"Kalau begitu, ayo ke rumahmu. Aku akan bertemu dengan ayahmu untuk melamarmu. Secepatnya kita akan menikah."
"Apa??"
"Menikah. Kau tidak dengar?"
Raina diam seribu bahasa. Dia tidak sangka, akan secepat ini menikah dengan pria yang sudah dijodohkan dengannya bertahun-tahun yang lalu.
Elian mengulurkan tangan. "Cepat, biar sampai ke rumahmu."
"Oh, tidak." Raina menolak. Perutnya terasa berputar, kepalanya pusing kalau Elian mau membawanya lagi melintas secepat cahaya. "Jalan, saja. Sudah dekat." Raina, dengan memegangi perutnya yang mual jalan dengan sedikit terseok. Sementara Elian mengikutinya dari belakang, berjalan lambat mengikuti gadis itu.
Lama, menurut Elian. Tapi dia juga tidak bisa memaksa dan membuat gadis itu pingsan nantinya.
Sambil berjalan, Elian sibuk berpikir. Bagaimana caranya untuk bicara pada ayah Raina? Dia harus berkata dengan sopan untuk meminta anak gadis Damian menjadi istrinya. Walau dia yakin, Damian jelas tahu karena pria itu pula yang menyerahkan anaknya, namun tetap saja Elian perlu mengatakannya dengan baik di depan calon mertua.
"Hueeekkk!!"
Raina berjongkok di tepi jalan. Akhirnya dia mengeluarkan isi perutnya yang sejak tadi berputar.
Heran, saat bersama Morgan, Raina tidak merasa sepusing ini. Tetapi saat bersama Elian, dia malah ingin mengeluarkan isi perutnya. Apalagi tadi Elian menarik tangannya dengan sangat kuat. Apa sikap juga menentukan kenyamanan?
Raina berdiri setelah selesai dengan urusannya. Lega juga setelah keluar, pikirnya.
"Kau bisa duluan kalau menurutmu aku terlalu lamban." Tukas Raina, saat dilihatnya Elian seperti jengah.
"Apa kau selalu seperti ini?"
"Tidak. Hanya saat bersamamu." Sekalian memberitahu, bahwa Morgan lebih baik darinya. Namun lelaki itu hanya diam.
Elian akui, saat melintas dengan cepat seperti tadi, dia terlalu kencang menarik tangan Raina dan tidak memperhatikan gadis itu dengan baik. Niatnya hanya ingin cepat pergi dari si sialan Morgan, tanpa tahu kalau Raina belum bersiap dengan benar di belakang.
Kini perhatian Elian teralih pada pakaian basah yang Raina kenakan. Gadis itu pasti kena hujan tadi. Wajahnya juga terlihat pucat.
"Mau kugendong?"
"Apa?" Raina yakin dia tidak salah dengar. "Akh!"
Elian menjatuhkan jeketnya di atas kepala Raina dan berjalan mendahului gadis itu.
"Cepatlah, waktuku tidak banyak!" Elian berlalu duluan. Dalam hatinya mengutuk karena hampir saja ucapannya tadi didengar oleh Riana.
Sempat diambang kebingungan apakah dia salah dengar. Setelahnya Riana tak lagi peduli dan memakai jaket yang diberikan Elian dengan benar.
Sesampainya di rumah, Raina membukakan pintu dan meminta Elian duduk, sementara ia akan memanggilkan ayahnya di kamar.
"Ayah.." Raina masuk dan mendapati ayahnya duduk di sofa sudut kamar sambil membaca buku. "Di depan ada Elian."
"Benarkah?" Damian sampai menutup buku dan keluar dari kamar. Dia ingin tahu kabar lelaki itu. Apakah wajah dan perilakunya masih sama seperti dulu? Elian yang terakhir kali dia lihat adalah pria pemarah yang akan langsung berbulu jika emosinya memuncak.
Raina membiarkan saja dua orang itu mengobrol. Dia perlu berganti baju dan istirahat sejenak.
Elian belum duduk. Matanya sibuk memperhatikan seluruh isi ruangan yang ada di hadapannya. Ini perlu untuk Elian, mengingat kemampuan Telekinesisnya harus bekerja di tempat yang ia tahu letaknya.
"Elian..."
"Tuan Damian." Elian menunduk sebagai tanda hormat. Lalu ia duduk setelah dipersilakan.
"Sudah lama sekali." Damian menatapnya dengan haru. Pasalnya wajah lelaki di depannya ini tidak berubah sama sekali. Bahkan terlihat lebih berwibawa dari ia yang sebelumnya. "Akhirnya kau menemukan kami..."
"Bukan aku. Tapi Raina-lah yang datang menemuiku. Aku tahu ini tidak pantas, mengingat akulah yang membutuhkan putri anda."
Damian tertawa pelan. "Tidak mengapa. Yang penting kalian sudah saling mengenal."
Elian memperbaiki posisi duduknya, lalu menoleh ke pintu dimana Raina tadi masuk. Gadis itu tidak keluar, dia memanfaatkan ini untuk bicara dengan Damian.
"Itu yang aku ingin katakan pada anda, tuan. Tentang perjodohan yang telah dipersiapkan kakek bersama anda." Ucapnya dengan hati-hati. "Aku akan berterus terang, Raina juga sudah tahu. Aku ingin meminta putri anda untuk aku nikahi, menjadikannya istriku, dan tinggal bersamaku."
Elian menelan ludah. Belum pernah dia segemetar ini. Padahal dia mengenal Damian dan sudah saling tahu pula tujuan masing-masing. Bahkan tidak perlu dikatakan pun, Damian jelas akan mengizinkan. Lalu kenapa jantungnya berdegup sangat kencang?
"Kau pun tahu, Elian. Dia milikmu setelah aku menandatangani surat perjanjian itu. Dia bersamaku, hanya sampai usianya menginjak dewasa dan telah siap menjadi pendampingmu. Maka aku serahkan putriku padamu, yang aku yakini bahwa kau akan menjaganya dengan baik, melindungi, dan membahagiakan Raina dengan setulus hati."
Jawaban Damian malah membuat Elian terhenyak. Padahal niat satu-satunya untuk menikahi Raina adalah kekuatan yang ada di tubuh gadis itu. Namun ucapan Damian justru menambahkan tanggung jawab besar di pundaknya.
"Tanpa anda katakan pun, aku akan melakukannya untuk Raina, karena dia calon istriku." Jawab Elian akhirnya, dan mendapati anggukan haru dari Damian.
Raina yang mendengar itu dari balik pintu, menghela napas. 'Pandai sekali dia berbicara.'
Elian berdehem, ucapan hati Raina terdengar di telinga dan cukup membuatnya tertohok. Ternyata Raina menguping dari balik pintu. Mendadak Elian merasa malu dan ingin segera pulang sebelum Riana keluar dari kamarnya.
...🦊...
Dan keesokan harinya, acara pernikahan pun berlangsung.
Sesuai dengan keinginan Elian, dia tidak mau ada orang tahu. Pernikahannya dengan Raina, dihadiri oleh para penghuni hutan Sierra, Damian, dan Lili.
Bukan tanpa alasan, Elian menyembunyikan status barunya adalah untuk melindungi Raina. Gadis itu belum tahu saja, musuhnya sangat banyak. Mulai dari kalangan manusia -dunia bisnisnya- juga kalangan monster dan manusia setengah hewan.
Damian tentu tidak heran. Dia sering ke mansion ini saat William masih hidup. Dan sangat tahu makhluk apa saja yang ada di dekat mansion. Berbeda dengan Lili yang kaku sejak tadi melihat ribuan serigala di sekelilingnya. Untungnya banyak burung dan kupu-kupu yang indah menghiasi altar tempat dimana Raina dan Elian mengucapkan janji pernikahan.
Halaman luas mansion menjadi tempat yang pas untuk acara itu. Dengan bimbingan seorang Centaur -Manusia setengah Kuda-, penghuni paling tua di tempat itu, Elian dan Raina mengucapkan janji suci diantara semua saksi.
Elian merubah wujudnya menjadi setengah serigala. Bulu di sebagian tubuhnya muncul. Ekor dan telinganya memanjang. Hal ini memang harus dilakukan sebagai bukti bahwa Raina mengetahui suaminya adalah keturunan serigala.
"Ini sih, mirip beauty and the beast." Gumam Lili, yang dilirik oleh Damian saat pria itu mendengarnya dengan jelas. Lili malah meringis.
Tepuk tangan meriah terdengar setelah mereka dinyatakan sah sebagai suami istri.
"Ehm..." Centaur yang di tangannya memegang sebuah kitab tebal itu melirik Elian. Dengan bola matanya, ia menyuruh Elian untuk mencium istrinya.
"A-aku?"
Centaur itu mengangguk.
Bagaimana mungkin dia mencium Raina? Di depan semua orang pula. Hening, semua mata tertuju pada Elian, menunggu pria itu bergerak untuk mencium istrinya.
Dengan menelan ludah, Elian maju selangkah. Tegang sekali, dia tidak mendengar suara, bahkan daun jatuh pun tidak ada.
"Ke-kemarilah.." dengan suara tercekat, Elian meminta Raina mendekat.
Jangan tanya bagaimana Raina. Dengan kondisinya yang kini menjadi seorang istri, harus menurut saat Elian memintanya mendekat. Kalau bisa memohon, maka Raina ingin sekali ada angin kencang yang memporak-porandakan semua ini sampai semua tamu bubar dan Raina terbebas dari aturan yang mengharuskan mereka berciuman di depan khalayak ramai setelah sah menjadi suami istri.
"Cepatlah, tuan..." bisik Centaur pada Elian.
Elian menaikkan kedua tangannya, menyentuh kepala Raina. Dengan jantung yang berdetak hebat, Elian mendekatkan wajahnya. Ia berusaha keras terlihat tenang saat bibirnya mulai merapat ke wajah Raina.
Bisa gadis itu saksikan bagaimana titik-titik keringat muncul di dahinya. Maka Raina berkata dalam hatinya, 'Kecup saja keningku dengan singkat jika kau teramat takut seperti itu.'
Elian berhenti sejenak. Ucapan Raina terkesan meremehkan. Padahal maksud Raina supaya semua berlalu dengan cepat dan dia bisa beristirahat.
Tapi apa yang terjadi? Elian langsung memiringkan wajah dan mencium bibirnya Raina. Gadis itu spontan membulatkan mata. Betapa gilanya Elian yang berani-beraninya menyentuhkan bibirnya dengan bibir merona miliknya. Ciuman pertama yang Raina impikan akan menjadi hal yang terindah, berhasil direbut paksa oleh suami serigalanya.
Tepuk tangan begitu meriah. Termasuk Lili yang paling keras berseru sambil berdiri. Untuk kali pertama dalam hidupnya bisa menyaksikan sang sahabat dicium oleh seseorang selain ayahnya.
"Fyiwwiittt! Selamat Raaiii!" Teriak Lili dengan semangatnya.
To Be Continued....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Nikmatul Izzah
blum up ya pen 🥲🥲
2023-10-15
0
Abdul Kholiq
hadir pen
2023-10-13
0
Nurul Shafinas
/Good/
2023-10-12
0