”Ayhner, bangunlah. Ini Ibu.”
”Ahh, Ibu? Apakah Ibu masih di sini?”
Ayhner sedikit mengigau saat dia setengah tertidur. Dia melihat bayangan Ivonne yang duduk di sebelahnya sebagai Ibunya yang sudah lama mati. Bahkan saat kedua matanya benar-benar terbuka, Ayhner langsung menggenggam tangan Ivonne sampai membuatnya terkejut.
Awalnya Ivonne membiarkannya. Namun, melihatnya ingin memeluknya, membuatnya secara refleks langsung menampar pelan wajah Ayhner sampai membuatnya terbangun.
Mulanya, Ayhner mengira kalau Ivonne sedang mengelus pipinya. Tapi perlahan, rasa sakitnya muncul sehingga itu membuatnya sadar seketika.
”Ahh! Bibi! Kenapa kau di sini?! Mengganggu mimpiku saja!” ucap Ayhner sedikit membentak.
”Justru kaulah yang membuatku takut. Untuk apa kau melebarkan lenganmu dan mendekatiku seenak jidat?! Seharusnya kau bisa lebih berhati-hati pada wanita! Jangan sampai mereka meminta tanggung jawab padamu!” Ivonne mengomel sembari menyentil dahi Ayhner.
”Aduh, duh! Lagipula, memangnya siapa yang aku peluk?! Bibi adalah keluargaku juga dan bukan orang lain kan? Kalau aku sadar bayang-bayang Ibu adalah Bibi, aku juga tidak akan melakukannya!” Ayhner melipat tangan, bersandar pada tempat tidurnya sembari menatap keluar jendela.
Selama beberapa detik, dia terus terdiam dan merajuk, sampai dia akhirnya ingat kejadian kemarin malam. ”... Bibi tahu siapa yang membawaku kemari? Bukankah kemarin, aku bermalam sungai? Kenapa bisa ada di sini?”
Ivonne menuangkan air teko ke dalam gelas keramik yang berhiaskan warna emas dan corak-corak abstrak yang terlihat indah. ”... Tuan muda Hanley yang membawamu kemari. Sebelumnya, dia sendiri yang bilang kalau dia akan mencarimu asalkan aku kembali ke rumah. Lalu, pada tengah malamnya, Tuan muda Hanley membawamu kemari. Katanya, kalian berdua bertengkar karena kau tidak ingin pulang ke rumah sampai terjatuh ke sungai!”
Ivonne menatap tajam, setelah dia selesai menceritakannya. Mendengar kata tidak ingin pulang ke rumah, membuat Ivonne merasa sangat marah sekaligus mencemaskannya. Sementara Ayhner, tidak bisa mengatakan alasan apapun dan hanya berpendapat bahwa alasan itu benar-benar alasan yang buruk bahkan menuduh! Tentu, semua orang akan marah padanya jika dia mengatakan seperti itu dan tampaknya Eldric ingin membalas dendam padanya.
”Bibi! Dengarkan aku sebentar! Aku bukan tidak ingin pulang ke rumah tapi—
Ayhner tiba-tiba berhenti ketika dia sudah melihat yang tidak tersenyum dan tidak ramah sedang berusaha menatapnya dengan tatapan dingin yang terkesan luar biasa sampai membuat bulu kulitnya berdiri. Di saat seperti inilah, amarah Ivonne yang paling dihindari olehnya. Karena itu, dia selalu memberikan alasan-alasan yang masuk akal jika terpaksa pulang terlambat. Bukan karena dia tidak ingin pulang ke rumah.
”Jadi, kau tidak suka di rumah ya? Kau mau aku membuatmu tidak betah di rumah sehingga kau memilih untuk pergi tinggal ke jalanan?!”
”Ampuni aku Bibi! Aku tidak akan mengulanginya!”
...~o0o~...
”Sungguh berat apa yang aku lakukan kemarin. Tidak ku sangka anak itu bisa membuat masalah yang melibatkan nyawa. Tapi, siapa yang dihadapinya saat itu sampai-sampai membuat ledakan?” pikir Eldric.
Dia duduk di kursi sofa sembari memikirkannya. Mungkin dia tidak tahu banyak tentang apa saja yang sudah dialami Ayhner selama ini. Dia tidak pernah menceritakan kisah hidupnya. Dan tanpa tahu, dia telah menaruh kepercayaan yang besar pada seseorang yang baru dikenalnya seperti Eldric.
Eldric masih menghubungkan kejadian ini dengan kejadian di mansion Hanley beberapa waktu lalu. Mungkin, ini terjadi karena ada orang asing yang mencoba membunuhnya. Tetapi, karena dia menghadapinya seorang diri, dia jadi terpojok dan terlempar keluar akibat bom yang meledak tepat waktu.
Mungkin, kisah tentang dua spesies itu benar. Eldric bahkan nyaris tertipu dengan penampilan mereka yang menyerupai manusia. Akan tetapi, kelebihannya, dengar-dengar kalau darah mereka mampu menyembuhkan luka yang serius dalam sekejap. Memang terdengar mustahil tapi, beberapa orang ada yang mengaku kalau mereka pernah mencobanya dan ternyata baik darah zombi maupun darah monster, keduanya bisa menyembuhkan luka yang serius dan juga penyakit yang tidak bisa diobati.
Mereka tidak akan tahu kalau itu monster atau zombi sebelum mereka berada di tempat yang sepi dan tertutup. Atau membuat dua spesies ini mencium aroma darah. Sehingga, monster dan zombi yang sudah lama menahan lapar, akan mengamuk dan memakan orang-orang. Namun, tampaknya rencana yang seperti ini terlalu berbahaya karena bisa merenggut nyawa beberapa orang.
”Anak itu, kemarin dia mengatakan kalau dia akan membunuh spesies manusia. Jangan bilang, kalau kemarin, dia sudah berhadapan dengan salah satu spesies manusia seorang diri?! Apakah dia ingin membuatku merasa bersalah karena tidak datang tepat waktu sampai membuatnya terluka?! Ahh, aku harus cepat-cepat menemuinya!”
...~o0o~...
”Aduh, duh. Rasanya aku sudah kehilangan pendengaran. Tapi, untungnya aku bisa segera pergi dari sana.”
Ayhner merasa beruntung. Dan kali ini, dia berhasil kabur, kembali ke tengah kota yang dipadati oleh beberapa pengunjung. Dia berhenti tepat di samping sebuah telepon umum. Mengatur nafasnya yang berantakan karena dia tidak pernah berhenti berlari saat pergi dari rumahnya sembari mengistirahatkan kedua kakinya yang terasa ingin lepas dari tempatnya.
Meski dia sudah terlalu jauh dari rumahnya, Ayhner merasa kalau dia masih harus mencari tempat tersembunyi yang benar-benar tidak diketahui oleh Ivonne. Mungkin seperti di dalam peti mati atau gua bawah tanah yang kosong, dia bisa terhindar dari jangkauan Ivonne. Namun, di tempat yang sedikit ramai dan banyak bangunan-bangunan besar di sekelilingnya, rasanya mustahil untuk menemukannya.
”Ahh, sudahlah. Tidak mungkin dia mencariku jika sudah sejauh ini. Lagipula, dia juga memiliki pekerjaan.” Ayhner mulai berpikir untuk berhenti melarikan diri sampai dia melihat sebuah rumah penjual wafel yang sedang sepi pengunjung.
Wafel di tempat itu katanya sangat enak. Bahkan saat akhir pekan, orang-orang mulai membanjiri tempat itu untuk membeli wafel buatannya. Namun, karena hari ini bukan akhir pekan, hanya beberapa orang yang berkunjung ke sana.
Ayhner sendiri belum pernah merasakannya. Dulu dia pernah meminta pada Aciel untuk dibawakan wafel buatan rumah itu. Namun, dia selalu beralasan lupa atau terlalu sibuk. Jadi, dia belum pernah mencicipinya kecuali jika dia bergerak sekarang sebelum orang-orang mulai memenuhinya.
”Akhirnya, pemberhentian pertamaku.”
Seketika wajah Ayhner langsung berseri-seri, sembari berlari menuju rumah penjual wafel. Ketika dia hendak pergi meninggalkan sandaran pada telepon umum, dia sempat berpapasan dengan seorang pemuda yang seumuran dengan Eldric. Entah dia yang terlalu lambat merespon atau hanya halusinasinya saja, sosok pemuda itu seketika menghilang tanpa sejak. Seolah, waktu telah berhenti sesaat untuk mempersilahkan laki-laki itu melintasinya.
”Aku belum pernah berhalusinasi seperti ini. Atau mungkin, tadi itu hanya perasaanku saja ya?” pikir Ayhner. Dia tak sadar, sesosok pemuda yang tadi dilihatnya sedang mengawasinya dari balik dinding bangunan hotel.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments