu saja aku kesini mau melihat danau" Gelagapnya.
Setelah mendengar jawaban Glorva, Nean pergi begitu saja meninggalkannya, tentu saja Glorva yang tanpa sadar langsung mengikutinya.
Sadar bahwa dirinya diikuti, Nean menghentikan langkahnya lagi, lalu membalikan badannya dan menatap Glorva kesal "Bukankah tadi kau bilang ingin melihat danau?" kesalnya pada Glorva.
Glorva melongo, "Astaga, tanpa sadar aku mengikutinya, seharusnya aku tidak boleh terlalu menonjol dihadapannya" Batin Glorva, ia kebingungan mencari alasan agar bisa kabur dari hadapan Nean.
Glorva menyengir, "Ah itu, ini sudah sore jadi aku harus pulang dan menyiapkan diri untuk seleksi besok, sampai jumpa" Ujarnya cengengesan, lalu berlari meninggalkan Nean yang terpatung kebingungan.
''Apa apaan orang itu" Heran Nean, lalu ia melanjutkan langkahnya untuk pulang.
...----------------...
Jidante melihat Glorva yang duduk didepan rumah sambil memasang wajah sendunya,
"Kenapa wajahmu terlihat sedih seperti itu, apakah kau gagal seleksi?" Tanya Jidante saat melihat Glorva yang pulang dengan raut wajah sedih.
Glorva melepas kedua sepatu kulitnya, lalu tertawa remeh, "Kakek bicara apa, tidak mungkin aku gagal dalam seleksi yang sangat mudah itu" Jawab Glorva.
Jidante kemudian kembali menebak nebak, "Kalau begitu apakah penyamaranmu gagal? Aku sudah merubah warna rambutmu dengan sihir, apa aku perlu merubah warna bola matamu?" Tawarnya memasang wajah serius.
Glorva mendecih, "Bukan itu masalahnya, penyamaranku tidak gagal dan warna bola mataku tidak perlu dirubah" Jawab Glorva yang langsung menghela nafasnya kasar.
Pasalnya Jidante menyarankan Glorva untuk melakukan penyamaran agar tidak ada yang bisa mengenalinya sebagai keturunan cahaya, dengan begitu ia bisa bersekolah di akademi tanpa harus diburu, selain itu Glorva juga tidak ingin Nean mengenalinya karna mereka pernah bertemu 5 tahun yang lalu, jadi ia menyetuju saran dari Jidante.
Jidante kemudian mengubah warna rambut Glorva yang putih menjadi hitam dengan sihirnya, itu karna hanya pemilik sihir cahaya yang mempunyai rambut berwarna putih bersih, selain itu tak ada yang bisa melakukan sihir perubahan warna rambut kecuali seseorang yang memiliki sihir elemen kegelapan seperti Jidante.
Selain itu Jidante berniat untuk mengubah bola mata biru terang Glorva yang juga merupakan ciri khas dari seseorang pemilik sihir cahaya, tapi Glorva menolaknya. Jidante setuju karna bola mata biru bukankah hal yang akan dicurigai karna ada beberapa orang yang memilikinya meski bukan keturunan cahaya.
"Lalu apa yang membuatmu memasang wajah sedih itu?" Tanya Jidante lagi.
"Entahlah, aku hanya sedih karna Nean jadi tidak bisa mengenaliku" Lirihnya sendu.
Jidante terkekeh, "Jadi hatimu goyah setelah melihat Nean dengan langsung? Bukankah kau tidak ingin dia mengenalimu?" Godanya.
"Tidak, hatiku tidak goyah tuh, aku tetap harus menyelamatkannya dan tidak boleh menaruh perasaan padanya, karna aku harus membuatnya bahagia dengan Eirla" Jelas Glorva dengan tegas, tapi Jidante tau bahwa ada keraguan pada ucapan Glorva.
"Jika kau ingin membuat Eirla dan Nean bersama, lalu bagaimana dengan Wivon?" Tanya Jidante yang membuat Glorva tertegun, Glorva merenung sejenak.
Dua tahun yang lalu Glorva memutuskan untuk memberi tahu semua rahasianya kepada Jidante, termasuk fakta bahwa dia datang dari dunia lain. Tak hanya itu, Glorva juga memberi tau semua rencananya agar Jidante dapat membantu persiapannya, dan untungnya Jidante mau percaya setelah Glorva mengungkapkan banyak bukti.
"I-itu" Glorva nampak ragu.
"Hei, bukankah kau yang bilang bahwa kau benci dengan pengorbanan demi mewujudkan kebahagian?" UjarJidante,
"Tapi asal kau tau, itulah alasan pengorbanan itu ada" Lanjutnya lagi.
Glorva nampak menyimak, Jidante menghela nafasnya pelan, "Seseorang akan rela berkorban untuk mewujudkan kebahagiaan seseorang yang mereka sayangi, seperti yang kau lakukan saat ini untuk Nean, bahkan kau berniat akan mengorbankan nyawamu" Ujar Jidante sembari menyindir.
"Itu hal yang berbeda" Decih Glorva.
Jidante tersenyum, "Pengorbanan yang tulus bukanlah hal yang buruk, berbeda dengan pengorbanan yang dipaksakan'' Jelasnya.
"Pengorbanan yang tulus adalah sesuatu yang memang diinginkan oleh seseorang, hingga ia akan melakukan apapun untuk orang yang ingin ia lindungi, ini sama seperti keinginanmu sekarang yang ingin melindungi Nean"
"Sedangkan pengorbanan yang dipaksakan'' adalah pengorbanan yang tidak dikehendaki oleh orang yang akan berkorban, dalam artian lain dia dipaksa untuk berkorban demi kepentingan orang lain, contohnya adalah para penyihir cahaya yang diburu" Jelasnya lagi yang membuat Glorva tersadar, entah mengapa hatinya tiba tiba bergetar dan terasa sakit.
Glorva seketika teringat oleh kehidupan di dunianya dulu, dimana pamanya tega membunuhnya untuk merebut semua harta yang ia miliki, Glorva kemudian memejamkan matanya, ia menghela nafas, "Jadi apa yang harus aku lakukan?" Tanyanya pada Jidante.
"Itu artinya kau harus membiarkan Eirla memilih, dan Nean ataupun Wivon harus bisa menerima keputusan Eirla" Ujarnya, Jidante memegang bahu Glorva, "Kau juga berhak bahagia, karna kau diberi kesempatan untuk hidup di dunia ini bukan untuk mati berkorban, tapi untuk bahagia" Lanjutnya.
Glorva tersenyum tipis, "Itu benar, tapi aku tidak akan bisa bahagia jika melihat Nean mati terbunuh, aku tidak mau hidup di dunia ini tanpa adanya Nean" Tegasnya, lalu ia beranjak dan masuk ke kamarnya.
"Anak itu memang keras kepala" Batin Jidante mengusap dadanya.
Glorva merebahkan dirinya dikasur, ia menatap langit langit sembari mengingat kembali alur dari cerita Novel Sinar Bulan Sabit yang ia baca.
"Yang aku ingat Wivon dan Eirla bukanlah orang jahat, kematian Nean juga bukan karna mereka, tapi kenapa aku selalu merasa resah melihat Nean yang terlalu dekat dengan Eirla" Batin Glorva.
"Penjahat utama dicerita ini adalah Raja dan Duke Deus, tapi kenapa aku terus merasa ada yang ganjal" Kesal Glorva yang memukul mukul bantalnya.
"Tidak mungkin aku cemburu kan, itu tidak boleh" Lanjutnya lagi prustasi. Malam sebelum seleksi kedua, Glorva menjadi tidak fokus karna memikirkan perasaan dan pikirannya yang tidak sinkron.
...----------------...
Disisi lain, seseorang dengan pakaian full hitam menunduk memberi hormat, "Salam yang mulia, ada apa anda memanggil saya tengah malam seperti ini"
"Apakah kau sudah berhasil menemukan keturunan cahaya itu?" Tanyanya.
Pria berkerudung hitam tersebut membungkuk, "Maaf yang mulia, kami belum menemukan jejaknya" Jawabnya.
"Teruslah melakukan pencarian, jangan sampai ayah curiga" Perintahnya.
"Maaf yang mulia, tapi yang mulia raja juga tengah melakukan pemburuan terhadap keturunan cahaya"
Wivon menunjukan senyum smirknya, "Kalau begitu kita harus menemukannya terlebih dahulu" Ujarnya, "Satu lagi, pastikan kau menyembunyikan mereka dengan benar, jangan sampai identitas mereka ketahuan" Perintahnya lagi.
"Baik yang mulia, saya pastikan orang orang itu tidak akan ditemukan, kalau begitu saya permisi" Pamitnya, lalu menghilang dari hadapan Wivon dengan cepat.
Wivon kemudian menghembuskan nafasnya kasar, ia beranjak dan membuka jendela kamarnya.
"Aku harus menghacurkan orang itu dengan cepat" Ujarnya dengan nada serius, ia mengepalkan kedua tangannya, "Dia harus segera berakhir" Lanjutnya lagi, ia menampilkan senyum smirknya yang nampak menyeramkan, semua orang tidak akan ada yang percaya jika Wivon dengan wajah malaikatnya bisa memasang ekspresi menyeramkan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
🔵🍾⃝Ɲͩᥲᷞⅾͧเᥡᷠᥲͣh❤️⃟Wᵃf࣪𓇢𓆸
wkwk bagi glorva easy aja itu🤣
2023-06-27
0
Secret
Duh jdi curiga sm wivon
2023-06-27
1