SEPULUH.

Masuk ke Villa Juna, benar - benar mengagetkan ku, tidak banyak barang disini. Tak seperti rumah atau villa lain milik keluarga kaya, sungguh sangat sederhana. Tak ada barang mewah , tak ada perabotan yang tertata rapi, sangat berbeda dari penampakan nya dari luar yang terlihat sangat mewah.

" Ehmm.. lama tidak ditempati yaa? Kenapa tidak banyak perabotan nya ?", tanyaku.

Aku mulai berjalan berkeliling.

" Iya, sebagian perabotan sudah dipindahkan ke Villa baru milik mama Sherly" , ucap Juna.

Juna menarik kemeja nya keluar, membuatnya tak rapi. Tapi style seperti ini ternyata cocok sekali untuknya. Dengan kemeja yang sedikit basah terkena hujan, nampak sekilas bentuk tubuh Juna yang kekar dan sixpack.

' Ahh, gila dia memang menawan dan sexy' , batinku.

Ia berjalan menuju dapur, dan aku hanya mengikutinya ,

" Tidak banyak benda di villa ini, ambil handuk ini, keringkan rambut mu, jangan sampai masuk angin" , kata Juna.

Ia memberikan handuk padaku dan mengambil satu untuk dirinya sendiri.

Juna kembali berjalan ke arah dapur, menuju dispenser air.

' ahh dia ingin membuat kopi ' , aku masih mengekor di belakang nya.

" Mau segelas? ", tanyanya dan aku pun hanya mengangguk.

" Emhh, tidak ada pembantu ? ", aku bertanya pada Juna.

" Ada tukang kebun dan istrinya , mereka datang untuk beres beres rumah, datang setiap pagi, tapi tiap selesai yaa mereka pulang" , jawab Juna.

" Kenapa tidak ada penjaga malam? ", tanyaku lagi.

" Villa kosong seperti ini, tidak ada barang berharga nya Len... Lagi pula aku hanya butuh mereka untuk merawat bunga - bunga di taman luar", ucap Juna.

' Apa bunga - bunga di luar adalah kesukaan nya? Atau apa ini berhubungan dengan mendiang istrinya?' ,

Rasanya aku ingin menanyakan padanya secara langsung, tapi aku takut jika ini berkaitan dengan Anna .

Aku sedikit kesal jika dia sudah mengungkit-ungkit masalah Anna. Jadi aku diam saja , meskipun rasa penasaran ini cukup membuatku tak nyaman.

Selesai membuat kopi ia memberikan gesture mengajak ku keluar ruangan . Aku seperti anak ayam yang mengikuti induknya berjalan kemana-mana, hanya mengekor dan tidak bicara apapun.

Di luar pun terdengar hujan turun semakin deras. Aku ingin sekali pulang, tidur di kasur ku yang nyaman.

" Duduk Len... mau nonton gak? ", Juna mengambil remote TV dan menyalakan nya.

Aku duduk di depan TV layar lebar, memang TV ini rasanya lebih cocok untuk menonton film.

" Terserah kamu" , kataku sambil merebahkan badan bersandar pada sofa yang cukup nyaman ini.

Kulihat ia hanya menyalakan TV, lalu mengganti- ganti saluran acara seperlunya, dan tiba -tiba dia duduk tepat di samping ku, lagi lagi begitu dekat.

" Geser dong, ngapain sedekat ini sih? ", kataku.

" Gak Denger kata Bunda mu, kita harus semakin dekat kan? ", Juna tertawa.

" Aku hanya melakukan apa yang bunda minta lho", sambung nya.

" Isshh", aku menyerah, lalu aku melihat ke arah TV.

Juna juga ikut menyandarkan badannya ke sofa dan ia memejamkan matanya.

Sungguh Ia tak punya basa-basi, dan melakukan apapun susuai keinginannya. Tapi apa mungkin memang sifat orang yang sudah berumur ya seperti ini ?

Juna masih tidak bergerak. Aku yang juga bingung mau bicara apa lagi, juga ikut diam.

Kini hanya suara TV lah terdengar... Memecah keheningan di antara kami...

" Len... " , Juna mulai berbicara , meski masih dalam kondisi terpejam.

Aku menarik badanku dari sofa dan duduk dengan posisi normal.

" Kenapa? ", tanyaku.

" Maaf yaa aku malah membawa mu masuk dalam lingkaran ini" , katanya lagi.

" Kamu bilang ada alasan kenapa kamu berubah pikiran, apa aku boleh tau?", aku mencoba menggali informasi.

" Hanya saja, aku sudah berumur 32 tahun dan ga baik lelaki tampan rupawan seperti aku ini menjomblo terlalu lama kan ?", Ia hanya menjawab dengan bercanda.

" Bohong, !!", kataku

Juna membuka matanya dan memandang ke arahku. Kami begitu dekat, dan sialnya jantungku malah berdegup kencang sekali.

" Hhha, Susah sekali membohongimu, Aku hanya ingin menikahi mu, itu saja", ujar Juna.

" Perlukah kita segera membuat kontrak ? ", tanyaku antusias , tapi wajah Juna berubah.

" Jangan gila, nikah yaa nikah saja ngapain kontrak - kontrakan. Jangan pernah berpikiran tentang hal itu lagi. " , Juna menyeruput kopinya.

Aku masih melihatnya dan dia seakan mengerti akan keraguan ku.

" Kenapa kau ingin sekali menikah kontrak dengan ku? Ku sarankan jangan membaca banyak novel percintaan. Itu hanya akan membuat mu menggila", ucap Juna.

"Entahlah .. hanya itu yang terpikirkan di kepala ku", kataku lesu.

"Nanti setelah kita menikah , mungkin kita bisa saling jatuh cinta kan..", katanya lagi.

" Jangan harap ", kataku membuang muka.

Tapi Juna membalikkan badanku dan memegang bahuku, kami saling menatap. Rasanya jantungku semakin berdebar ingin meloncat keluar.

" Kenapa? ", tanya Juna.

" Apanya yang kenapa?", tanyaku.

Aku berusaha mengatur suara dan ekspresi ku agar tidak ketahuan olehnya jika aku sedang berdebar-debar.

" Menurut mu aku tidak tampan ? ", tanyanya.

" Hanya orang buta yang menganggap mu tidak tampan", aku tak berbohong. Kenyataan nya memang Ia sangat tampan.

Arjuna tersenyum.

" Lalu apa Aku kurang baik ? ", dia bertanya lagi.

" Entahlah, aku belum mengenal mu dengan cukup Baik" , jawabku.

" Baiklah .. Kenali aku lebih jauh lagi, dan ku pastikan aku akan membuatmu jatuh cinta padaku", ucap Juna dengan kepercayaan diri yang tinggi.

" Jika kamu berhasil membuatku jatuh cinta, tapi ternyata kamu tidak mencintai ku... Bagaimana?", tanyaku memandang Juna.

Juna terdiam sejenak, lalu tersenyum.

" Aku sangat tampan dan menawan kan ? Aku juga sangat pintar, husband material kan ?", Iya terkekeh.

" Narsis sekali", aku melepaskan diri dari Juna. Mencoba bersikap senormal mungkin, meski detak jantung ku sangat tak beraturan.

Dia tidak menjawab pertanyaan ku. Dia belum melupakan mendiang istrinya.

" Kamu sendiri yang bilang aku tampan", katanya.

" Memang tapii.... Syudahlah... ", aku tak meneruskan perkataanku.

Juna kembali menarikku lalu mencium keningku, Tubuhku bergetar hebat, aku merinding.

" Cukup percaya saja padaku", kata Juna datar.

Aku hanya terdiam, tidak bisa mendebat lagi kata-katanya. Dari awal melihatnya memang tak bisa dipungkiri dia seorang yang mempesona, tapi karena sebuah perjodohan gila ini aku malah jadi malas sekali dan tak tertarik dengan dia.

'Hujan semakin deras apa kami harus menginap disini?', kataku dalam hati.

" Ehmmm, Tuan Juna, apa kita pulang sekarang saja?" , tanyaku.

" Tunggu sebentar, biarkan aku merebahkan tubuhku barang sebentar, aku lelah sekali", ucapnya.

Juna kembali menutup matanya, dan terlelap dalam tidurnya.

Aku masih merenung,

'Apa mungkin Juna benar-benar ada hati untukku? Makanya ia ingin berubah pikiran dan menikahi ku? Atau ini hanya salah satu permainan nya? '

' Ahh, aku jadi pusing',

' Aku takut sekali jika aku jatuh cinta padanya '

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!