Raina tercenung memikirkan ucapan Elian waktu itu. Dirinya tidak menjawab, hanya keluar dari mansion sambil terus memikirkan semua yang terjadi.
Pada awalnya Raina datang untuk mencari tahu tentang double skill yang ia miliki. Tahu-tahu ada yang mengikutinya dari belakang. Siapa itu? Raina pun belum sempat bertanya.
Lalu soal perjodohan, Raina sendiri belum mengatakan apa-apa pada ayahnya. Raina terus melamun. Tangannya menggosok piring dengan busa sabun yang sangat banyak. Lili yang datang dengan setumpuk piring pun tak membuat gadis itu teralihkan. Sampai Lili menepuk pundak Raina, barulah gadis itu tersadar.
"Ada apa? Tak biasanya kau melamun seperti itu."
"Ah, bukan masalah besar." Raina mengelap tangannya dan duduk di kursi dapur. "Kapan kita isi energi? Punyaku sudah hampir habis."
"Oh, benar juga. Belakangan aku lebih sering menggunakan kekuatan." Lili duduk di hadapan Raina dan mengupas jeruk di atas meja. "Rai, aku ingin kau membantuku."
"Apa?"
"Kemarin aku bilang padamu soal penyakit tanaman di lab perusahaan tempat ayahku kerja, kan? Kau tahu, penyakit itu menular ke banyak tanaman lain. Kekuatanku tidak bisa membuat mereka segar kembali. Aku tidak tahu dimana masalahnya. Para peneliti juga kewalahan karena menularnya sangat cepat, membuat kualitas tanaman menjadi berkurang. Rai, apa kau bisa menolongku?"
"Maksudmu menyembuhkan tanaman itu?"
"Iya. Mereka semua akan mati kalau dibiarkan begitu saja." Kedua telapak tangan Lili menyatu, memohon pada Raina. "Tolonglah. Kau tahu kan, bagaimana hubunganku dengan tanaman?"
"Tapi aku tidak pernah mencobanya dengan tumbuhan."
Lily meraih tangan Raina. "Kita coba saja. Pulang kerja kau tidak ada rencana, kan? Kita pergi bersama, ya."
...🦊...
Raina dan Lili tiba di sebuah laboratorium tanaman obat kota Densy. Mereka masuk ke dalam dan Lili membawanya menuju ruang tumbuhan yang mirip dengan kebun. Jumlahnya banyak sekali. Terlihat kecil dari depan namun di dalam luas sampai lahan untuk tanaman ini rasanya bisa dijadikan hutan.
"Kesini, Rai."
Raina mengikuti Lili yang sudah meninggalkannya jauh disana. Gadis itu berlari kecil menyusul dan berhenti tepat dimana Lili membungkuk mengambil sampel daun gugur pada satu deretan tanaman yang sama.
"Ini, lihatlah."
Raina memperhatikan dengan detail hijau, kuning, dan hitam waran yang ada dalam satu daun. Ada pula titik-titik putih yang membuat klorofilnya menghilang.
"Penyakit tanaman ini sangat cepat sekali menyebar, Rai. Lihat." Lili menunjuk deretan pohon kecil yang berdaun sama dengan yang Raina pegang. "Aku khawatir mereka akan mati, sama seperti pohon-pohon yang lain."
"Aku akan coba." Raina berlutut di depan sebuah pohon berbatang kecil. Pohon yang telah tertular penyakit. Di batangnya juga terdapat bercak putih kekuningan.
Raina fokus dengan pekerjaannya, ia memejamkan mata untuk memberikan energi pada si pohon. Angin berhembus membuat daun-daun berguguran. Sementara Lili ikut memberi nutrisi pada pohon yang lain.
"Hei, tenanglah." Ucap Lili pada si pohon dan membuat pohon itu kembali berdaun lebat dan hijau. Ini hanya beberapa saat saja. Pada akhirnya daun itu mulai kembali berubah warna perlahan-lahan.
Raina membuka mata, entah kenapa dia tahu apa yang terjadi setelah mengisi energi pada satu pohon. Seolah pohon itu memberinya akses untuk melihat apa yang terjadi di dalam tubuhnya.
"Sepertinya pohon-pohon ini menyerap zat yang berbahaya dari tanah."
"Apa?" Lili tampak kaget. Padahal yang ia fokuskan selama ini hanya si tanaman. Mereka selalu memberi pupuk dan nutrisi yang baik untuk setiap tanaman. Hal itu pula yang membuat Lili tak pernah menyangka bahwa masalahnya ada di tanah.
"Jadi, tanah ini sudah beracun, begitu?"
"Entahlah. Setelah melihat kemampuanku bekerja di pohon, aku rasa, aku bisa melakukan yang lain." Ucap Raina. "Aku akan coba sembuhkan tanahnya saja, bagaimana?"
Lili tak langsung menerima penawaran Raina. Pasalnya tanah ini luas sekali. Dia khawatir sahabatnya itu akan kehabisan energi.
"Tenang saja.." Raina menujuk langit. "Sepertinya sebentar lagi akan hujan."
Lili mengangguk lambat, lalu mundur beberapa langkah untuk membiarkan Raina leluasa.
Gadis itu berjongkok, mengusap tanah. Dia menarik napas dahulu, karena energi yang akan keluar akan sangat banyak.
Raina menempelkan tangannya di atas tanah, ia memejamkan mata hingga terasalah energi dalam tubuhnya tersalur masuk ke dalam tanah.
Raina mengerutkan dahi dalam diam. Hal itu dilihat Lili. Mata gadis itu belum terbuka, namun raut wajahnya seperti melihat sesuatu di dalam sana.
Lili menunggu disana sampai lebih dari lima menit. Dia bahkan memberi kode pada peneliti yang hendak masuk untuk tetap disana sampai Raina selesai.
Raina membuka mata, dia menghembuskan napas perlahan. Energinya habis. Tapi dari pada itu, Raina justru tertarik dengan kondisi dirinya. Kenapa dia bisa melihat apa yang ada di dalam? Dia bisa merasakan energi besar di dalam tanah. Besar sekali. Bahkan melebihi energi Marella dan Elian yang pernah ia rasakan.
Raina tidak yakin, tapi dia merasa ada sesuatu di dalam tanah.
"Li, apa kau tahu kekuatan yang bisa merusak tanah?"
Mata Lili membulat. "Maksudmu, ada makhluk aneh di dalam sini?" Lili menujuk tanah dengan wajah kaget.
"Aku tak yakin, tapi energinya besar sekali. Dan kelihatannya dia berpindah-pindah."
Lili syok mendengar itu. "Apa itu artinya, tanah ini bisa saja rusak lagi?"
"Kurasa. Kau tahu kan, kekuatanku tidak besar." Ucapnya sambil menyandang tas. "Aku pulang, ya. Aku mau menunggu di halte dulu sampai hujan."
"Baiklah, terima kasih banyak, Rai. Aku berhutang budi padamu."
"Kau ini." Raina menepuk bahu Lili dan ia keluar dari sana. Tersenyum pada beberapa peneliti yang memakai jubah putih yang langsung menemui Lili karena takjub semua pohon sudah kembali normal.
Raina menuju halte dan duduk disana. Dia akan menunggu hujan dan mengisi energi dulu sebelum pulang. Pasalnya energinya tinggal beberapa persen lagi.
Raina bersenandung pelan, mendengarkan musik dengan earphone yang ia pakai. Lalu tak sengaja matanya melihat seseorang baru turun dari bis di seberang sana. Dia membelakangi Raina. Namun gadis itu tahu dari tas yang biasa Raina lihat saat di kafe. Dia berdiri cukup lama, menoleh kiri dan kanan sampai akhirnya masuk ke dalam hutan larangan.
Raina terkejut sampai berdiri. Apa yang dia lihat barusan adalah Marella, bisa masuk ke dalam hutan itu?
Jelas Raina ingat, bahwa Morgan mengatakan tak sembarangan makhluk bisa masuk ke dalam hutan larangan. Jika Marella bisa, artinya dia...
Raina bergerak cepat. Dia mengikuti Marella dan masuk ke dalam hutan. Di sana, dia masih bisa melihat Marella berdiam diri, seperti tengah berkomunikasi.
Raina bersembunyi dibalik pohon besar. Tak lupa memberi kode dengan jari telunjuk di bibirnya saat melihat seekor kupu-kupu cantik terbang di dekatnya untuk tidak memberitahukan dirinya ada disana.
Raina mengintip, dia terbelalak saat melihat Marella berubah menjadi serigala putih. Raina langsung kembali bersembunyi saat Marella menoleh ke belakang.
Raina memejamkan mata. Tak disangka, Marella adalah seekor serigala sama seperti Elian. Tapi, kenapa dia terlihat sangat membenci Elian?
To Be Continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Siti Umi
double up donk pennn
2023-10-06
0
Bunda FirZa
apakah marella suka sama elian????
2023-10-06
1
Naliska
wah ternyata marella sama seperti ellian seorang serigala. semakin kesini makin seru ceritanya pen. up lg pen double bab.
2023-10-06
1