Teman Masa Kecil Elian

Raina mengelap meja dengan perasaan aneh, seperti ada yang mengganjal. Sesekali ia menyentuh dahinya yang tadi disentuh lama oleh Elian.

Sebelum pergi bekerja tadi, Raina harus menghilangkan radiasi kekuatan dan aroma khas yang ada dalam dirinya. Karena setelah terikat dalam pernikahan, aroma dan aura Raina berubah. Sebenarnya Raina tidak merasakan adanya perubahan dalam dirinya, hanya saja banyak yang berkata kalau kekuatan gadis itu menguar dalam jarak cukup jauh jika berada diluar barier. Dikhawatirkan mengundang musuh.

Jadi, Elian menyamarkan itu dengan cara menyentuhkan telunjuknya di kening Raina cukup lama. Entah apa yang dilakukannya, sampai Raina melirik ke arah lain karena tidak mau bertatapan dengan Elian.

"Huufff..."

Akhirnya selesai. Raina melirik jam dinding, sekitar 30 menit lagi dia akan pulang.

BRAK!

Raina tersentak. Marella masuk dengan wajah yang tak bersahabat. Yah, walaupun memang seperti itu wajahnya jika berhadapan dengan Raina.

Wanita itu masuk ke ruang ganti. Langkahnya amat lebar dan ekspresinya seperti habis ditipu bandar judi.

Raina tak mau ambil pusing. Yang penting, dia akan pulang dan sebelum itu, singgah dahulu ke rumah sang ayah yang telah ia rindukan.

"Hei!"

Lili baru datang, mencolek pinggang Raina. "Pengantin baru kok sudah kerja saja!"

"Sssttt!" Raina langsung membekap mulut Lili. Spontan gadis itu melipat bibirnya saat Raina melepaskan bekapan dan mendelik tajam.

Bibir Lili mengerucut. "Aduh, kenapa sampai seperti itu, sih. Sudah mirip ratu serigala." Lili duduk di kursi tanpa berganti seragam terlebih dahulu. Hari ini, dia masuk shift yang berbeda dengan Raina.

"Kamu pasti tahu."

"Iya, deh." Lili kembali memasang wajah ceria. Dia menarik tangan Raina sampai gadis itu duduk disampingnya, lalu berbisik. "Gimana, enak tidak jadi pengantin baru? Hihihi.."

"Isk. Apa sih, Lili. Tidak ada yang seperti itu di kamus kami. Kau jelas tahu, aku menikah karena perjanjian ayahku." Raina kembali berdiri, menyiapkan pekerjaan terakhirnya di dapur.

"Iya. Tapi, masa kau tidak merasakan bagaimana dia menciummu? Aku rasa, dia sudah jatuh cinta padamu, Rai."

"Berhentilah beromong kosong. Sana, ganti bajumu karena sebentar lagi akan pergantian shift."

Lili terkikik. Lalu mendekati Raina, memeluknya. "Soal tanaman itu, aku berhutang budi padamu. Sejak kau datang, semua tumbuh dengan sangat baik. Bahkan tanah yang kami teliti juga sangat subur. Penuh dengan zat hara."

"Baguslah. Aku senang kekuatanku berguna."

"Sangat berguna." Tandas Lili, melepaskan pelukan dan menuju ruang ganti. Dia berpapasan dengan Marella di depan pintu, mengabaikan perempuan itu dan segera masuk berganti baju.

Marella masih dengan suasana terbakar. Es yang ada di dalam dirinya bahkan tidak bisa membuatnya dingin. Sejak kemarin perasaannya tersakiti dengan berita buruk yang ia dengar.

Marella melihat Raina baru saja keluar dari pintu untuk membuang sampah. Melihat gadis itu di waktu emosinya meledak seperti sekarang, seperti ingin melampiaskan saja padanya.

Marella mencuci tangan. Menggosoknya dengan kuat. Dalam hatinya mengutuk perempuan yang menjadi istri Elian, sambil mencari cara agar bisa menemui dan membunuhnya.

TRANG!

Tak sengaja tangan Marella menyenggol gelas hingga terjatuh dan pecah. Tepat bersamaan dengan Raina yang baru masuk dan berdiri di ambang pintu menatap pecahan gelas. Dia berusaha menyimpan perintah supaya gelas itu tidak kembali utuh secara tiba-tiba di depan Marella.

"Kenapa kau diam disitu? Cepat bereskan ini!" Sentaknya pada Raina. Marella langsung pergi dengan ******* kasar dan tersungut-sungut kesal. Hampir saja dia mencelakai Raina, menjadikan gadis itu pelampiasan.

"Rai, ada apa?" Lili keluar. Matanya mengikuti pergerakan gelas yang pecah kembali utuh di atas meja.

"Kau merasa sesuatu?" Tanya Raina tanpa menjawab Lili.

Mata Lili menyipit. "Sesuatu?"

Raina mengangguk. Dia berjalan ke westafel dan mencuci tangan. "Kekuatan Marella. Besar sekali. Aku bisa merasakannya sampai seperti ada sesuatu yang menolak tubuhku untuk masuk tadi." Jelas Raina. Dia tadi berdiri di ambang pintu karena besar kekuatan Marella memenuhi dapur, hingga terasa penuh dan Raina sulit melangkah masuk.

"Tidak. Aku tidak merasakannya. Kenapa ya, padahal aku cukup sensitif soal pancaran kekuatan orang lain."

Raina pernah merasakan ini. Yaitu saat Elian tengah dalam keadaan marah. Hanya saja, tidak sebesar Marella. Kepingan es yang diciptakan Marella pun tahan dan tidak cari berjam-jam lamanya.

Raina jadi berpikir. Apakah jika seseorang itu marah, aura tubuh dan kekuatannya semakin tajam? Raina sendiri tidak tahu bagaimana dengan kekuatannya. Dia belum pernah marah besar, tetapi beberapa orang merasa radiasi kekuatannya begitu kuat.

Setelah pamit pada Lili, Raina keluar dari pintu belakang. Dia tadi menaiki bus karena tempat tinggalnya sekarang sudah lebih jauh. Sekarang dia ingin menemui ayahnya terlebih dahulu.

Baru membuka pintu belakang, Raina melihat Marella membelakanginya, mengobrol dengan seseorang.

Raina menepi, mundur kembali saat dilihatnya ada Elian disana. Sejenak Raina termenung. Aura yang dirasakannya sangat kuat. Apa mereka akan berkelahi?

'Jangan keluar.'

Raina membelalakkan mata. 'E-elian...' dia terkaget karena mendengar suara Elian di pikirannya.

'Tetap disana atau keluar dari pintu depan.'

Sejak kapan dia bisa berbicara dengan Elian melalui telepati?

Raina tergerak, ingin mengintip sedikit. Ingin tahu apa yang dua orang itu bicarakan. Dia pun memiringkan tubuh dan melihat dengan sebelah matanya.

"Kau.. bisa-bisanya..."

Raina tegak kembali. Dia mendengar suara Marella parau. Wanita itu... menangis.

Raina pun berjalan ke depan, pulang menuju rumah ayahnya walau sepanjang jalan Raina memikirkan hubungan dua orang itu.

Tadi, Elian sangat tenang. Berbeda dengan Marella yang tampak emosional. Menangis dan mengepalkan tangan. Mereka memiliki hubungan seperti apa? Terakhir Raina melihat Marella tampak begitu marah saat Elian datang. Lalu sekarang dia menangis.

Entahlah. Raina akan menanyakannya pada Elian nanti.

"Ayah..."

Raina mencari Damian ke seluruh ruang. Namun tidak ada. Kamarnya juga tampak rapi. Sepertinya Damian pergi.

Raina menghela napas. Ya sudahlah, besok dia akan datang lagi sampai bertemu dengan Damian.

Raina masuk ke kamarnya, mengambil beberapa barang yang ia butuhkan. Setelah memasukkan semua barang-barang ke Ransel, Raina bersiap pergi.

"Aaaah!!"

Gadis itu berteriak kaget sampai tas yang ingin dia bawa terjatuh. Elian sudah berdiri di ambang pintu. Sejak kapan? Tidak ada suara pintu atau apapun. Tiba-tiba sudah muncul saja. Membuat wajah Raina kesal seketika.

"Sudah selesai?" Tanya pria itu tanpa ekspresi.

"Sudah." Raina menyandang tasnya di sebelah bahu. Melewati Elian begitu saja.

Elian mengikuti langkah Raina berjalan menuju halte. Gadis itu enggan pergi dengan kecepatan yang biasa Elian lakukan. Katanya, perutnya mual dan memilih menaiki bus saja.

Raina pula sempat mengusir. Katanya, Elian bisa pergi saja duluan. Tapi anehnya, lelaki itu mengekori Raina.

"Kau tidak pulang?" Tanya Raina. Berbalik sebentar, lalu berjalan lagi.

"Ini mau pulang."

Elian berjalan cepat, melewati Raina. Tak lupa mengambil alih tas yang sejak tadi Raina selempangkan saja disebelah bahunya. Elian tahu, itu berat. Tapi gadis itu enggan meminta tolong padanya.

Melihat itu, Raina melengos dan mengejar Elian yang meninggalkannya jauh di depan sana.

~

Untuk pertama kali dalam hidupnya, Elian menaiki bus. Selama ini, dengan berjalan cepat saja sudah membuatnya sampai ke tempat tujuan dalam beberapa detik. Tapi kali ini, dia terpaksa berada diantara orang-orang yang sesekali meliriknya.

Elian berdehem. Terasa sesak, padahal bus tidak begitu padat.

"Sudah kubilang, pulang saja duluan. Kenapa kau mengikutiku?" Bisik Raina pada Elian yang duduk di sampingnya. Gadis itu tahu Elian tidak nyaman.

Elian berdecak kecil. Tadinya memang dia ingin pergi. Tapi entah kenapa kakinya malah melangkah mengikuti Raina begitu saja.

"Omong-omong, kau.. bagaimana bisa berbicara melalui telepati?"

Elian melirik Raina sebentar. Sebenarnya dia sudah lama ingin membuka telepati dengan Raina. Tapi baru ada kesempatan pagi tadi, saat dia menyentuh dahi Raina untuk membantunya menyamarkan warna kekuatan gadis itu, sekalian membuka telepati.

"Bisa saja." Jawab Elian singkat.

Raina mencebik. Jawaban itu sungguh tak membuatnya puas. Tadi juga, dia mencuri dengar pembicaraan Elian dengan Marella. Namun Raina tidak mendapat informasi apa-apa. Ia mengira, mereka berbicara melalui telepati.

"Aku tahu dia juga serigala." Ucap Raina. Lalu menoleh pada Elian. "Apa dia saudaramu?"

"Bukan." Elian langsung tahu siapa yang dimaksud Raina. Lalu dia berujar. "Hati-hatilah padanya."

"Kenapa? Dia teman kerjaku."

"Kau tahu dia tidak menyukaimu."

"Tapi aku tidak menganggapnya musuh. Hanya saja..." Raina memeluk ransel di pangkuannya. "Aku merasakan kekuatan yang begitu besar darinya."

Elian diam. Sebenarnya dia tidak ingin membicarakan Marella. Hubungan mereka tidak baik. Lebih tepatnya, Elian yang enggan berurusan dengannya.

"Tapi, kenapa dia menangis? Aku dengar dia kecewa padamu. Soal apa? Kau ada hubungan ya, dengannya? Aku baru tahu dia bisa menangis juga. Lalu, apa dia- aduh!" Raina mengusap-usap keningnya yang disentil Elian.

"Jangan banyak pertanyaan." Elian kembali menghadap depan. Dia sudah suntuk karena bus ini lamban sekali berjalan. Seharusnya dia sudah di rumah satu jam yang lalu.

"Aku tanya Morgan saja. Aku yakin dia tahu banyak hal."

Elian menoleh, menatap Raina dalam diam. Namun sorot matanya memancarkan ketidak sukaan. Sampai akhirnya Raina menghela napas.

"Hah. Baiklah. Aku tidak akan bertanya padanya." Raina kembali menghadap depan. Elian memang pria yang aneh. Tatapannya tajam sekali. Siapapun yang melihatnya, pasti merasa segan. Seperti ada aura yang membuat orang mau tak mau tunduk padanya.

"Dia teman kecilku."

"Apa?" Raina spontan menoleh. Matanya tak berkedip sampai Elian melanjutkan.

"Hubungan kami baik, sampai dia memutuskan untuk jatuh cinta padaku."

"Jatuh... cinta??" Beo Raina.

Elian ingat, tepat saat gerhana bulan delapan tahun yang lalu. Saat dimana Marella melolong di atas bukit Sierra dan mengagungkan nama Elian dan bersumpah untuk memberikan cintanya.

Sebelumnya, sudah Elian katakan, bahwa dia tidak ingin Marella melakukan itu. Sebab Elian juga tidak ingin bersumpah. Elian lebih suka dirinya yang sekarang, tidak ingin mencintai siapapun karena baginya, itu akan merepotkannya.

Gerhana bulan yang selalu datang, membuat Elian kian bersembunyi dari Marella. Karena pada saat gerhana bulan, para serigala akan jatuh cinta jika bertemu dengan seorang gadis. Jatuh cinta yang dalam, dan abadi.

Malam tepat saat pertama kali Raina dan Elian bertemu, adalah malam yang akan terjadinya gerhana matahari total. Dimana Marella akan menjebak Elian, dan menyerukan perintah pada banyak makhluk di seluruh hutan untuk mencari keberadaan Elian dengan imbalan yang besar.

Di saat itulah, Elian diserbu banyak makhluk yang membuatnya terluka parah. Elian ingin bersembunyi karena tidak mau bersama Marella di saat gerhana terjadi. Dia tidak ingin jatuh cinta dengan wanita yang sudah dia anggap sebagai sahabatnya itu.

Dan waktu itulah, Elian bertemu dengan Raina. Yang mau tak mau harus ada di dekatnya lantaran ia terluka hebat.

Ingat saat Elian kabur setelah berhasil disembuhkan Raina? Dia tidak ingin bersama gadis itu saat gerhana terjadi, walau pada akhirnya, Elian kembali karena tahu Morgan mendekati gadis itu.

Kehadiran Elian waktu itu di kafe pula, mendapat amarah dari Marella karena Elian menghindarinya, dan memblokir telepati diantara mereka.

Tentu juga Marella berang karena banyak makhluk yang bilang, bahwa malam gerhana itu, Elian bersama seorang wanita. Marella saat itu berpikir bahwa Elian pasti telah mencintai seseorang itu.

"Jadi, dia mencintaimu, Elian?"

Elian tersadar dari lamunan singkat, lalu mengangguk. "Ya."

"Mati aku!" Raina menyandarkan kepalanya. Ia peluk erat ransel di pangkuan. Nampaknya dia akan dalam bahaya jika saja Marella tahu siapa yang telah menikah dengan orang yang telah wanita itu cintai.

To Be Continued....

**hm.... Ketemu juga visual yang mirip-mirip Elian..**

Terpopuler

Comments

Imot Thea

Imot Thea

kapan nih Up lg... setia menunggu 🤔🤗

2023-10-27

0

moazarine

moazarine

Bagus kok eliannya. model2 serigalanya dapet..

2023-10-24

2

Nurul Shafinas

Nurul Shafinas

/Good/

2023-10-23

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!