Misteri Mayat Terpendam

Misteri Mayat Terpendam

Bagian 1

...MISTERI MAYAT TERPENDAM ...

...Dewa Payana...

...Bagian 1...

BRANG!

Terdengar ada suara benda yang jatuh dari arah dapur. Begitu nyaring, laksana dibanting keras ke atas lantai.

Lasmi terkesiap dan lekas memeluk anaknya. Seketika wajah perempuan berumur hampir kepala tiga itu memucat kesi. Seperti berhenti total peredaran darah yang menghidupi segenap raganya.

'Ah, suara itu lagi ….,' membatin Lasmi dengan hati berdebar kencang. 'Ya, Tuhan … teror apa lagi ini?'

Dia menepuk-nepuk bokong anaknya. Berusaha menenangkan tangis si bocah yang menjerit-jerit ketakutan.

"Sssttt … diamlah, Nak. Tenang. Di sini ada Ibu kok, Sayang," ujar Lasmi seraya semakin mempererat dekapan pada tubuh anaknya.

BRANG! PRAK!

Kembali suara itu terdengar nyaring. Sepertinya piring-piring di rak di dapur sana yang sengaja dibanting sedemikian rupa. Lasmi semakin merasa ketakutan. Hingga badannya gemetar seraya merapatkan dekap.

Sebenarnya kejadian seperti ini, bukan yang pertama kali. Tidak terhitung dan Lasmi sendiri sudah tidak ingat lagi, sekarang sudah yang keberapa. Yang pasti, hampir setiap kali Arvan —suaminya— tidak ada di rumah, peristiwa aneh semacam tadi kerap dia alami. Bukan sesuatu yang lumrah pula, jika awal-awal akan adanya hal-hal demikian, dimulai dengan tangisan si kecil secara tiba-tiba. Tidak ada angin maupun hujan, bocah berusia empat tahun tersebut mendadak mengamuk disertai lengking jerit membahana di pengujung senja.

"Sssttt … tenanglah, Nak. Jangan nangis. Ibu peluk, ya?" ucap kembali Lasmi, berusaha menenangkan anaknya yang meraung-raung memekakkan telinga.

Namun sang buah hati tetap tidak mau diam. Dia meronta-ronta di dalam dekapan sambil sesekali menunjuk-nunjuk ke arah pintu kamar tidur.

Lasmi menoleh sejenak, memperhatikan arah yang ditunjuk oleh anaknya, Lingga. Tidak melihat apa pun di sana, terkecuali kondisi pintu kamar yang tertutup rapat.

BRANG! PRAK!

'Astaga ….,' desah Lasmi lagi-lagi terkejut.

Seketika dia membayangkan kondisi ruangan dapur pasti dalam keadaan berantakan atau porak poranda. Namun benarkah demikian? Nyatanya saat suatu ketika memberanikan diri untuk memeriksa, tidak tampak seperti bekas apa pun di sana. Semuanya masih tertata rapi dan bersih sebagaimana sesore tadi dia berbenah di ruangan tersebut.

'Apakah ulah tikus-tikus itu ….?' Bertanya-tanya Lasmi di dalam hati sembari mendekap anaknya yang belum kunjung mau diam dan tenang.

"Ah, gak ada celah lobang tikus di sini, Dek," kata Arvan sebelumnya saat Lasmi berkeluh kesah tentang suara-suara ribut yang seringkali terdengar di dapur rumah mereka. "Semua akses pintu dan saluran pembuangan air, pada tertutup kok."

Lasmi mendecak bingung. Tanyanya kemudian dengan raut wajah masam, "Terus … kalo gak ada tikus, suara-suara itu datang dari mana, Mas?"

Lelaki itu melirik pada istrinya sebentar, lantas memutari pandangan pada setiap sudut ruangan dapur. Jawab Arvan dengan benak masih diliputi berbagai pertanyaan serupa, "Mungkin dari ruang sebelah, Dek. Bukannya rumah ini bersebelahan dengan dapurnya Bu Tedjo, tetangga kita?"

Lasmi menggelengkan kepala. Sama sekali tidak sepemikiran dengan apa yang diucapkan oleh suaminya tersebut.

"Tapi aku dengernya jelas banget, Mas," ujar perempuan tersebut bersikukuh. "Suara-suara itu, datangnya dari arah dapur rumah kita …."

Arvan menarik napas panjang dan menatap lesu istrinya. Ujar lelaki itu kemudian dengan nada suara datar, “Sudahlah, Dek. Kamu jangan terlalu membesar-besarkan kejadian ini. Lagipula, kenyataannya gak pernah ada apa-apa ‘kan di sini?”

Memang sepanjang awal peristiwa tersebut mulai terjadi, hanya suara-suara itu saja yang seringkali terdengar. Pertanyaannya adalah mengapa cuma kerap muncul menjelang malam hari? Mengapa pula di saat Arvan sedang tidak ada di rumah? Lantas hubungan dengan tangis histeris dan amukan Lingga, apa?

“Mas, cepetan pulang ….,” pinta Lasmi pada Arvan melalui sambungan telepon. “Anak kita gak mau berhenti nangis dari tadi.”

Jawab suaminya dari seberang kejauhan, “Iya, Dek. Sebentar lagi kerjaanku kelar. Mungkin Lingga lagi laper. Coba kamu—”

“Suara-suara di dapur itu ada lagi, Mas,” ujar Lasmi menegaskan dengan suaranya yang bergetar ketakutan.

“Kamu udah meriksa ke dapur belum? Mungkin Bu Tedjo lagi masak di dapur sebelah,” duga Arvan mencoba menerka-nerka.

Perempuan itu mendengkus di antara debaran jantungnya yang tidak mau tenang.

Balas Lasmi kesal dengan sikap apatis suaminya tersebut, “Bagaimana aku bisa ngecek ke sana? Lingga gak mau aku tinggal, Mas. Mendingan Mas cepetan pulang, deh. Ini lembur kok, hampir tiap hari, sih? Kayak gak ada habisnya,” imbuhnya menggerutu disertai raut wajah pucat dan masam. “Aku sama anak kita lagi ketakutan, Mas!”

“I-iya … aku usahain pulang secepatnya,” timpal Arvan terdengar kesal dengan dengan rajukan dari istrinya tersebut. “Kamu tunggu aku di rumah, ya? Kalian sudah pada makan? Mau dibawain apa sekalian jalan nanti?”

‘Ya, Tuhan ….,’ desis Lasmi di dalam hati. ‘Malah nanyain makanan. Aku boro-boro berani ke dapur jam-jam segini. Yang ada malah ….’

PRAK! BRANG! BRENG! BRONG!

“Astaga!” seru Lasmi seketika seraya menengok ke arah pintu kamar.

“Ada apa lagi, sih?” tanya Arvan terheran-heran di balik sambungan telepon.

“I-itu … s-suara i-itu …, M-mas,” ucap Lasmi terbata-bata. “D-di dapur … eh, halo? Halo, Mas! Lho, kok malah terputus?”

Lasmi memperhatikan layar ponsel. Sambungan teleponnya mendadak terputus. Lantas mencoba untuk menghubungi nomor Arvan, akan tetapi gagal terkoneksi. Tidak hanya sekali, beberapa kesempatan kembali diusahakan, hasilnya masih tetap sama.

‘Ya, Tuhan! Kenapa lagi ini?’ tanya Lasmi heran bercampur kesal. Sampai kemudian dia membanting keras gawainya tersebut ke atas kasur. Lanjut memeluk dan menenangkan tangisan Lintang yang tersedu sedan.

Tidak ada jalan lain bagi Lasmi. Rasa penasarannya kini mulai timbul di antara dera ketakutan yang masih menghinggapi.

Tidak ingin meninggalkan anaknya sendirian di kamar, perempuan tersebut menggendong Lintang dalam dekapannya dan membuka pintu kamar secara perlahan-lahan.

Detak jantungnya kian memacu. Matanya bergerak-gerak mengintip suasana di ruangan tengah yang sepi dan temaram dengan bias lampu berdaya kecil. Lantas selangkah demi selangkah mengayunkan kaki dengan pandangan nanar ke arah dapur di belakang. Terhalang dengan partisi yang terbuat dari bahan plafon.

Seketika itu pula suara-suara gaduh yang diperkirakan berasal dari ruangan dapur tadi pun, mendadak menghilang. Tinggal kini seperti terpaan air yang mengucur deras dari keran, menimpa permukaan bak penampungan wastafel.

‘Aneh ….,’ pikir Lasmi dengan kedua alis menaik ke atas secara serempak. ‘Aku yakin banget, tadi sama sekali gak ninggalin air ngocor begitu saja selepas bebenah di dapur.’

Perempuan tersebut benar-benar yakin, dia tidak pernah sekalipun meninggalkan keran dalam kondisi terbuka seperti itu. Lagipula, bukankah itu sudah dilakukan beberapa waktu yang agak lama. Kalaupun memang demikian, mungkin sejak dari tadi suara kucuran air itu terdengar.

Langkah Lasmi semakin mendekat memasuki ruangan dapur. Matanya awas memperhatikan suasana di depan sana dengan gerak kaki gemetar dan jantung berdebar-debar. Sampai kemudian ….

“Astaga …!” seru tertahan perempuan itu seketika.

Dia seperti melihat ada pergerakan bayangan di balik dinding sana. Seseorang? Entahlah. Cahaya lampu pijar yang menerangi dapur kurang begitu meyakinkan. Namun jelas sekali, sudut mata Lasmi memang sempat memperhatikannya.

‘Malingkah ….?’ tanya istrinya Arvan tersebut was-was.

Sejenak Lasmi ragu untuk melanjutkan langkah. Khawatir jika yang sempat dia tangkap mata tersebut benar adanya, bahwa bayangan itu berasal dari sosok seseorang yang tengah berada di dapur.

Dengan napas sedikit tersengal-sengal, Lasmi berniat mengintip. Merapat perlahan-lahan ke dinding dan ….

“Waaa ….!” Lintang tiba-tiba menjerit-jerit histeris. Anak itu meronta-ronta di dalam gendongan ibunya. Berusaha menarik-narik diri dan menolak untuk dibawa ke dekat ruangan dapur.

Pada saat yang bersamaan, mendadak kepala Lasmi seperti dihinggapi beban teramat berat. Diikuti dengan desiran darah terpompa cepat mengumpul di batok kepala.

“Aahhh ….,” desah perempuan tersebut kaget dan merasakan segenap bulu kuduknya meremang tiba-tiba.

...BERSAMBUNG...

Terpopuler

Comments

uutarum

uutarum

nyimak

2023-06-02

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!