Episode 3

Hotel mulberry berada cukup berdekatan dengan jembatan Katedral. Bangunannya juga cukup besar. Tampak jelas hotel itu cukup ramai. Dipenuhi dengan orang-orang yang membawa tas koper besarnya. Ayhner terus berpapasan dengan petugas hotel yang berjalan terburu-buru di sekitarnya. Entah apa yang mereka lakukan. Tapi sepertinya, mereka sangat sibuk hari ini.

Ayhner menaiki satu persatu anak tangga yang dilambari dengan karpet merah dan pegangan tangga yang dilapisi oleh pernis. Namun, baru saja beberapa langkah dia berjalan melintasinya, sebuah jebakan monster tak sengaja terinjak olehnya.

Namun, beruntungnya dia langsung menarik kakinya sebelum akhirnya tali merah yang muncul dari dalam tangga mengikatnya dan menyeretnya ke dalam tangga. Dan mungkin saja, masalah-masalah yang tidak diinginkan terjadi jika dia tertangkap sekarang.

Ayhner merasa senang karena kedatangannya disambut oleh jebakan yang tidak terduga olehnya. Senyumnya terbentuk begitu tahu, Tuan Luois sedang mengawasinya di suatu tempat. ”Sambutan yang cukup bagus. Aku sangat menghargainya.”

...~o0o~...

”Apa maksudnya? Dia memintaku untuk datang jam 8 malam? Apakah dia sudah tahu apa yang akan dialaminya nanti?”

Eldric masih memperhatikan secarik kertas yang dimasukkan Ayhner ke dalam saku jasnya. Dia mulai berpikir untuk mengatakan ini pada Aciel dan Ivonne. Namun, dibalik kertas itu ternyata bertuliskan, ”Jangan beri tahu siapa pun tentang ini.”

Itu jelas membuat Eldric kebingungan seolah Ayhner ingin dia datang sendirian ke sana. Ayhner juga tidak menuliskan kalau dia harus datang sendiri atau membawa pasukan menuju tempat itu dan tidak menuliskan apakah pertemuan ini berbahaya atau tidak.

Namun, yang ada dipikiran Eldric saat ini hanyalah anak sekecil Ayhner, tidak mungkin membuat masalah yang besar sampai mengorbankan nyawa. Tetapi, rasanya dia masih harus memperjuangkan tentang kejadian kemarin. Mengenai laki-laki bersenjata yang ingin membunuh Ayhner sebelum akhirnya, Ayah dan Bibinya mulai bergerak melindunginya.

”Ahh! Kenapa aku tidak bisa memikirkan hal lain selain ini?!”

Pikiran Eldric perlahan mulai berantakan seakan Ayhner telah menguasai dirinya dengan berbagai teka-teki yang diberikannya. Untuk apa dia harus datang ke sana dan mengapa Ayhner sangat percaya padanya? Dia mungkin bisa saja tidak memenuhi panggilan dalam suratnya dan memilih untuk mengurus urusannya. Tapi, kalau sudah seperti ini, dia tidak mungkin menghancurkan kepercayaannya kan?!

”Yoo, Tuan muda Hanley. Apa yang kau lakukan sendirian di sini?” Ivonne menyapa dari arah belakang sembari menepuk pundaknya ketika dia telah berada di sebelahnya.

Kedatangannya membuat Eldric sedikit terkejut dan langsung menatapnya. ” Nona Leory? Ada perlu apa datang ke kota sendirian malam-malam seperti ini?” ucapnya sembari menyimpan kertasnya ke dalam saku.

Ivonne menghela nafas. ”... Aku sedang mencari Ayhner. Sejak pagi tadi, dia sudah tidak berada di rumah.”

”Apakah dia memang seperti itu?”

”Ya, begitulah. Sudah sejak lima tahun lalu dia ketagihan membunuh monster dan zombi yang dilihatnya. Kalau bukan karena Ibunya yang berakhir menjadi santapan monster, mungkin dia akan menjadi anak yang baik dan tidak akan bertindak seenaknya.”

Eldric terlihat sedikit terkejut mendengar kisahnya. Seolah dia tidak menyangka Ibu Ayhner juga menjadi korban dari dua spesies manusia ini. Pantas saja saat melihat wajahnya, Eldric selalu melihat sisi Ayhner yang memiliki kemauan keras. Namun, di sisi lain dia juga memiliki masa lalu yang buruk dan itu terjadi tepat di depan matanya.

”Kalau begitu, setiap saat dia selalu berada dalam bahaya?”

”Tidak juga. Dia hanya membunuh monster atau zombi yang dilihatnya maupun mengundangnya ke suatu tempat. Kadang-kadang, dia juga selalu bermain-main di kota sendirian. Entah apa yang dilakukannya di sini sampai dia tidak betah tinggal di rumahnya sendiri.”

Kata mengundang, seketika mulai mengusik pikiran Eldric. Undangan yang datang siang tadi dengan menggunakan sebuah boneka, mulai memancing kecurigaan Eldric. Dalam pikirannya, dia sangat mempertimbangkan, jangan bilang kalau undangan itu adalah undangan dari monster atau zombi yang ingin membalaskan dendam padanya karena sudah membunuh spesies mereka? Ternyata, pemikirannya tentang anak berumur 14 tahun yang tidak mungkin membawa masalah bahkan sampai mempertaruhkan nyawa benar-benar salah!

Ayhner mengatakan untuk segera bertemu dengannya di jembatan katedral jam 8 malam. Dan sekarang sudah menunjukkan jam 7, 55 menit. Dia hanya memiliki waktu lima menit untuk sampai tepat waktu. Tentu dia juga tidak tahu masalah apa yang mungkin bisa saja terjadi jika dia datang terlambat.

”Nona Leory, biar aku saja yang mencarinya. Kau pulang saja. Sangat berbahaya jika seorang wanita berkeliaran pada malam-malam seperti ini.” Eldric menyarankan.

”Heh? Kau menganggapku wanita? Aku masih bisa mencarinya sendiri meski harus sampai tengah malam.”

”Ya, sudah. Aku meminta tolong agar nona Leory segera pulang. Aku akan segera mencarinya dan mengantarnya kembali.”

Dengan cepat, Eldric segera berlari pergi meninggalkannya begitu dia selesai dengan ucapannya. Sementara Ivonne kebingungan melihatnya seperti sedang berusaha menyembunyikan sesuatu darinya. Beruntungnya jalanan di sekitarnya terlihat sepi sehingga untuk berlari pun tidak jadi masalah untuknya.

Hanya tersisa dua menit untuk sampai ke jembatan. Sedangkan jaraknya dengan jembatan berada cukup jauh. Setidaknya membutuhkan waktu lima menit untuk sampai ke sana dengan berlari. Ini sudah sangat terlambat. Jika saja dia tidak meluangkan waktunya untuk berpikir atau berbicara dengan Ivonne, pastilah dia sudah sampai ke tempat itu.

Di sisi lain, Ayhner tengah membuka sebuah pintu kamar hotel yang berbeda dari yang lain. Pintu itu terlihat besar dan berat dengan lebar kayu yang cukup tebal. Begitu memasukinya, dia sudah melihat beberapa rak yang dipenuhi dengan buku bahkan beberapa buku ada yang sengaja ditaruh di bawah rak karena tidak muat. Meski sekelilingnya tampak rapi dan tanpa noda, dia masih mencium aroma darah yang berada di sekitarnya.

Di depan jendela yang memancarkan cahaya purnama, sebuah kursi singgasana terparkir di sana dengan sesosok laki-laki berambut panjang yang duduk di sana sembari memandanginya. Dia memangku sebuah pisau yang sudah diasah dan beberapa buku yang robek tak berbentuk di bawah kakinya.

”Kau terlihat seperti sedang depresi ya, kakek tua.” sambut Ayhner, tidak jauh dari pintu yang sudah terkunci.

”Kau datang tepat waktu. Orang yang sudah membunuh spesies kami. Atau juga, monster yang membunuh spesiesnya sendiri.” ucap Luois dengan dingin, sembari menatapnya perlahan.

”Aku tidak suka kalau kau menyamai ku dengan spesies manusia. Karena bagaimanapun juga, aku ini seorang anak manusia.”

”Kau menolak untuk menerima takdirmu. Monster yang menularkan penyakit itu padamu adalah Alzert. Monster yang kuat dan selalu setia menjadi bawahanku. Tampaknya dia telah melakukan kesalahan saat sedang mencari makanan. Dia tidak menduga kau akan menusuk jantungnya saat dia sedang memakan Ibumu.”

Luois memberi jeda dengan menaruh pisaunya ke bawah jendela. ”... Aku akan memberikanmu kesempatan hidup. Monster-monster di sini sangat tidak tahan melihat keberadaan mu dan sangat ingin membunuhmu. Tapi, jika kau dengan sukarela mau menjadi bawahanku dan senantiasa melayaniku, aku akan meminta mereka untuk tidak membunuhmu. Bagaimana?”

Ayhner terdiam sejenak dan memikirkannya. ”... Kesepakatan yang bagus. Aku tidak percaya kau sangat menghargai nyawaku. Tapi, dibandingkan menjadi monster, aku lebih memilih untuk mati. Dan, tidak ada seorang pun yang berhak berada di atas ku.”

Setelah berbicara, Ayhner langsung mengeluarkan pisau dari dalam jubahnya dan bergerak untuk menyerang Luois dari depan. Namun, gerakannya ini tertahan oleh sebuah dinding transparan yang menghalanginya.

”Kau sangat tidak menghargai nyawamu sendiri, rupanya. Kalau begitu, aku akan memenuhi perkataan mu. Matilah sekarang juga!”

Ayhner terkejut melihat ke sisi jendela yang menunjukkan ada seorang laki-laki yang memakai tudung hitam di belakangnya sedang menyalakan korek api. Dengan cepat, dia langsung menoleh ke belakang dan melihat tali granat yang akan meledakkannya jika benda itu benar-benar terbakar. Dia kembali menoleh ke arah Luois. Dan ternyata, tubuh yang dilihatnya sudah berganti dengan sebuah boneka yang sama dengan yang dilihatnya siang tadi.

”Kau sangat ingin melihatku mati ya?” Ayhner menyeringai.

Laki-laki itu membuka tudungnya dan setelah dia menunjukkan wajahnya, ternyata dia adalah Luois. ”... Aku hanya ingin melihat, apakah gerakan mu bisa secepat Alzert untuk menghindari bom yang akan menghancurkan seluruh tubuhmu.”

Boneka yang duduk di kursi singgasana langsung mengikat diri pada Ayhner, bersamaan dengan jatuhnya korek api yang menyala di atas sebuah kabel yang terhubung pada bonekanya.

Hanya berselang beberapa detik, bom itu meledak dan menghancurkan seluruh ruangan, membakarnya sampai semuanya menjadi abu. Saat asap dan puing-puing telah berhenti berjatuhan, Luois yang masih di sana tidak lagi melihat Ayhner berada di depannya. Anak itu tampaknya menjatuhkan diri ke sungai.

Tidak lewat dari detik-detik itu, Eldric datang ke jembatan katedral dan sudah melihat sebuah ledakan yang terjadi di salah satu kamar di hotel mulberry. Ledakan itu membuat serpihan-serpihan bangunan berjatuhan ke sungai. Dari jarak yang cukup jauh, Eldric mampu melihat sesosok manusia yang juga ikut terjatuh bersama serpihan bangunan.

Saat itu juga, dia langsung tahu kalau itu adalah Ayhner. Dengan cepat, dia segera berlari mendekatinya dan saat Ayhner akan mendarat di atas permukaan sungai, dia langsung menceburkan diri ke sungai yang cukup besar.

Agak sedikit sulit baginya menemukan Ayhner di tengah-tengah puing bangunan yang juga berjatuhan ke dalam sungai. Belum lagi, arus air yang menariknya masuk semakin dalam ke dasar sungai. Dia harus segera menemukan Ayhner sebelum dia sendiri kehabisan nafas.

”Aku tidak bisa bergerak lagi.”

Perlahan, Eldric mulai menyerah untuk terus berenang. Bersamaan dengan itu, dia melihat gumpalan darah yang berenang di dalam air. Sudah pasti, darah ini berasal dari tubuh Ayhner yang tenggelam di sungai. Dengan cepat, Eldric kembali berenang, mengikuti gumpalan darah yang menuntunnya.

Eldric merasa paru-parunya tidak kuat lagi untuk menahan nafas sedangkan mulutnya sudah penuh dengan air. Padahal, sedikit lagi dia nyaris meraih Ayhner yang sudah ditemukannya beberapa saat lalu.

”Apakah hanya sampai di sini saja?”

Tiba-tiba, Eldric merasa ada sebuah dorongan tangan yang membantunya bergerak dengan cepat. Seketika, dia berhasil meraih tangan Ayhner kemudian langsung menariknya pergi menuju permukaan. Tidak jarang, Eldric terus ditabrak oleh serpihan bangunan hingga membuatnya terluka dan memiliki memar.

Tidak sampai satu menit, Eldric akhirnya berhasil membawa Ayhner keluar dari dalam sungai. Dia merasa sangat lega akhirnya bisa bernafas kembali. Sementara Ayhner masih memejamkan matanya karena dia terlalu banyak meminum air.

Eldric langsung bergerak cepat untuk menolongnya. Melihatnya tidak bernafas, Eldric menekan-nekan dadanya hingga air keluar dari dalam mulutnya. Belum sampai di sana, dia juga memberikan nafas buatan sampai akhirnya dia bisa bernafas kembali.

Jari-jemarinya perlahan menunjukkan pergerakan meski terlihat pelan. Eldric merasa lega. Karena jika dia terlambat sedetik saja, mungkin Ayhner tidak akan selamat. ”Syukurlah aku datang tepat waktu.”

PLAKK!!!

Dari posisi tidurnya, Ayhner langsung menampar wajah Eldric dengan sisa tenaga yang ia punya. Dengan raut wajah kesal dan nafas yang masih terengah-engah, dia berkata, ”Bodoh! Kau sangat terlambat! Ini berbeda dari rencana awalku.”

Ayhner langsung tertidur kembali begitu dia selesai mengatakan kalimatnya seakan tidak memberikan waktu bagi Eldric untuk menjawabnya. Eldric terkejut mendapatkan tamparan itu. Namun, di sisi lain dia juga senang karena bisa menyelamatkan nyawanya meski diujung waktu. Setelah ini, dia harus membawanya pulang dan memenuhi janjinya pada Ivonne.

Pada bagian hotel mulberry yang berlubang akibat ledakan, Luois berdiri di sana dan mengawasi mereka berdua meski jaraknya harus melintasi lebar sungai. Kekesalan tampak jelas di wajahnya. Namun, dia tetap memikirkan hal menarik yang akan dirancangnya nanti.

”Anak manusia itu tidak sadar kalau yang sudah diselamatkannya adalah monster. Aku harus membuatnya sadar bahwa dia akan menjadi korban berikutnya.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!