SEBELAS.

Fajar sudah menyingsing tapi aku tak kunjung bisa tidur. Aku melihat lelaki di samping ku ini masih terlelap dengan nyenyak. Dari wajahnya tergurat rasa letih, itulah mengapa ku urungkan untuk membangun nya sejak semalam.

Aku mulai membayangkan akan menikah dan hidup dengannya. Hanya dengan memandang nya, melihat tiap gurat halus pada wajahnya aku semakin terpesona. Ternyata Ia merawat wajahnya dengan baik mungkin lebih baik dariku yang jarang merawat tubuh dan wajah ku ini. Wajahnya begitu bersih dan Arjuna semakin terlihat sangat tampan saat diam tertidur begini.

Walaupun terpesona dengan tiap garis wajahnya, tak bisa ku tepis aku takut hidup dengannya. Mungkin saja kami sejajar dari aspek finansial, yaaaa... kami dari derajat keluarga yang sama, jadi tidak mungkin aku akan menderita akibat finansial. Tapi hati Juna telah termiliki, itulah mengapa aku takut hidup dengan orang yang tidak mencintai ku.

Selama ini aku hidup penuh cinta dari orang tua ku, semua yang ku inginkan dengan mudah akan kudapatkan, karena memang aku anak tunggal. Kedua orang tua ku memang selalu memprioritaskan aku. Jika saat aku menikah dan tidak bahagia, bagaimana caranya aku bisa melewati itu semua ?

Aku juga mulai memikirkan bagaimana nantinya jika aku benar-benar jatuh cinta pada lelaki ini.

Sewaktu kecil aku memimpikan akan menikahi seorang lelaki yang akan mencintaiku sepanjang waktu. Seperti ayah dan Bunda ku , aku memimpikan hidup seperti mereka yang saling mencintai dan menyayangi.

Tapi semua impian ku hancur mengetahui tentang perjodohan ini. Pikiranku melayang saat dulu memutuskan utk hidup mandiri, waktuku habis untuk bekerja dan tak memikirkan kehidupan cintaku . Belum sempat aku mencari cinta sejati , aku sudah harus dihadapkan dengan calon suami seorang duda yang masih memikirkan mendiang istrinya.

Ahhh...kacau...

Tak terasa air mataku menetes membasahi pipiku, aku tak sanggup jika harus sakit hati, karena selama hidup aku tak pernah sakit hati sekalipun akibat lelaki atau cinta. Dan ketakutan itu menyiksaku sekarang.

Juna terlihat menggeliat, ia membuka mata dan langsung memandang ke arahku.

" Heyy.. kamu kenapa ? " , Juna dengan sigap mendekati ku dan meraih tanganku .

Entah mengapa tangis ku semakin menjadi -jadi.

Juna memelukku. Aku masuk dalam dekapannya , merasakan aroma tubuhnya , jantung ku kembali berdegup kencang . . Tak beraturan .

Aku sadar ia mengkhawatirkan aku. Aku gak mungkin bisa jujur bercerita padanya kalau aku takut menikah dengannya, atau aku takut mulai mencintainya dan aku takut akan kecewa pada akhirnya.

" Leen... Coba jelasin, kamu kenapa ? Jangan bikin aku khawatir !!", Juna menatap ku dengan lembut aku balik menatap nya meski masih dalam tangis.

" Perlu aku cium biar nangis nya berhenti? ", kata Juna.

Dengan reflek secepat kilat, aku menutup mulutku. Ia tersenyum memandang ku. Tapi aku masih diam meski tangis ku sudah mulai mereda.

" Kenapa takut dicium calon suami ? ", Ia berusaha membantu mengelap air mataku dengan tangannya.

Tak ku sangka tangan pria ini sungguh lembut, aku merinding. Selain Ayah memang tak pernah ada lelaki yang pernah menyentuh ku, apalagi menjalin hubungan denganku?

Kini satu -satunya lelaki yang pernah menyentuh ku, adalah Juna. Aku melepaskan tanganku yang sedari tadi menutup mulutku. Kubiarkan Juna menyentuh seluruh wajahku menghilangkan sisa- sisa air mata yang tadi sempat menetes.

Juna menyentuh bibirku, ia berhenti. Aku memandang nya dan dia balik memandang ku, dari matanya seakan ia meminta izin untuk mencium ku.

Aku semakin berdebar dan dengan jelas aku juga bisa mendengarkan detak jantung Juna dalam keheningan ini. Tapi iramanya normal, Juna tidak berdebar seperti ku.

Juna semakin mendekat tapi dengan cepat aku menolehkan wajahku, Ia tersenyum tapi dengan senyuman jail seperti biasanya.

" Sebentar lagi , Ciuman pertamamu akan menjadi milikku", ia terkekeh membisikkan kata -kata itu di telingaku.

Aku masih melihatnya tertawa.

" Jangan harap", kataku datar.

" Ahhh.. Kau ini.. Lain di mulut lain di tubuh. Bahasa tubuhmu sangat menginginkan ku", ucapnya.

Aku melotot melihat nya.

" Apa - apa an kau? Aku tidak menginginkan mu", kataku.

" Iyaa sekarang, next time Lena , ku buat kau menginginkan ku , nanti", kata Juna.

" Kurasa kau belum sepenuhnya bangun dari tidur mu, kenapa mengigau seperti itu", kataku ketus.

Juna tersenyum lebar.

" Kenapa menangis ? ", tanyanya lagi setelah merapikan posisi duduknya.

" Aku tidak bisa tidur", jawabku memalingkan muka darinya.

" Apa ada yang kau sembunyikan dariku? ", tanya Juna menyelidik menatapku dengan serius.

" Tidak, Aku kesal sekali pada mu, aku tidak bisa tidur dan kau malah tertidur dengan lelap seperti itu", kataku sambil membenarkan posisi duduk ku.

" Ahh... Harusnya tidak ku buatkan kopi semalam.. maafkan aku yaa, mulai sekarang aku janji tidak akan pernah tidur sebelum kau terlelap", Juna melirik ku,

" Saat nanti kita sudah menikah tentu saja ", tambah Juna tersenyum sangat bahagia.

" Dasar kau mesum", kata ku.

" Tuan Juna, apa yang akan kita katakan pada Ayah dan bunda kita pulang pagi-pagi begini", ucapku lagi.

Juna mengkerut kan keningnya, wajahnya nampak sangat keheranan.

" Apa yang kau takutkan Len, bermalam dengan calon istriku sendiri, itu hal yang wajar", kata Juna.

" Apa maksudmu?", tanyaku yabg keheranan.

" Lena... Kamu calon istriku, aku bisa membawa mu kemanapun aku mau kan? Dan aku bisa melakukan apa pun yang aku mau", kata Juna .

Ia menyeringai menakutkan.

Akumu berdiri dan lari pergi ke kamar mandi untuk mencuci muka. Juna tertawa terbahak bahak. Ia sangat senang menggodaku.

Keluar dari kamar mandi aKu lihat Juna melakukan peregangan, pasti sangat capek tidur di sofa semalaman.

Aku ingin sekali memberi tahu Bunda tentang keadaan ku. Aku mencoba mencari hp ku, tapi nihil . Lalu aku teringat aku memang tidak membawa hp sejak saat semalam.

Diluar masih ada saja rintik hujan , meski pagi sudah menjelang, sepertinya memang hujan semalam sangat awet hingga kini. Ahhh.. Tentu saja ini sudah mulai musim penghujan.

Langit masih saja mendung, sang mentari enggan menampakkan dirinya. Mungkin gumiho memang sedang menangis sedih di suatu tempat, makanya hujan tag henti-hentinya reda.

Setelah Juna membersihkan diri , kami masing-masing keluar dari Villa. Udara pagi ini sangat dingin, ditambah rintik hujan yang masih turun, menambah hawa dingin.

Kabut masih terlihat di kejauhan, menandakan suhu yang masih belum naik. Kupeluk erat tubuhku sendiri, Jaket Juna masih setia membalut tubuhku yang kedinginan ini.

Juna mengantarku pulang ke rumah, meski aku takut Bunda akan menanyakan berbagai hal karena kami bermalam bersama. Tapi Juna terlihat sangat santai. Orang yang berpengalaman dalam hubungan percintaan memang sangat berbeda.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!