Baru membuka mata, Raina langsung bangkit dari tempat tidur. Sebuah handuk kecil jatuh dari dahinya. Sang ayah pasti khawatir mendapati tubuh Raina yang panas tinggi tanpa pria tua itu tahu bahwa itu respon dari energi baru yang masuk ke tubuhnya.
Raina berjalan perlahan menuju belakang rumah yang dipenuhi pepohonan. Dia tidak sabar untuk mengeluarkan sesuatu yang baru dalam tubuhnya.
Tanah masih basah, udara pula sangat dingin. Begitu juga tetesan embun yang berjatuh dari dedaunan, membuat suasana ini cocok untuk mencoba energi baru yang masih membuatnya penasaran setengah mati. Kenapa dan apa penyebabnya hingga percikan api ini mampu mengalirkan energi keseluruh tubuhnya.
Kini Raina berdiri menatapi pohon-pohon yang akan menjadi korbannya.
Dia ingat bagaimana Morgan mementik api dari jarinya. Maka begitu pula Raina memulainya.
Dia menjentikkan ibu jari dan telunjuk. Tapi api itu tak keluar. Tak mau berhenti, Rai mengulangnya sekali lagi, namun tak ada api yang keluar.
Kembali ditatapnya telapak tangan yang masih berbekas hitam hingga punggung tangan. Raina yakin dia tidak mimpi dan energi api itu masih ada di tubuhnya. Dia bisa merasakan panas mengalir bersama darahnya.
"Sekali lagi."
Rai menarik napas perlahan. Ia berusaha memfokuskan dirinya. Dalam pikirannya tengah memerintah tubuh untuk mengeluarkan energi api itu dan...
BURR!
Bola mata Rai ikut menggambarkan api yang berkobar di tangannya.
"Nice!"
Raina tersenyum puas melihat api yang berhasil ia keluarkan. Sekarang tinggal pengenalan.
"Aku tidak tahu apakah kau sengaja atau tidak masuk ke tubuhku. Tapi..." Mata Rai menatap satu pohon yang ia kunci untuk dijadikan korban. "Mari kita kenalan."
Raina menelan ludah. Tubuhnya sedikit bergetar karena merasa kaku dengan yang satu ini.
"Sekali saja, oke?" Raina ingin tembakannya berhasil hanya satu kali supaya tidak membuat kekacauan besar atau mengakibatkan kebakaran hutan. Pasti akan merepotkan ditambah satu orang temannya merupakan pecinta tanaman. Dia bisa disika Lili habis-habisan kalau sampai membuat rusak pohon.
Raina menghitung dalam hati. Tepat hitungan ketiga, dia melemparkan api itu ke pohon besar. Tapi sial, apinya mati saat terkena batang yang basah.
Raina mengerutkan dahi. Begitu saja mati?
"Oke, sekali lagi."
Raina fokus lagi, hanya sekali percobaan api langsung keluar. Nampaknya dia sudah mulai bisa melakukannya.
Dilemparkannya lagi api itu sekuat tenaga ke pohon lain. Api berhasil menyala hanya beberapa detik, lalu mati. Tak kuat karena batang pohon itu cukup besar sementara api yang dikeluarkan kecil.
Hah. Raina menghela napas. Ternyata cukup sulit juga. Kalau dipikir-pikir, tadi malam Morgan melakukannya dengan mudah padahal api yang dikeluarkan sangat kecil, di ranting yang basah pula. Kenapa dia sangat sulit melakukannya?
"Baiklah. Satu kali lagi."
Kembali gadis itu memusatkan fokus pada satu energi dalam tubuhnya. Satu kali lagi dan dia mencoba mengeluarkan energi lebih besar.
"Oke. Satu.. dua.."
"Raii!!"
Blarr!!!
Raina menganga. Api besar berkobar disalah satu pohon.
"Ah shitt!" Umpatnya kemudian berlari ke pintu belakang. Disusul Lili yang juga masuk dan keluar membawa satu ember air.
Mereka menyiram pohon itu sampai apinya benar-benar mati dan meninggalkan bekas bara disana.
Raina terduduk di tanah dengan napas tak beraturan. Lelah, tentu saja. Energinya hampir terkuras ditambah ia harus berlari kesana kemari demi memadamkan api akibat perbuatannya.
Ditengah napas yang sesak, Lili mematung menatapnya. Gadis itu ikut duduk perlahan tanpa berkedip menatap Raina.
"Rai. Kau..."
Ah. Lili. Dia ketahuan.
~
Lili menganga mendengar cerita Raina. Tentu saja dia berbohong soal bagaimana ia bisa mendapatkan energi api.
"Jadi.. kau terkena api dan..." Lili tak bisa melanjutkan ucapannya. Baginya ini terlalu mengerikan, ditambah bukti titik hitan di tangan Raina bagian tengahnya.
"Ayahku belum tahu soal ini. Jadi, kuharap kau bisa menjaga rahasia."
"Kau tenang saja soal itu." Lili menjauhkan tangan Raina yang terasa panas.
"Tapi kau bisa-bisanya melampiaskan semua ini pada pohon-pohon! Kau gila, hah?"
Yah, Rai tahu dia akan disemprot habis-habisan soal pohon ini.
Lili berdiri. Dia menyentuh batang pohon yang sempat terbakar tadi.
"Maafkan aku. Aku akan menghukum orang itu, kau tenang saja." Ucapnya pada si pohon sembari melirik Rai dengan tajam. Dan tak lama, batang yang terbakar itu kembali utuh dan bersih seperti semula.
"Good job!" Pujinya pada si pohon yang langsung meninggi dan tampak lebih subur.
Lili memberikan sentuhan pada pohon itu lagi, hingga keluarlah juntaian batang-batang kecil pohon yang membentuk seperti ayunan, kemudian Lili pun duduk dan berayun disana.
"Kau tidak ingin ceritakan pada ayahmu? Kenapa?" Tanya Lili.
"Entahlah. Aku hanya tak ingin dia khawatir."
Lili mengangguk lambat. Rambutnya terbang kesana kemari melawan angin.
"Lili, pernahkah kau mendengar soal kekuata double seperti yang kupunya ini?"
"Pernah. Tapi aku tidak peduli sampai saat ini aku melihatnya secara langsung." Lili melompat dari ayunannya yang langsung merambat naik keatas pohon sementara Lili duduk disamping Raina.
"...memiliki beberapa kekuatan. Maksimal lima."
Mata Raina membulat. Lima, katanya?
"Tapi aku tidak tahu apakah itu benar atau tidak. Pasalnya, aku belum pernah melihat ini secara langsung. Dua saja, baru kau yang punya. Apalagi lima. Bayangkan saja bagaimana kerasnya tubuh itu mengalirkan lima energi sekaligus."
Benar. Saat ini saja Rai merasa sangat lelah seperti lari berkilo-kilo meter. Tapi kenapa ya, api ini masuk ke tubuhnya? Nampaknya Rai harus bertemu Morgan sekali lagi.
...🦊...
Kembali ke dapur, saat dimana Raina mencuci piring bekas makan pelanggan. Sejak tadi ia berganti tugas dengan Shani yang kelelahan kesana-sini mengantar pesanan. Tubuhnya yang gemuk itu memang terkadang sulit diajak kompromi. Untung saja Rai selalu mau jika diajak bertukar.
"Aku akan pulang cepat." Ujar Lili, menyandarkan bokongnya di westafel sebelah Raina.
"Ada apa?"
"Ayah memintaku mengunjungi lab perlindungan tanaman. Ada penyakit tanaman baru yang harus kutangani."
"Senang rasanya jika kekuatanmu dibutuhkan." Kata Raina sembari mengibaskan tangannya setelah selesai mencuci semua piring.
"Kau juga. Aku bahkan takjub dengan kekuatanmu."
Yah, mungkin saja begitu. Walau tetap saja, kekuatan ini tak boleh banyak orang tahu sebab bisa membahayakan dirinya sendiri.
TRING
Angin berhembus mengenai wajah Rai bersamaan dengan terbukanya pintu depan.
Raina merasakan aura yang sangat kuat memenuhi ruangan ini. Dia menebak, pasti ada makhluk kuat yang masuk ke dalam. Tapi bukan satu, melainkan dua. Dua aura kuat yang membuat Rai bergidik.
"Hum? Kau kenapa?"
Lili menyadarkannya. Membuat Raina memasang telinga saat mendengar sambutan dingin dari luar sana.
"Selamat datang."
Itu suara Marella, tak seceria biasanya saat menyambut pelanggan. Membuat Raina segera mendekat ke balik pintu dan mengintip dari sana, diikuti Lili yang penasaran.
"Apa, sih? Hah?!" Lili menutup bibirnya yang terbuka setelah mengintip dan mengenali wajah seseorang yang baru masuk.
"I-itu.. bukankah dia.. manusia serigala?" Bisik Lili dengan takut-takut. Sementara Raina masih terus mengintip kesana.
Benar, itu Elian. Mau apa dia kesini? Apa dia tahu kalau dirinya bekerja disini?
Tapi dari pada itu, Rai penasaran, aura yang dirasakannya tadi adalah milik Elian. Hanya dia yang disana. Siapa satu lagi? Jelas Rai merasakan dua aura yang berbeda, menguar tiba-tiba dan memiliki besar kekuatan yang sama.
"Ada hubungan apa dia dengan Marella?" Tanya Lili dengan tatapan menyidik tajam kedepan. Dia bisa merasakan ketidak sukaan Marella pada manusia serigala itu walau dia tetap menuliskan pesanan sang serigala.
"Li, ayo kembali." Rai menarik Lili untuk menjauh dari pintu karena sebentar lagi, Marella akan menempelkan kertas orderan di jendela penghubung dapur dan menitahkan untuk mengantar pesanan. Sambil mengomel, biasanya.
Tepat setelah mereka berdiri didekat meja dapur, Marella tanpa ucapan apapun menempelkan orderan dan kembali ke depan.
Ada yang aneh. Apakah Marella mengenal Elian dan tidak dalam hubungan yang baik, kelihatannya.
Lili mengambil pesanan, lalu membuatkannya dengan wajah gelisah menghadap Raina.
"Kau saja yang antarkan."
Raina dengan cepat menggelengkan kepala.
Lili berdecak, tapi mau tak mau ia mengantarkan kopi pesanan Elian.
Raina kembali mengintip. Tapi bukan kearah Elian, melainkan Marella yang sejak tadi menahan amarah dengan menggenggam kuat ujung meja yang menjadi pelampiasannya. Entah kenapa Rai merasa bahwa Marella yang mengeluarkan aura kuat ini.
Ada yang aneh saat itu. Marella seperti mengeluarkan uap dari tangannya, sampai ia akhirnya keluar dari kafe dengan hentakan kaki yang menggambarkan kekesalan hatinya.
"Mau kemana?" Bisik Lili yang baru saja mengantar pesanan saat melihat Rai keluar dari pintu menuju meja yang menjadi korban Marella tadi.
Dia diam sebentar memperhatikan sesuatu berwarna putih kebiruan menempel di sisi meja.
"Apa ini?" Lili mengambilnya dengan sedikit keras karena benda itu menempel dengan asap yang masih terlihat pada benda itu.
Lili menganga, "es?" Dia menoleh kesana kemari memperhatikan sekelilingnya. "Ini sedang tidak hujan salju tapi kenapa ada serpihan es yang menempel di meja?"
"Marella. Dia.. punya kekuatan sebesar itu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
moazarine
ayo Reina copy tuh kekuatan marella😂😂👍🏻
2023-09-27
2
Cipluk Wibisono
ternyata Marella juga punya kekuatan.masih belum paham aku pen..mana tokoh yg baik,mana tokoh yg jahat...
2023-09-26
2
Naliska
wah tambah seru ni pen, makin byk yg punya kekuatan.
2023-09-26
1