Raina 6

Raina menggulung lengan bajunya. Kemarin ia memang ditugaskan dibagian dapur. Sekarang pindah kedepan, yaitu membersihkan meja-meja bekas pelanggan.

Dia mulai menyemprot dan mengelap meja. Sambil membersihkan, dia memikirkan cara untuk bertemu Elian lagi.

'Apa aku harus datang ke kota sebelah dan masuk kedalam hutan terlarang? Tidak. Aku bisa saja mati jika bertemu dengan makhluk lain yang aneh dan mungkin sangat berbahaya.' batinnya.

TRING!

Suara lonceng pada pintu menandakan ada seorang pelanggan yang masuk. Marella datang terburu membawa menu melewati Raina yang masih setia mengelap meja.

Mata gadis itu mengikuti Marella yang tersenyum cerah melihat pelanggan yang datang.

Raina sampai menggelengkan kepala. Tak biasanya Marella sesemangat itu saat bekerja.

"Selamat siang, tuan. Ini menu kami." Marella meletakkan menu makanan di depan pelanggan yang baru duduk.

Raina selesai membereskan satu meja dan hendak pindah ke meja lain.

"Tuan, saya bisa menyediakan hidangan pembuka gratis jika tuan mau."

Ucapan Marella membuat Raina mendelik. Pembuka gratis?

Dia menoleh ke meja yang disinggahi Marella. Tepat bersamaan dengan pelanggan itu juga tengah melihat kearahnya.

Sontak sprayer di tangan Raina terjatuh. Tentu saja dia terkejut melihat siapa yang sedang dilayani Marella itu.

"Hei, bekerjalah yang benar!" Sentak Marella dari meja sana. Lalu kembali menghadap pelanggan itu dengan senyumannya. "Tuan, abaikan dia. Silakan lihat-lihat menu kami."

Raina mengambil sprayer yang jatuh, lalu ia buru-buru masuk kedalam dapur.

"Kau kenapa?" Tanya Lili yang hendak membawa pesanan keluar.

Gadis itu tampak linglung sebentar, lalu menggeleng cepat. "Tidak. Tidak apa-apa." Jawab Raina dan langsung mencuci tangan.

"Hei, Rai! Antar makanan meja empat belas!" Teriak Lili dengan kaki yang masih menahan pintu dapur.

"I-iya." Raina menarik kertas pesanan meja 14 dan membaca pesanannya, lalu bergegas membuatkan pesanan ringan itu.

Dia membawa nampan dan keluar dari dapur. Matanya membulat, meja empat belas adalah meja pelanggan yang didekati Marella tadi. Dan pelanggan itu sudah melambaikan tangan padanya dengan senyuman yang sama saat terakhir kali Raina lihat.

Dengan gugup ia membawa nampan di tangannya.

"Ini pesanan anda, tuan."

"Senang bertemu lagi denganmu." Lelaki bermata oranye itu mengulurkan tangan. "Aku Morgan."

Raina melirik sekelilingnya lalu berbisik. "Apa yang anda lakukan?"

"Aku sudah bilang, kan, waktu itu. Kalau kita akan bertemu lagi." Morgan menatap tangannya yang masih menggantung disana.

Cepat-cepat Raina membalasnya. "Jika ada yang anda butuhkan, panggil saja kami."

"Baiklah....." Morgan menyipit membaca tag nama di baju Raina. "Raina?" Dia tertawa kecil. "Baiklah, Raina. Aku akan berada di depan. Temui aku disana."

"Aku bekerja sampai malam." Tekan Raina pada Morgan. Merasa tak nyaman apalagi Marella terus menatapnya dari sana.

"Aku akan menunggu."

Raina mendadak tak suka dengan senyum Morgan. Terlalu santai bahkan saat Raina jelas-jelas menunjukkan raut tak nyaman.

"Siapa itu?" Bisik Lili pada Rai yang baru kembali.

"Entahlah. Aku tidak tahu." Sahut Raina dan meletakkan nampan dengan sedikit kasar.

"Aku tidak mau kedepan. Aku akan cuci piring." Raina kembali menggulung lengan kemejanya. "Hei, Shan, aku ambil alih kerjaanmu."

Shani yang baru kembali dari membuang sampah hanya angkat bahu. Tak peduli pekerjaan apa yang akan dia lakukan asal wanita gemuk itu bisa segera istirahat dan makan.

"Ada yang aneh denganmu." Lili memperhatikan. Dia bersandar di meja memperhatikan gerak-gerik Raina yang tengah mencuci piring dengan cepat.

"Apa?"

"Tiba-tiba punya penggemar? Aku tidak terkejut. Tapi pria itu...." Lili kembali melirik melalui jendela pembatas dapur dan ruang depan. "Dia sedikit aneh."

"Maksudmu?"

"Sepertinya.. dia punya kekuatan besar. Ada aura yang sulit kutebak saat berada didekatnya."

"Kau merasa begitu?" Tanya Raina sembari memindahkan gelas yang baru ia cuci keatas rak.

Lili mengangguk. "Ya. Apa dia bukan manusia?"

TRANG!

Gelas yang baru Raina pegang jatuh seketika karena tangannya licin. Buru-buru ia berjongkok membersihkan pecahan kaca. Tak ada sesuatu yang muncul di pikirannya, selain rasa penasaran kenapa lelaki bernama Morgan itu mengejarnya.

"Aduh, Rai. Hati-hati." Lili membantunya mengutip pecahan kaca.

"Aaakh!" Raina meringis saat tangannya tergores serpihan kaca, namun sesaat dia terbelalak.

"Rai.. jarimu.." Lili juga memperhatikan jari Raina yang langsung tertutup rapat tanpa bekas.

Lili meraih jari telunjuk Raina. Diperhatikannya dengan seksama. Bersih dan benar-benar tertutup dengan cepat.

"Kekuatanmu... meningkat?" Tanya Lili dengan suara setengah berbisik. Bukan hanya Lili, Raina yang memiliki kekuatan itu pun terheran.

Biasanya luka dua senti akan berangsur sembuh dalam hitungan satu hingga dua menit. Tapi kali ini, luka sobek karena serpihan kaca tadi menghilang hanya dalam hitungan detik.

"Kalau begini, kurasa kau pun takkan bisa mati."

Raina mengamati jarinya. Bekas darah masih ada disana. Tapi kesembuhan dalam tiga detik itu membuatnya takjub.

"Hei, cepat kedepan. Sedang banyak pelanggan!" Seru Marella dari pintu.

"I-iya. Kami datang." Balas Raina. "Li, pergilah kedepan. Aku akan membereskan ini dulu."

Lili mengangguk walau matanya terus menatap jari Raina. Dia masih syok melihat super cepatnya sistem penyembuhan yang ada dalam tubuh Raina.

Setelah merasa sedikit tenang, barulah Raina memerintah gelas untuk kembali utuh dengan pikirannya. Dan, gelas itu kembali seperti semula.

...🍀...

Raina baru saja keluar dari pintu belakang. Pekerjaan hari ini sangat banyak sampai ia pulang malam. Yah, lumayan dapat tambahan gaji karena terhitung lembur, pikirnya.

Raina pun mendorong sepedanya sendiri. Lili sudah pulang sejak sore tadi.

"Hai."

Raina tersentak saat tiba-tiba dari kirinya seseorang muncul dengan keceriaan yang sama. Morgan, dia tersenyum cerah.

"K-kau? A-apa yang kau lakukan disini?" Tanya Raina kaget.

"Aku? Tentu saja menunggumu. Aku kan, sudah bilang tadi."

Raina menghela napas. Lelaki ini yang waktu itu ada di tengah hutan terlarang. Dia pasti bukan manusia biasa. Lili juga mengatakan bahwa ia merasakan kekuatan besar dari tubuh Morgan. Atau jangan-jangan dia juga sejenis werewolf seperti Elian.

"Mau apa?" Tanya Raina terus terang.

"Tidak ada. Hanya ingin kenalan."

"Tadi kan, sudah."

"Tadi terhitung kenalan, ya?" Morgan ikut berjalan disisi Raina yang mendorong sepedanya.

"Sebenarnya kau siapa? Werewolf?"

"Apa?" Morgan sampai memundurkan kepalanya. "Aku ini.. manusia."

"Jangan bohong."

Morgan malah terkekeh. "Baiklah. Aku akan beritahu. Tapi, kau dulu yang harus bilang, kekuatan apa yang kau punya sampai kau bisa masuk kedalam hutan larangan."

"Hh. Memangnya manusia biasa sepertiku tidak bisa masuk?"

"Tentu tidak bisa."

Langkah Raina terhenti. "Kenapa tidak bisa?"

Morgan mendekatkan wajahnya, lalu berbisik. "Karena hutan itu telah dikunci. Bukan cuma manusia biasa, manusia berkekuatan pun belum tentu bisa masuk kedalamnya."

Raina menelan ludah. Benarkah begitu? Jika memang begitu, kenapa dia bisa dengan mudah masuk ke dalamnya?

"Jadi, siapa sebenarnya kau ini?"

Raina lanjut mendorong sepeda, meninggalkan Morgan yang diam dibelakangnya. Raina enggan menjawab pertanyaan Morgan, walau dia sendiri tengah bingung soal dirinya yang belakangan terasa berbeda.

"Hmm.. sepertinya kau belum mau cerita. Baiklah, aku akan datang lagi sampai kau memberitahuku soal dirimu."

Raina menghela napas. "Aku manusia bias-" eh? Raina tak mendapati lagi Morgan dibelakangnya. Begitu cepat makhluk itu pergi.

"Sebenarnya, makhluk jenis apa dia?" Gumam Raina, lalu kembali melajukan sepedanya.

Sepanjang jalan, Raina merasa seperti diikuti. Jalan kecil menuju rumahnya sedikit gelap dan dipenuhi pohon-pohon rindang. Biasanya Raina santai saja tanpa takut berjalan sendirian. Tapi suasana malam ini sedikit aneh. Tak ada suara hewan malam, atau kendaraan yang lewat. Malam ini terlalu hening hingga membuatnya bergidik.

Raina dengan cepat mengayuh sepedanya. Tiba-tiba ia mendengar suara erangan hewan.

Raina semakin mendayuh sepeda dengan cepat. Peluh dan sesak mulai muncul.

Bolak-balik Raina menoleh kebelakang dengan takut untuk memastikan bahwa ia tidak sedang diikuti siapapun. Tapi sial, ketakutan membuatnya tak waspada. Dengan kecepatan penuh, sepeda gadis itu menabrak akar pohon timbul hingga ia pun terjerembap.

"Aww.." Raina yang tersungkur berusaha duduk dan menekuk lutut. Walau tak begitu jelas terlihat, Raina bisa merasakan darahnya mengalir dari lututnya.

Kembali terdengar suara erangan, sampai Raina menahan napasnya. Suara itu benar-benar seperti ada dibelakangnya. Raina tak berani menoleh kebelakang.

"Aa-!!"

"Ssst.."

Napas Raina terengah. Matanya terbelalak lebar saat tiba-tiba ada yang menariknya dan dalam hitungan detik, Raina sudah duduk di batang pohon tinggi entah bersama siapa. Sebab orang itu menutup mulutnya dari belakang.

"Ini aku." Bisiknya. Lalu orang itu melepaskan tangannya dari mulut Raina. Dengan perlahan gadis itu menoleh kebelakang.

Elian?? Apa sejak tadi dia yang mengikuti?

Lalu suara erangan itu terdengar lagi, membuat Raina menunduk kebawah, melihat apa yang terjadi.

Matanya kembali membulat dengan mulut terbuka saat melihat seekor harimau yang sangat besar mengitari sepedanya. Seperti mencari sesuatu.

"Kau terkejut?" Bisik Elian. Raina masih tegang menatap harimau yang sangat besar itu. Mendadak tubuhnya menggigil takut.

"Kupikir kalian sudah kenalan tadi."

Alis Raina menyatu. Apa? Jadi.. Itu.. Morgan??

TBC

Terpopuler

Comments

Shee Larisa

Shee Larisa

kebanyakan melamun nih raina😅
kereeen abis👍

2023-09-12

0

kiran

kiran

dag Dig dug bacanya huh

2023-09-12

0

Naliska

Naliska

ditunggu bab selanjutnya pen.

2023-09-11

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!