DUAPULUH.

" Len ", katanya menyapaku dengan tersenyum puas.

Tanpa meminta izin apalagi ku persilahkan dia langsung masuk dalam kamar. Aku masih melihatnya dengan kesal, tapi melihat dia langsung duduk di kursi samping kasur aku kembali menutup pintu , tau ia tak akan cepat pergi.

Aku melangkah dengan gontai dan menunjukkan kekesalan ku padanya.

" Ternyata selama ini kamu disini, kami sulit sekali melacak mu" , katanya mengawali pembicaraan.

Aku tak menjawab dan memilih langsung naik ke kasur , tidur.

" Aku mencari mu ke pinggiran kota, juga sampai ke bandara , takut kamu kabur keluar negeri", katanya lagi.

Tapi aku masih diam dan menarik selimut sampai ke kepalaku. Aku benci Juna yang plin plan dan susah ditebak.

" Untung saja Bunda mengetahui kebiasaan mu, jadi ku perintahkan Sony kembali menyisir hotel di dalam kota, ketemu lah kamu disini", sambung nya.

Ahh, ternyata sedari tadi merasa diikuti ternyata adalah anak buah Juna. Harusnya aku sudah menyadari nya tadi.

Karena sama sekali tak ku gubris ia berdiri, entah mau kemana dia, aku berusaha untuk tidak memperhatikan nya.

" Kamu sangat pandai bersembunyi, aku pikir ini tadi gedung Opera bukan hotel" , ucap Juna.

Saat ini aku tak tahu posisinya dimana karna aku tak bisa melihat dengan kepala tertutup selimut.

Klik.. Aku mendengar pintu dikunci.

'apa sih yang dilakukan Juna, malah mengunci pintu segala' , aku berpikir dalam hati.

" Lenn.. kamu masih marah ?" , Kini aku mendengar derap langkahnya mendekati ku.

Tentu saja Aku masih diam saja karena marah. Entah kenapa aku jadi sangat marah dan kecewa sekali padanya.

" Maafkan aku yaa..." , dia ikut tidur disampingku.

' ahh.. sial, orang ini benar-benar keterlaluan',

Tapi aku masih diam saja.

" Kamu mau maafin aku enggak?", Kini Juna melingkarkan tangannya ke badanku.

Karna posisiku tidur menyamping jadi seakan-akan dia sedang memeluk ku dari belakang.

Jantungku semakin menderu dengan cepat , aku tak bisa lagi menahan kegelisahan ini.

" Tuan Juna ini bisa lepas nggak? ", Aku berusaha melepaskan tangannya. Tapi pelukannya cukup kuat.

" Kita pulang yaa, maaf membuatmu kecewa kemaren.. Kita yang akan tetap menikah Len, kamu dan aku", katanya lagi.

" Tuan Jun.. lepasin aku gak ", aku membuka selimut yang menutupi sedari tadi dan duduk dengan cepat.

Juna juga ikut duduk, kini ia beralih duduk tepat dihadapan ku.

" Len, kamu lucu banget kalau marah gini " , katanya.

" Ngapain sih kamu... bisa gak pergi dari sini!! ", kata ku lagi.

" Aku pergi jika kamu juga pergi, kita pergi sama-sama", Juna berusaha membelai rambutku, tapi aku menolak dengan menggeser badan. Dia masih tersenyum seakan mengejekku.

" Aku kemaren sudah tegaskan jika tidak akan ada pernikahan kan ?", Jawabku.

" Ayolah, jangan terlalu lama ngambeknya ", katanya.

" Cukup tuan Juna.. pergi saja", kataku sambil berdiri dan dengan tiba-tiba dia memeluk dari belakang.

Benar-benar dipeluk, hingga aku merinding dan tidak bisa berkata-kata lagi.

" Len , menikahlah denganku. Aku mungkin belum yakin dengan perasaanku sendiri, tapi sepertinya aku mulai menyayangimu , Aku mencintai mu dan tidak ingin kehilanganmu", ucap Juna.

Kata kata Juna seakan petir yang menggelegar di siang hari.

'gak mungkin' , batinku.

" Mungkin kamu ga akan percaya Len..tapi aku merasa ga bisa melepaskan mu lagi, aku sangat ingin memiliki mu", kata Juna mempererat pelukannya.

" Kamu jangan bercanda ", kataku akhirnya, meski dengan nada yang bergetar karna merinding.

" Sayang.. kamu bukannya menolak menikahi Kelvin karna mempunyai rasa yang sama kepadaku?" , kata Juna dengan genit.

Aku ga bisa bilang tidak, karna mungkin memang perasaan ku seperti itu. Tapi untuk bilang iya, rasanya juga masih sulit.

" Buu.. bukan begitu, aku hanya merasa kalian sudah mempermainkan aku" , kataku pada Juna.

" Jadi mau gak maafin aku?", tanya Juna.

" Enggak", jawabku.

Pelukan Juna masih sangat erat, rasanya aku sudah capek meronta, dan ingin segera membalas pelukannya ini.

Tapi tidak, dimana harga diriku yang tinggi itu.

" Boleh jujur dengan calon suami Len", kata Juna yang masih belum melonggarkan pelukannya.

Jantungku berdetak kian kencang, aku takut ia menyadari jika aku sangat berdebar. Aku malu mengakui jika aku merasa deg-degan bila sedang berada di dekatnya.

" Bisa gak ini dilepas dulu?", aku menunjuk tangannya yang masih melingkar di pinggangku.

Juna menggelengkan kepalanya, tanda Ia sama sekali tak mau melepaskan pelukannya padaku. Ia malah semakin memperkuat pelukannya.

' Sial, aku makin merinding', kataku dalam hati.

Tubuhku bergetar hebat, entah inilah rasanya jika dipeluk oleh seorang Lelaki untuk yang pertama kalinya aku sungguh tak tahu. Tapi rasanya aku tak kuat lagi, hasrat untuk membalas pelukannya membuatku menggila.

" Oke aku janji kita ngomongin pernikahan kita yaa.. bisa tolong lepas dulu", kataku berusaha mengiba.

" Sure...", Juna akhirnya melepaskan tangannya dan duduk di depanku. Ia tersenyum seakan kemenangan sudah ada di pihaknya.

" Jadi kamu sudah menyiapkan apa saja?", tanyaku.

Aku asal membuka pembicaraan, karna memang tak ada yang ingin aku bicarakan padanya.

" Apa? Aku sibuk mencari mu siang dan malam, aku sama sekali tidak ikut membantu persiapan pernikahan kita. Tapi tenang saja, Mama dan Bunda mu sudah menyiapkan segalanya. Serahkan saja semuanya pada mereka", kata Juna .

Aku akhirnya ikut duduk di samping Juna , ketika akhirnya Jantung ku mulai bisa berkompromi.

" Kelvin gimana? ", tanyaku.

" Kamu jangan pikirkan adik ipar mu lagi. Maafkan dia yaa... Entah mengapa aku merasa dia sedang menyembunyikan sesuatu dariku...", katanya .

" Maksudmu?", tanyaku mulai penasaran.

" Tenanglah, aku akan cari tahu dulu", katanya lagi.

" Entahlah , aku malu menghadapi kalian semua, seharusnya waktu itu, Aku tidak termakan emosi sesaat", kataku

" Heyy , kamu gak salah sayang... Kamu memang harus melakukan itu. Kamu harus menunjukkan besarnya rasa cintamu padaku bukan", ucap Juna tersenyum jahil.

" Aku belum bilang aku mencintaimu, dan jangan banyak berharap", kataku mengalihkan pandangan ku darinya.

" Sebentar lagi kan .. tunggu sebentar lagi, Tiga hari ke depan kita sudah Sah menjadi sepasang suami istri..." , ucap Juna kembali meyakinkan aku.

" Kamu sudah gak marah kan?", tanya Juna.

Aku hanya menggeleng.

Ahh aku jadi lupa, harusnya apapun yang terjadi aku harus marah padanya, tapi kenapa ketika berada di dekatnya otakku seakan berhenti bekerja.

" Sekali lagi aku minta maaf atas kelakuanku dan adikku yaa", Juna menatapku dengan tulus.

Dan lagi , Aku hanya mengangguk.

" Saat itu, saat kamu menarik bajuku, aku sudah tahu jika kamu membutuhkan bantuan ku, tapi aku ingin meyakinkan dirimu sendiri, kalau kau akan menolak Kelvin , tetap memilih ku", kata Juna.

" Aku hanya ingin melihat seberapa besar perasaan mu padaku. Dan ternyata benar, kamu mula mempunyai rasa juga untukku ", sambung Juna.

Aku malu mengakui nya, jadi aku hanya diam saja.

" Ahh.. Dua hari ke depan aku mungkin akan sangat sibuk yaa , Jangan marah lagi jika aku tidak menghubungi mu oke,!! Ini aku sudah meminta izin darimu dan kita akan bertemu di upacara pernikahan kita", katanya.

" Terserah kamu saja", kataku datar.

Meskipun sebenarnya aku penasaran apa yang ingin dia lakukan.

" Kamu membeli makanan sebanyak ini, memang berencana melarikan diri dariku berapa lama lagi?", Juna mengambil beberapa snack roti dan langsung memakannya dengan lahap.

" Heii pelan -pelan, memangnya kamu sudah tak makan berapa lama? ", rasanya sangat aneh orang setampan Juna makan lahap seperti itu.

" Sejak kamu pergi lima hari yang lalu, Aku belum makan nasi , Aku sangat lapar Len", jawabnya.

Aku mengambil tisu untuk mengelap mulutnya , aku menunduk untuk mensejajarkan tinggi ku dengan posisi Juna.

" Makan begini saja belepotan kaya anak kecil, ingat umur dong", kataku dengan tulus membersihkan mulutnya.

Juna tersenyum, menarik tanganku dan mencium keningku.

" Terima kasih, sayang.... ", katanya.

' Ahh sial...' pipiku sepertinya memerah.

" Aku memang sangat lapar, tapi makanan ini tak bisa membuatku kenyang", ucap Juna.

" Kau ingin makan nasi?", tanyaku.

" Aku ingin memakan mu", ucap Juna .

Juna mengangkat tubuhku, mendudukkan ku di pahanya, dan dengan reflek aku melingkarkan tanganku ke bahunya.

" Bolehkah? ", tanya Juna , Ia mendekatkan wajahnya ke arahku, memaksaku untuk menundukkan kepalaku.

Aku tak paham dengan pertanyaan nya, aku masih diam saja tak bisa menjawab.

" Ahh sial, aku tak kuat Len", kata Juna.

Dengan lembut ia menarik ku, dan dengan cepat ia membuatku mencium bibirnya.

" Kau yang memulai nya yaa..." , katanya.

Belum sempat aku membela diri, kini Juna malah sudah menempelkan kembali bibirnya padaku.

Ya Tuhan... Ciuman pertama ku.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!