6. Perpisahan

Pagi pagi sekali Glorva bangun dan meninggalkan kamar Mevin untuk bergegas. Tapi sebelum itu, Ia menatap wajah bengkak Mevin akibat terlalu banyak menangis, ia terus memandang Mevin untuk terakhir kalinya, "Wajah ini, saat besar pasti akan tampan sekali," Lirih Glorva terkekeh. Setelah puas memandang, ia beranjak keluar dan berganti baju.

Setelah bersiap, Glorva keluar dari kamarnya, disana ia sudah melihat kedua orang tuanya dengan satu sosok asing yang tak pernah ia lihat.

"Sini Glorva, beri salam dengan guru Jidante" Ujar Meden yang melihat Glorva berdiri dari kejauhan.

Jidante yang tengah berbincang dengan Tenden pun langsung menoleh kearah Glorva, lalu tersenyum simpul. "Ternyata kau sudah sebesar ini, apakah kamu sudah siap pergi denganku?"

Glorva mendekat, lalu ikut duduk bersama di meja makan, "Ah ya, tapi izinkan aku makan masakan ibu untuk terakhir kalinya'' Ucapnya tersenyum tipis, lalu mengambil makanan yang sudah disediakan untukmu.

Senyum Tenden dan Meden kemudian memudar, namun mereka tetap berusaha menyembunyikan raut kesedihan diwajah mereka. "Makanlah yang banyak, ibu memasak semua ini memang khusus untukmu" Ujar Meden memecah keheningan.

"Hahaha siapa bilang kalau ini adalah yang terakhir kalinya kamu memakan masakan ibumu? Saat keadaan mulai membaik, kau bisa kembali" Sahut Tenden yang berusaha menghibur Glorva.

Glorva berusaha tersenyum sambil mengunyah makanannya. "Itu sudah seharusnya, aku pasti akan kembali pada kalian, jadi jangan kaget saat melihat perubahanku saat kembali nanti" Jawab Glorva yang tersenyum menutupi wajah sedihnya.

"Bukankah dia terlihat terlalu dewasa diusianya yang masih dini?" Bisik Jidante pada Tenden sambil terkekeh.

"Yah begitulah, aku kadang merasa kalah dewasa dengannya" Balas Tenden yang juga terkekeh.

"Ibu, bisakah ibu membungkus kan makanan ini untukku?" Tanya Meden dengan mulut yang masih penuh.

Meden terkekeh melihat tingkah putrinya, "Kamu ini, setidaknya habiskan dulu makanan dimulutmu" Jawabnya

Semua orang disana pun tertawa melihat pipi Glorva yang kembung karna dipenuhi oleh makanan.

Saat selesai makan, Glorva pun baru sadar akan sosok baru dihadapannya. "Maaf kakek, saya tadi makan tanpa memperkenalkan diri terlebih dahulu, maafkan ketidaksopanan saya" Ujar Glorva yang baru sadar akan kebodohannya, ia langsung kalap setelah melihat masakan Meden.

Tenden yang kaget mendengar Glorva menyebut Jidante dengan sebutan kakek pun langsung menegurnya. ''Glorva, panggil dia guru Dante, dia adalah seorang mantan ahli sihir yang sangat kuat, dia juga guru ibumu dulu, kau harus memanggilnya dengan hormat" Tegur Tenden pada Glorva, mendengar hal itu, Glorva jadi tambah semangat.

"Benarkah? Berarti ada orang yang lebih kuat dari ibuku? Berarti kakek, ah maksudku guru Jidante adalah orang yang tepat untukku" Sahut Glorva dengan mata yang berbinar.

Meden dan Jidante menggeleng pasrah, "Tolong maafkan atas ketidaksopanan anak kami" Ujar Tenden pada Jidante.

Jidante menggeleng, lalu tertawa lepas. "Hahaha dia persis seperti Davia, ibunya. Aku yakin dia bisa melampaui kehebatan ibunya hahaha. Tak apa, aku lebih suka kau memanggilku kakek, jadi panggil saja aku begitu" Ucap Jidante dengan tawanya.

Glorva pun ikut tertawa, ''Baiklah, aku akan menanyakan banyak hal nanti, jadi persiapan dirimu kakek" Jawab Glorva yang kembali membuat semua orang tertawa.

Disaat Glorva sudah selesai dengan makanannya, ia menggendong tas ransel yang berisi barang bawaannya, tak lupa juga ia menenteng bekal terakhir dari ibunya.

"Ibu dan ayah harus menjaga kesehatan kalian, karna kalian harus menyambutku saat aku kembali nanti, kalian harus berjanji" Ujar Glorva dengan tawa yang bergetar, namun ia tetap menampakkan senyum diwajahnya.

Meden yang menahan tangis sekuat tenaga pun ikut tersenyum. "Tentu, kami tidak sabar melihat kehebatan mu kelak, jadi berlatih lah dengan baik" Ucap ibunya memeluk Glorva hangat.

"Jangan terlalu merepotkan Guru Jidante, dan yang paling penting, kau harus tetap hidup, berjanjilah untuk hal itu Glorva" Sambung Tenden yang juga ikut memeluk tubuh mungil putrinya.

Jidante yang menyaksikan perpisahan keluarga kecil tersebut hanya bisa tersenyum tipis. "Akan ku pastikan keselamatan Glorva aman bersamaku, jadi kalian hanya perlu fokus untuk menjaga diri kalian dan putra kalian" Ujar Jidante pada Tenden dan Meden.

Mendengar ucapan Jidante, Glorva menyadari bahwa Mevin belum muncul untuk mengantar kepergian. "Ck anak itu, untung aku sudah menduganya dan menghampirinya kemarin malam" Batin Glorva yang sedih karna Mevin tidak ada saat ia akan pergi.

"Baiklah kalau begitu, kami berdua pamit, jaga diri kalian" Ujar Jidante pada orang tua Glorva, ia pun memegang lengan Glorva dan bersiap untuk berangkat.

"Tunggu kek" Potong Glorva yang menahan langkahnya.

"Ibu, tolong berikan ini pada Mevin saat ia keluar nanti" Pesan Glorva, ia menyerahkan kalung dengan permata ungu gelap.

Meden pun kaget, "Bukankah ini peninggalan ayahmu? Harusnya kamu membawanya" Ujar Meden yang menolak kalung tersebut.

"Aku masih punya peninggalan dari ibu, lagi pula Mevin sangat mengagumi ayah dan menginginkan kalung itu dari dulu, aku yakin dia bisa menjaganya dengan baik" Bantah Glorva, kemudian ia menghampiri Jidante yang sudah menunggunya.

"Kalau begitu aku pergi ibu, ayah, titipkan juga pesanku pada Mevin bahwa dia harus bisa mengalahkan ku saat bertemu nanti" Pesan Glorva sambil tersenyum, lalu ia pun melangkah sambil terus melambaikan tangannya kepada orang tuanya, wajahnya masih diisi oleh senyuman manisnya. Tenden dan Meden pun membalas lambaian Glorva dengan senyuman diwajah mereka, hingga akhirnya Glorva semakin jauh dan tak terlihat.

Saat memastikan Glorva tak terlihat, Meden langsung ambruk dengan tangis yang kencang. "Hiks, pada akhirnya aku yang tidak siap ditinggalkan oleh Glorva, hiks" Tangis Meden dipelukan Tenden.

Tenden pun berusaha tegar dan menenangkan istrinya. "Ini demi kebaikannya, percayakan semuanya pada Glorva, ia pasti akan kembali suatu saat nanti, dan kita akan kembali berkumpul" Ujar Tenden.

"Ya, karna kitalah yang menyuruhnya untuk pergi, itu pasti lebih berat untuk Glorva, tapi tetap saja dia sudah seperti anakku, butuh waktu untukku bisa ikhlas" Isak Meden.

Tenden pun mengangguk, ia mengelus kepala istrinya pelan, "Aku tahu, menangislah sepuasnya, kamu sudah berhasil menjadi ibu yang tegar saat dihadapannya, sekarang kamu bisa meluapkan semuanya" Ujar Tenden. Meden pun terus terisak dalam waktu yang cukup lama.

Disisi lain, Mevin yang sedari tadi memperhatikan kepergian Glorva dari jendela kamarnya juga kembali menangis dalam diam, ia tak mau mengantar kepergian Glorva karna takut kalau dia akan mengacau dan tak jadi membiarkan Glorva pergi. Oleh sebab itu saat ini ia menangis sambil memeluk sepucuk surat yang ditinggalkan oleh Glorva untuknya.

...----------------...

Glorva yang sudah jauh berjalan dari rumahnya sibuk menghapus air matanya, ia tak mau menangis dihadapan mantan ahli sihir yang saat ini akan membimbingnya.

"Menangis saja, kau tidak perlu menahannya didepanku" Suruh Jidante tanpa menatap Glorva, itu karna ia menghargai privasi Glorva.

"Tidak, menangis hanya akan membuatku semakin sakit karna akan terus teringat dengan mereka, jadi aku tidak ingin menangis" Tegas Glorva, Jidante pun terkekeh.

"Tidak mau menangis tapi kau terus mengusap air matamu" Kekeh Jidante.

Glorva kembali mengusap air matanya. "Ini yang terakhir kalinya, akan kujamin air mata ini tidak akan keluar lagi" Tegasnya, Jidante pun tertawa karnanya.

"Lihatlah putrimu Davia, dia tumbuh dengan luar biasa" Batin Jidante sambil menatap langit yang cerah.

"Huftt, rasanya aku ingin kembali berlari pulang dan memeluk mereka, kaki ini sulit dikendalikan" Batin Glorva yang terus melangkah dengan rasa sesak didadanya.

Jidante dan Glorva pun terus melangkah menelusuri hutan untuk pergi ke tempat yang jauh, dimana tempat itu hanya Jidante yang bisa memasukinya.

...----------------...

Isi surat Glorva yang ditinggalkan untuk Mevin

"Untuk kakakku, Mevin.

...Usap dulu air matamu agar kau tidak membasahi surat yang ku tulis dengan penuh cinta ini. Aku tau kau suka menangis, tapi aku tidak membencinya karna itu menunjukkan hatimu yang lembut, aku pergi bukan berarti kita tidak akan bertemu lagi, kau pasti paling tau alasanku pergi bukan? Terimakasih karna selama ini sudah melindungiku, padahal kau begitu baik, tapi aku sempat salah paham karna aku kira kau mulai menjauhiku, haha maafkan aku. Aku titip ibu dan ayah padamu, berhenti merasa bahwa dirimu lemah, kau hanya kurang percaya pada dirimu sendiri. Saat bertemu nanti, kita akan bertarung dengan serius, jadi berlatihlah dengan baik untuk bisa mengalahkan ku, karna aku juga akan menjadi orang yang sangat kuat saat kembali nanti. Salam sayang dari adik tercantikmu, Glorva."...

Terpopuler

Comments

Richie

Richie

hadirrrrrrrrrrr

2023-07-07

0

Richie

Richie

grs2 bwt apa

2023-07-07

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!