Amarah Marella

Mata Elian terpusat ke api itu. Dia tahu, perubahan warna api di tangan Raina menandakan kekuatan panas di tubuh gadis itu telah meningkat.

Elian merubah wujud menjadi manusia. Lalu dengan matanya, ia menitah dua orang di belakang Raina pergi dari hadapannya. Mereka mengangguk mengerti, dan meninggalkan raja dan ratu mereka berdua di tengah hutan.

Elian terfokus pada Raina yang masih menunjukkan begitu tidak sukanya pada harimau tadi. Terlihat rahangnya mengeras. Nampaknya gadis itu mencoba menggali sesuatu dalam ingatannya.

Sayang, Elian tidak bisa melihat apa yang tengah dipikirkan oleh istrinya. Sampai sekarang, dia tidak bisa membaca isi pikiran Raina, kalau bukan gadis itu yang berbicara dalam hatinya.

"Hei."

Raina tersentak sampai api di tangannya padam. Dia melihat sekitar. Sudah tidak ada siapa-siapa kecuali mereka berdua.

"Kau seharusnya tidak keluar dari barier itu!" Sentak Elian geram. Untung saja dia datang tadi. Kalau tidak, entah apa yang akan terjadi.

"Aku sudah susah membuat batas! Kau seenaknya keluar tanpa permisi. Bagian ini berbahaya! Kau tahu, kalau aku tidak datang tadi, kau pasti sudah--" Dada Elian naik turun. Emosinya memang sulit dikontrol. Terlebih jika marah begini, kulit tangannya memerah dan langsung menimbulkan bulu.

"Dia siapa?" Tanya Raina datar. Tatapannya lurus ke depan, seolah tidak peduli dengan semua amarah Elian padanya. "Pamanmu? Kenapa dia berbeda denganmu?"

Beberapa detik Raina menunggu, tidak ada jawaban. Dia melirik Elian. Lelaki itu hanya diam dan tidak terlihat ingin menjawab.

"Tidak mau memberitahu, ya."

Raina kesal. Dia sudah berusaha sekuat mungkin untuk mengingat, namun gagal. Tapi dia yakin, suara itu, dia pernah mendengarnya.

"Kembali sekarang!" Titah Elian. Raina hanya diam saat Elian menggenggam tangannya dan berjalan cepat masuk ke dalam kamar.

Raina memejamkan mata. Kali ini perpindahan itu tidak sampai membuatnya mual.

"Istirahatlah. Besok kau baru boleh keluar dari sini. Ingat, jangan keluar dari barier karena kau belum sepenuhnya mengenal tempat ini!" Tukas Elian dan langsung menghilang entah kemana.

Raina terduduk di tepi kasur. Kenapa dia merasa seperti terbawa masa lalu yang kelam. Tapi dia tidak tahu apa yang membuatnya sesedih ini. Ada sesuatu yang terasa menyakitkan, namun Raina tidak bisa menebaknya karena sepertinya ingatan yang pernah ditutup oleh Williamlah yang membuatnya seperti sekarang.

...🦊...

Malam itu, Raina tidak bisa tidur. Dia berbalik kesana kemari, mencari posisi yang nyaman, namun tetap matanya tidak bisa terpejam.

Ternyata, Elian merasakan itu. Walau membelakangi, kegelisahan Raina juga membuatnya sulit tidur. Ranjang bergoyang, belum lagi helaan napas Raina terdengar.

"Kau memikirkan apa?"

Suara Elian membuat Raina menoleh. Lelaki itu masih membelakanginya.

"Banyak hal."

Hening. Elian tidak lagi menjawab. Sementara Raina terduduk dan mengikat rambutnya. "Aku akan ke perpustakaan." Raina ingin membaca buku yang kemarin belum sempat ia baca.

Namun baru menurunkan kaki, Raina menoleh saat pintu terbuka dan sebuah buku terbang ke arahnya. Buku itu melayang di depan Raina. Dia menoleh ke belakang, tepat dimana Elian masih diam dengan posisi yang sama.

Raina mengambil buku itu, lalu melihat judul yang sama dengan yang ia pernah pegang waktu itu.

"Terima kasih." Ucap Raina pada Elian. Dia tahu, itu perbuatan lelaki itu.

Raina pun duduk bersandar, mulai membuka buku. Lalu ia tersentak kecil saat lampu tiba-tiba menyala.

Elian lagi. Padahal dia pernah bilang, tidak bisa tidur jika lampu dalam keadaan menyala.

Raina membaca daftar isi, lalu membuka halaman yang tepat dengan apa yang dia butuhkan.

"Kekutaan baru di dalam tubuh seorang manusia." Desis Raina membaca judul perlahan. Lalu ia membuka halamannya dan membaca dalam diam.

Gadis itu terkejut saat membaca, ada jenis tubuh yang dapat menyimpan dan menyerap energi baru. Dan tidak semua mampu menerimanya. Jika gagal, maka bisa diambang kematian.

Astaga!

Untung saja dia bisa menerima kekuatan api Morgan. Raina menatap telapak tangannya. Bekas merah itu masih ada, dan kini berubah menjadi jingga. Raina tidak begitu memperhatikan kenapa warnanya berubah. Gadis itu kembali membaca buku dengan fokus, saat tentang kekuatan api terselip disana.

Raina menurunkan buku. Barusan dia membaca bagaimana meluluhkan api yang baru masuk ke dalam tubuh. Bukan kekuatan murni yang datang sejak lahir, melainkan kekuatan yang datang karena tubuh yang mampu menyerapnya. Kekuatan itu tidak serta merta bisa digunakan. Dia harus dijinakkan dengan cara dilatih setiap hari.

Raina menutup buku. Lalu melangkah keluar dengan bertelanjang kaki. Dia berlari menuruni tangga dan keluar dari mansion menuju taman belakang. Beberapa burung hantu yang ada di dahan pohon, mengawasinya.

Raina mengatur napas yang sempat membuatnya sesak. Di gelap malam dan halaman kosong, Raina mulai mengeluarkan apinya.

Wuzz!

Marak. Ternyata benar apa yang dikatakan dalam buku, bahwa detakan jantung juga memengaruhi. Raina bisa membuktikannya. Dia berlari dan berhasil menciptakan api yang lebih besar dari biasanya karena napasnya yang sesak.

Raina memadamkan api itu karena ia tidak bisa menembakkannya. Dia khawatir tidak bisa menguasainya dan malah membuat kebakaran. Jadi, dia hanya ingin membuat api di tubuhnya menjadi temannya.

"Kita mulai, ya."

Raina menggosok perlahan telapak tangannya. Dia mengatur dengan pikiran, ingin membuat hewan kecil mirip dengan apa yang Morgan lakukan.

Dia menarik napas dalam-dalam, memejamkan mata sambil memerintahkan api dalam dirinya untuk keluar dan menjadi kunang-kunang.

Raina melihat gemercik api dari kedua tangannya, lalu ia menghembuskan perlahan api itu dan percikannya terbang sebentar, lalu padam di udara saat belum sempat menjadi kunang-kunang.

Gagal.

Yah, memang di buku itu dikatakan, tidak mudah menjinakkan kekuatan api.

"Baiklah, kita mulai lagi."

"Bukan begitu caranya."

Raina terperanjat kaget. Tiba-tiba saja Elian ada di belakangnya. Sejak kapan?

Elian, dengan tangan bersedekap di dada, berjalan mendekati Raina.

"Kekuatan baru yang masuk harus dijinakkan juga dari dalam."

Alis Raina mengerut.

"Yang utama, kau harus bisa menaklukkannya dari dalam terlebih dahulu. Maka dengan mudah kau mengaturnya saat ia berada diluar tubuhmu." Elian kini berdiri di hadapan Raina.

Elian menatapnya, dan benda-benda yang ada di sekitar mereka berterbangan di udara.

"Aku tidak memerintahkan mereka."

"Apa?"

"Mereka terbang sendiri."

Raina mencebik. Mana mungkin, batinnya.

"Itu karena aku telah menaklukkan inti kekuatan yang ada di dalam. Dan karena itu, mereka bisa bergerak mengikuti keinginan yang ada di dalam diriku. Mereka membacanya, dan melakukan tanpa aku minta."

Raina tertegun sesaat. Apakah itu sebabnya buku tadi terbang? Bukan karena dia yang memerintah, namun karena keinginan dalam dirinya yang bisa dibaca oleh kekuatan itu?

Kalau begitu, Elian tidak bisa berbohong, kan.

"Lalu, aku harus apa?" Tanya Raina.

"Mana aku tahu. Setiap kekuatan dan tubuh yang ditumpanginya memiliki aturan yang berbeda."

Raina sampai menghela napas. Kalau begitu, buat apa lelaki itu disini?

Suara angin berhembus kencang tiba-tiba terdengar bersamaan dengan jeritan seorang perempuan.

Elian pasang badan, berdiri di depan Raina tatkala angin itu berhembus ke arah mereka. Raina sampai menutup wajahnya dengan lengan kanan. Angin itu berhembus kencang dengan udara yang sangat amat dingin. Dingin sekali.

"A-apa itu.." Raina menggigil. Seperti ada yang menghembuskan salju ke arahnya.

Elian menatap ke arah gunung Sierra, dimana angin itu berasal. Dia tahu siapa yang menjerit tadi.

"Masuklah. Sudah waktunya kau istirahat."

Raina menurut dan masuk ke dalam rumah diiringi Elian dari belakang. Sesekali lelaki itu menoleh ke belakang, pasti ada yang tidak beres di hutan larangan.

Benar saja. Hutan larangan kini membeku. Padahal belum musim salju, tetapi dahan dan pohon sudah terkena es yang tebal.

"Aaargghhhh....!!"

Morgan tadinya bersandar di pohon, tetapi harus berdiri tegak melihat Marella terus mengerang. Kalau begini, kekuatan apinya pun tampak tak bisa mencairkan tebalnya salju.

"Kurang ajar! Bisa-bisanya dia menikahi orang lain!" Marella mengamuk. Hampir separuh hutan larangan ia bekukan dengan kekuatannya. Teriakannya sampai ke ujung gunung. Dia patah hati dan marah sekaligus. Tangisannya begitu keras sampai tak ada makhluk yang berani keluar.

"Sudahlah."

"Sudahlah??" Marella berjalan dengan langkah cepat mendekati Morgan.

"Kau bilang, Sudahlah?? Kau tahu berapa lama aku mencintainya? Kau tahu bagaimana aku berusaha mendapatkan hatinya?? Baru aku ingin membuat rencana, dia malah menikah dengan orang lain!!"

Morgan baru saja memberi kabar itu pada Marella setelah ia mendapatkan infromasi dari ayahnya. Morgan sendiri juga tidak tahu, dengan siapa sepupunya itu menikah.

"Aku harus menghabisinya. Aku harus membunuh istrinya!"

To Be Continued...

Terpopuler

Comments

Naliska

Naliska

klu marella tau istrinya ellian itu raina, mungkin dia akan terkejut dan pasti niat banget mau membunuhnya. kan dia memang nggak suka sm raina ditempat kerja. lanjut pen.

2023-10-23

0

Ahmad Hamdani

Ahmad Hamdani

belum up pennn/Sleep//Sleep//Sleep//Sleep//Sleep/

2023-10-23

0

Nikmatul Izzah

Nikmatul Izzah

setelah 3 hari penantian🥲🥲

2023-10-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!