”Ahh, kenapa badanku berat sekali padahal aku baru saja bangun tidur? Lagipula, ini masih sangat pagi. Rasanya aku sudah tidur selama dua hari. Waktu terasa berhenti cukup lama.”
Aciel meregangkan tubuhnya yang kaku setelah berjam-jam berada di tempat tidur sendirian. Dia tidak menemukan siapa pun selain dirinya dan beberapa pelayan rumah yang sedang merapikan barang-barang di sekitarnya. Meski pelayan-pelayan itu tidak ada, rumah ini bisa tetap bersih karena semua orang yang tinggal di sini sangat menjaga kebersihan.
Dengan inisiatif, Aciel langsung bertanya pada seorang pelayan yang akan melewatinya, ”Apakah kau melihat Ivonne atau Ayhner di sekitar sini?”
Pelayan itu menjawab dengan sopan, ”Tidak Tuan. Tapi, saat sedang membersihkan lantai, kami menemukan bercak darah yang jejaknya menuju kamar Tuan muda.”
Aciel tampak terkejut sekaligus mulai curiga. ”Bercak darah? Apa yang kau maksud? Kapan kau menemukannya?”
”Sekitar satu jam yang lalu kami membersihkannya sampai di depan kamar Tuan muda. Saat kami mengetuk pintu kamarnya, Tuan muda tidak menjawabnya.”
Dengan cepat Aciel langsung mempercayai ucapannya dan segera berlari pergi menuju kamar Ayhner yang berada di lantai berikutnya. Dia terburu-buru sampai tidak melihat sudah ada berapa anak tangga yang dilompatinya dan berapa banyak ember air yang tidak sengaja ia jatuhkan saat para pelayan itu sedang membersihkan tangga. Dia segera meminta maaf padanya dan melanjutkan larinya.
Rasanya dia seperti sedang berolahraga di pagi hari dan di dalam rumah. Entah keringat dingin atau keringat karena kepanasan yang mulai membasahi dahinya dan juga rambutnya secara terus-menerus. Beberapa pelayan yang sudah mengetahui dengan bercak darah itu langsung tahu kemana Aciel akan pergi lalu mengikutinya dari belakang.
”Ayhner! Cepat buka pintunya!” Aciel langsung mengetuk pintunya dengan sangat keras. Tanpa disadari, ternyata pintu itu sama sekali tidak terkunci. Dengan cepat Aciel langsung membukanya untuk melihat isi yang ada di dalamnya bersama dengan pelayan-pelayan lain yang membututinya dari belakang.
Namun, ketika dia sudah mengitari seluruh ruangan yang ada di dalam kamar besar itu, dia mendapati kalau Ayhner tidak sedang berada di sana. Kecemasannya ini semakin bertambah karena di dalam kamarnya juga terdapat bercak darah yang juga sampai menodai kasurnya hingga tampak mengerikan. Di atas meja kecil, Aciel melihat sebuah peluru yang tampak sudah dikeluarkan dari tubuh seseorang.
Tentu dia semakin kepikiran dan bertanya-tanya, siapa yang saat ini sedang terluka kemudian dia menyelinap masuk ke dalam kamar putranya?
Aciel berdiri menghadap para pelayan dan bertanya, ”Bercak darah yang kalian temukan, mengarah kemana?”
Salah satunya menjawab, ”Ke halaman luar Tuan. Mungkin, Tuan muda sedang bersama dengan Nona.”
”Itu tidak mungkin. Ivonne pergi keluar karena mendapatkan panggilan.” Aciel langsung menjawab, ”... Satu-satunya tempat yang bisa didatangi olehnya saat ini adalah,...”
...~o0o~...
”Hariku sangat berat. Aku sangat ketakutan. Kenapa banyak orang yang ingin membunuhku?”
Di sebuah pemakaman, Ayhner duduk di samping makam Ibunya. Dia menekuk kedua lututnya dan meringkuk di atasnya. Kali ini dia terlihat putus asa. Jejak darah masih terlihat jelas menuju ke arahnya. Luka di perutnya masih belum benar-benar sembuh meski dia sudah mengeluarkan pelurunya.
Makam yang dia kunjungi adalah Makam Chloe Yeoun, Ibu kandungnya sendiri. Dia mati setelah jantungnya dicabut paksa oleh monster bernama Alzert. Dan betapa mengenalkannya dia, monster itu malah mengambil alih tubuh Ayhner dan menjadikannya sebagai pengganti setelah Ayhner menusuk jantung Alzert menggunakan sebuah pisau. Akibat kejadian itu, keadaan Ayhner semakin kritis bahkan sempat koma selama satu Minggu. Untungnya, kemampuan medis Ivonne tidak dapat diragukan lagi sehingga dia bisa sembuh dengan cepat.
Setelah kejadian kemarin, Gill membawanya pulang kemudian meninggalkannya dengan luka yang masih sangat serius. Dia tidak bisa membuat Ivonne bertambah cemas dan mengurung dirinya di dalam rumah. Karena itu, dia mengobati lukanya sendiri meski tidak sempurna.
”Aku takut. Aku benar-benar ketakutan. Aku tidak bisa seperti Ibu yang sangat berani melindungiku dari monster yang menyerang kita waktu itu. Aku bahkan sampai mengira kalau aku akan mati sekarang. Tapi, kalau aku dibiarkan hidup, aku takut aku akan memakan Ayah atau Bibi ketika aku lepas kendali. Kenapa Ibu harus melahirkanku? Setidaknya Ibu tidak meninggalkanku jika ingin melahirkanku?”
Ayhner mengatakannya dengan penuh kesedihan sampai dia menunjukkan sisi yang tidak pernah ditunjukkan oleh orang lain. Yaitu dengan menumpahkan semuanya melewati air mata yang jatuh ke tanah. Dia berharap, Chloe bisa melihatnya seperti ini dan sekacau ini.
Di belakangnya, Aciel sudah berdiri di sana sedari tadi. Dia mendengar semua yang dikatakan Ayhner begitu juga Isak tangis yang sudah tidak bisa ditahan olehnya. Aciel merasa kalau dia telah menjadi Ayah yang buruk untuknya. Dia bahkan tidak pernah bertanya tentang keadaannya dan membiarkannya berkeliaran pergi keluar rumah tanpa tahu hal-hal apa saja yang sudah dijalaninya selama ini.
Pasti sangat berat dan menyakitkan. Membayangkannya, sudah membuat perasaan Aciel terluka. Benar-benar terluka seakan tidak ada obat yang bisa menyembuhkannya. Bayangkan saja, seseorang yang selama ini dia perjuangkan dan dia lindungi, sedang menangis di sana. Mengeluh pada seseorang yang sudah tiada. Apalagi di depan makam Ibunya sendiri.
Karena perasaan bersalah, Aciel merasa malu dan tidak berani untuk muncul di depan makam Chloe. Dia bisa merasakan keberadaan Chloe yang sedang berada di depan Ayhner, sedang memeluknya meski Ayhner tidak bisa melihatnya maupun merasakannya.
Namun, apakah dia akan memilih untuk tetap diam saja di tempat tanpa melakukan apa pun seperti orang bodoh? Anak laki-laki yang menangis di depannya bukanlah orang lain melainkan putra kandungnya sendiri. Buah cintanya dengan istrinya yang telah tiada bertahun-tahun lalu.
Perlahan, dia mencoba berjalan menghampirinya. Meski ragu, dia tetap melakukannya dan berusaha untuk melawan rasa tidak percaya dirinya. Rumput hijau seakan menjadi karpet miliknya yang tidak akan menghalanginya atau mengganggunya untuk melangkah sampai akhirnya, dia berada dua langkah lebih dekat dengan Ayhner.
Aciel ingin mengatakan sesuatu padanya. Akan tetapi, dia memilih untuk mengundur waktunya.
Selama beberapa saat terus terdiam dalam pikirannya yang berantakan seperti kapal pecah, Aciel akhirnya memutuskan untuk menyebut, ”Ayhner.”
Seakan terkejut mendengar suara ini, Ayhner langsung berhenti menangis dan perlahan menengok ke belakang dengan kedua matanya yang bengkak karena kelelahan.
Aciel menghela nafas sementara Ayhner menunggu hal yang akan dibicarakan oleh Aciel saat ini.
Meski berat untuk mengatakannya, dengan segera Aciel berkata, ”... Ayhner, Putraku. Maafkan Ayah.” Aciel memberi jeda. ”... Maaf karena aku tidak pernah bertanya bagaimana keadaanmu maupun kesedihan yang sedang kau alami. Maaf karena selama ini aku jauh darimu dan maaf, karena saat itu, aku tidak bisa melindungimu dan juga melindungi Chloe. Kalau saja aku ada di sana, kita mungkin masih bisa bersama sampai sekarang. Aku benar-benar menyesal Ayhner. Maafkan, aku yang seperti ini.”
Dengan cepat, Aciel langsung jatuh berlutut, menyesali semua kesalahan yang baru disadarinya. Dia tak sanggup menahan air matanya yang menjadi kelemahan terbesarnya di saat semua orang mengira laki-laki tidak bisa menangis. Sementara Ayhner terdiam dalam posisinya yang sama sembari menatap Aciel.
Tidak lama setelahnya, Ayhner bangun dan berdiri menghadap Aciel yang masih bertahan dakm posisi menunduk. Ketika kakinya hendak melangkah ke depan, tiba-tiba dia terjatuh ke depan dengan darah yang mengalir keluar dari dalam perutnya yang terluka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments