Elian Manusia Serigala

Beberapa tahun yang lalu....

"Bagaimana, Damian. Kau menyetujuinya, kan?"

Daminan meletakkan beberapa lembar kertas di atas meja. Dia sudah membaca isi perjanjian tertulis yang dibuat oleh lelaki tua bernama William Olimpus.

"Aku berhutang banyak pada anda, tuan. Tapi..."

Mata Damian beralih pada sang putri semata wayang. Satu-satunya harta berharga yang ia miliki.

"Damian, jika putrimu menolak, aku pun tidak akan memaksanya. Tapi, aku berharap banyak pada kalian."

Damian menarik napasnya. Lalu memanggil sang putri untuk duduk mendekat.

"Ada apa, Ayah?"

Damian mengelus rambut Raina. "Nak, dengarkan ayah."

Raina diam menunggu ayahnya menyelesaikan ucapannya.

"Raina, jika besar nanti, menikahlah dengan Elian. Dia cucu dari tuan William." Damian tak tahu harus bicara apa pada putrinya. Dia hanya ingin Raina mengingat itu dalam pikirannya sampai ia besar, bahwa dirinya telah dijodohkan oleh seorang bernama Elian.

"Siapa Elian?" Tanya Raina polos.

"Raina, pergilah jalan-jalan. Kelilingi rumah ini. Jika bertemu dengan laki-laki yang tampan, dialah yang akan menikah denganmu nanti." William tersenyum. Dia yakin Raina mengerti ucapannya.

Gadis kecil itu mengangguk, lalu ia pun mulai melangkah mengelilingi rumah besar bak istana itu.

Saat menuju taman, Raina mendapati sebuah ruangan yang sangat berantakan. Serpihan kaca dari guci dan perabotan lain berserak di atas lantai.

Raina mendekat. Dilihatnya sebuah lemari kayu dengan bekas cakaran yang besar. Gadis itu menyentuhnya. Ini bukan tangan manusia. Ini.. apa?

Perlahan Raina menyentuhkan ujung jarinya ke lemari itu. Dia ingin melakukan sesuatu sebelum kembali mengelilingi rumah besar ini.

Setelah selesai, Raina kembali berjalan. Kali ini dia memutuskan keluar untuk melihat-lihat tanaman yang sangat cantik, sampai tanpa sadar langkah Raina cukup jauh dari rumah besar itu.

Taman itu sungguh luas dan indah. Mungkin satu hari saja tak membuatnya puas berkeliling dan menikmati taman. Raina berniat pulang saat tersadar dia telah berjalan terlalu jauh. Namun ada hal yang membuatnya tertarik hingga mengurungkan niat untuk kembali. Dia melihat seorang laki-laki duduk di bangku taman.

Keputusan yang bagus, pikir Raina. Sebab tempat ini, tepat dibawah pohon rindang, memang sesuai untuk bersantai.

Raina semakin mendekat. Dilihatnya lengan lelaki itu ada bercak darah dan kakinya juga berbulu halus. Lebih lebat dari bulu di kaki ayahnya.

"Kakak, apa yang kakak lakukan disini?" Kepala gadis kecil itu sampai miring melihat orang yang tengah fokus membaca buku itu.

Orang itu tidak menjawab. Dia bahkan mengabaikan suara anak kecil yang sempat mengganggu konsentrasinya.

"Oh. Apa kakak yang dijodohkan denganku?"

Barulah lelaki itu menoleh. Alisnya berkerut. "Dijodohkan?" Ulang Elian dan Raina mengangguk cepat.

"Kata tuan William, lelaki bernama Elian akan menikahiku jika dewasa nanti."

Elian mendengkus mendengar pernyataan itu. Kakeknya serius soal perjodohan yang dibuatkan untuknya. Elian menurunkan lipatan kakinya, lalu tersenyum miring. "Kau tahu apa itu menikah, anak kecil?"

"Eumm.." jari telunjuk Raina menempel di bibir. "Ayah dan Ibuku menikah dan mereka bahagia. Saling membantu, saling menyayangi, dan saling bercanda gurau."

"Kau pikir menikah seperti itu?"

Raina mengangguk. "Jadi, apa kakak akan bermain dan bercanda denganku saat aku dewasa nanti?"

"Menikah, ya?" Elian menutup buku, lalu ditatapnya mata gadis kecil itu beberapa detik, sampai mata Elian membulat.

Alis gadis itu berkerut. "Kenapa kakak menatapku seperti itu?"

Elian memiringkan posisi duduknya ke arah Raina. "Fokuskan matamu, tatap aku sebentar. Bisa?"

Walau tak tahu apa yang ingin dilakukannya, Raina menuruti. Beberapa detik kemudian, Elian berdiri. Dia memijit keningnya, merasa ada yang janggal.

Tidak, ini tidak benar. Kenapa dia tidak bisa...

"Kakak ganteng." Kata gadis itu dengan senyum lebar. "Aku mau menikah kalau sama kakak."

Nama gadis itu dipanggil dari jauh. Dia menyahut.

"Sebentar, Yah.." teriaknya. Lalu kembali menatap Elian. "Kalau gitu, sampai bertemu saat dewasa, kak. Jangan jatuh cinta pada perempuan lain, yaaa." Ucapnya, kemudian berlari dan melampaikan tangan.

Elian masih berdiri dengan bingung. 'Kenapa.. aku.. tidak bisa membacanya?' Gumam Elian sembari terus memperhatikan kepergian gadis itu.

~

Elian kembali ke rumahnya setelah puas beristirahat di halaman depan. Sejak tadi pikirannya terkuras pada gadis kecil yang tak bisa ia baca isi kepalanya. Seolah dia telah memblok Elian supaya tak bisa menerawang pikirannya.

Langkah Elian terhenti saat mendapati kakeknya duduk di ruangan pribadinya. Buru-buru Elian masuk dengan pandangan tak percaya. Dia ingat betul, kalau ruangan ini tadi menjadi pelampiasan amarahnya. Barang-barang di dalam yang semula hancur kembali utuh. Padahal guci besar itu, dia menghancurkannya tadi. Pecah menjadi seribu bagian. Juga lemari kayu yang ia cakar dengan kuku panjangnya. Tapi tak ada bekas apapun disana.

"Kau terkejut kan, Elian?" Suara sang kakek membuyarkan pikirannya. Ya, dia memang terkejut. Siapa yang melakukannya?

William berdiri, mendekati sang cucu. "Itulah sebabnya aku menjodohkanmu dengan gadis kecil itu. Karena aku tahu, dia pasti bisa membantumu."

William bangkit dan berlalu. Dia memang memaksa Elian untuk menikahi gadis kecil bernama Raina itu. Lalu Elian, manusia campuran yang tak bisa menahan gejolak amarah itu langsung berubah bringas dan menghancurkan seisi ruang, memberontak tak terima dengan keputusan sang kakek.

Menikah dengan anak kecil yang baru berusia 9 tahun? Awalnya, dia mengira sang kakek gila. Tapi melihat apa yang terjadi saat ini, dia sadar, kakeknya lebih mengetahui apa yang terbaik untuknya.

...🦊...

"Rainaaa. Cepat kesini. Hujannya deras, Rainaa." Lili menari dibawah guyuran hujan. Gadis pecinta air itu takkan bisa tenang jika turun hujan.

Lili pernah membayangkan, bagaimana jika dia punya kekuatan air saja? Dari pada kekuatannya yang sekarang. Yah, walaupun dia juga menyukainya. Tapi alangkah seru jika air bisa keluar dari jari-jarinya.

Raina menggelengkan kepala tanda sebuah penolakan pada Lili. Dia tak ingin mandi hujan malam-malam. Walau dia tak bisa semudah itu jatuh sakit.

Raina hanya duduk meneduh dan membiarkan kedua kakinya saja yang tersiram air hujan. Itu sudah cukup mengisi energinya yang terkuras untuk sang ayah. Ah, ayah. Mengingat lelaki tua itu membuat pikiran Raina kembali terarah pada foto Elian.

Dia yakin pernah melihatnya. Tapi dimana? Raina benar-benar lupa.

"Ah, tidak seru. Jauh-jauh datang ke kota ini supaya kita bisa menyerap energi dari hujan. Tapi kau malah cuma duduk." Keluh Lili yang sekarang ikut meneduh walau badannya sudah basah kuyup.

"Kau ada masalah, ya?" Tanya Lili saat Raina hanya bergeming sejak tadi.

"Ah. Tidak."

"Hei, Raina. Aku sahabatmu. Mana bisa kau berbohong padaku." Ucapnya lalu menekan ujung ibu jari kakinya ke tanah, seketika keluar akar yang menjalar dan mengikat tubuh Raina.

"Lili! Apa yang kau lakukan!" Pekik Raina, berusaha melepaskan tubuhnya dari akar yang melilit.

"Akan aku lepaskan setelah kau bercerita padaku."

Raina menghela napas. Lili memang begini. Selalu menggunakan kekuatan jika Raina berusaha menutup diri. Yah, memang sebenarnya tak semua bisa diceritakan, kan?

"Baiklah."

Raina akhirnya menceritakan apa yang diminta sang ayah padanya. Pelan-pelan Raina bercerita hingga tanpa sadar hujan telah berhenti.

"Kau.. dijodohkan dengan lelaki tua?" Sepanjang itu Raina bercerita, mulai dari bagaimana sang ayah berutang budi pada tuan William, sampai akhir dimana ia terpaksa mencari cucu tuan William, namun yang di dapat Lili hanya itu saja.

"... artinya usia pria itu sekarang adalah..." Lili berpikir sejenak. "33 tahun?"

Raina mengangguk. Ya, jarak usianya dengan pria itu adalah 12 tahun. Diusianya yang 21 tahun ini, haruskah ia menikah dengan pria berkepala tiga?

Namun tiba-tiba, keduanya menegang saat mendengar lolongan anjing. Tidak, ini berbeda. Seperti...

"Rai, ini.. seperti lolongan serigala." Desis Lili takut. Matanya mulai mencari kesana kemari.

"Wajar saja. Kita di dekat hutan. Hei, Li. Cepat lepaskan ini!"

Akar yang melilit Raina langsung melonggar dan kembali masuk kedalam tanah.

"Li, sebaiknya kita pul.." Kalimat Raina terhenti saat menyadari tak ada Lili disampingnya. Gadis itu berdiri menghadap pintu hutan larangan, lebih tepatnya, mematung disana.

Raina mendekat. "Ada apa-"

"Ssstttt!" Buru-buru Lili mendekap mulut Raina, lalu menujuk kedalam hutan.

Mata Raina ikut membulat. Dia melihat sosok yang tengah bersandar pada pohon. Sosok itu aneh sekali. Dari pinggang hingga kepala adalah manusia, namun kakinya seperti kaki anjing berbulu lebat. Kedua tangan sosok itu pula berkuku tajam dan berbulu. Tapi ada yang berbeda, nampaknya dia terluka. Raina bisa melihat darah yang mengalir dari tubuhnya.

"Rai, ayo kita pergi." Lili mundur. Jelas ia takut, sebab kali pertama baginya melihat manusia setengah hewan.

"Raii.." Krek! Lili menginjak ranting pohon, membuat manusia setengah anjing itupun menoleh kearah mereka.

"Rai, lari, Rai!" Dengan langkah seribu, Lili berlari kencang.

Berbeda dengan Raina yang terpaku disana menatap wajah pria setengah anjing itu. Raina tahu betul siapa pemilik wajah yang tengah menatap berang kearahnya karena belakangan ia sangat memikirkannya.

Entah takdir apa yang membawanya kesini hingga ia bertemu dengan pria itu. Tapi, setengah hewan? Benarkah dia... Elian?

Terpopuler

Comments

Lili Lintangraya

Lili Lintangraya

seperti kisahny beauty&the beast y???

2023-09-02

1

moona

moona

lanjut...

2023-09-02

0

Naliska

Naliska

seru thor, jgn lupa up trs ya, semangat.

2023-09-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!