Sebuah bangunan tinggi berwarna merah dan putih menjulang tinggi ke angkasa. Bangunan raksasa itu berbentuk oval dengan sepetak bebatuan berwarna putih kekuning-kuningan di tengahnya. Di sekelilingnya terlihat barisan tempat duduk penonton yang melingkar dengan kapasitas sekitar puluhan ribu orang. Tempat ini terlihat seperti gabungan antara stadion sepak bola dengan Colosseum. Namun fungsi sebenarnya dari tempat ini adalah seperti bangunan yang ada di kota Roma tersebut.
Yap, ini adalah Dukono Arena, sebuah arena pertarungan sihir yang terletak di sebelah timur laut Kota Jailolo. Di dunia nyata, Dukono sendiri merupakan sebuah nama gunung berapi, tapi di Tierra Hyuma ini nama itu juga digunakan sebagai nama arena pertarungan.
Para pengunjung dari berbagai daerah di Kekaisaran Nusantara berkumpul di tempat itu untuk menyaksikan turnamen sihir tahunan paling bergengsi di kepulauan terbesar se- Tierra Hyuma itu. Para pengunjung didominasi oleh pemuda pemudi berusia remaja yang sepertinya mereka juga ingin mempelajari lebih lanjut tentang pertarungan sihir.
Sementara itu para murid Akademi Sihir Nasional Jailolo termasuk para peserta turnamen terlihat duduk di tribun wilayah barat. Mereka menunggu upacara peresmian turnamen bergengsi ini sembari menunggu informasi lebih lanjut dari panitia penyelenggara.
Terlihat di tengah tribun wilayah barat para murid Akademi Sihir Nasional Jailolo juga menunggu peresmian acara tersebut, termasuk Anna, Dwi, dan Licia.
“Wah, banyak sekali pengunjungnya,” ucap Anna kagum sambil menengok ke berbagai arah. Ia sangat takjub dengan banyaknya orang yang hadir di turnamen tersebut.
“Pastilah, ini kan turnamen sihir tahunan paling bergengsi di Nusantara ini. Orang-orang dari berbagai daerah seantero negeri berkumpul di tempat ini,” ujar Licia.
Sementara itu, Dwi tidak menunjukkan ekspresi apapun. Ia hanya duduk diam sambil menyaksikan banyaknya orang disini. Tak lama berselang, seorang pria menghampiri mereka dan duduk di sebelah Dwi. Ia adalah siswa senior berambut putih yang tak asing bagi mereka berdua.
“Yo,”
“Eh, Kak Aldy? Kakak kesini juga?” kata Anna.
“Yep, sudah lama aku tidak melihat turnamen epik seperti ini,” gumam Aldy.
Dwi yang melihatnya langsung bertanya pada Aldy.
“Eh, Kak Aldy, ngomong-ngomong kau pernah ikutan turnamen seperti ini gak sih?”
“Nggak. Aku gak pernah ikut turnamen adu sihir manapun meskipun banyak yang mengajak,”
Aldy langsung menyilangkan kakinya sambil meminum segelas milkshake yang sepertinya ia beli di luar. Tanpa diduga, Licia yang baru ngeh melihat wajah Aldy langsung berucap dengan cukup keras.
“Eh, kau Kak Aldy Heraldy ketua kelas Da itu kan?”
“Kau mengenalnya juga?” tanya Anna pada Licia.
“Pastilah. Dia adalah salah satu siswa senior paling terkenal di Jailolo, si pengguna sihir putih tercepat di akademi, dan julukannya adalah ‘Dewa Langit dari Siak’,”
“Apa?”
Anna terkejut mendengarnya, meskipun dia mungkin sudah cukup mengetahui sekuat apa Aldy itu sampai geng ‘The Death March’ saja tidak berani mendekatinya. Namun tetap saja apa yang dikatakan oleh Licia itu di luar nalar.
Namun berbeda dengan Anna, Aldy yang mendengarnya langsung tertawa terbahak-bahak sampai dia menyemburkan minumannya.
Pfff… Ahahahaha… Dewa Langit darimananya? Aku gak sekuat itu loh,”
“Tapi kakak memang hebat loh. Kemampuan kakak juga di atas rata-rata para senior kan? Bahkan kakak sendiri menguasai sihir elemen lanjutan lebih banyak dari bundaku,” puji Licia.
“Ah, kalau itu cuman hasil latihanku selama lebih dari setahun doang. Kalian juga bisa melakukannya,” jawab Aldy sambil menggaruk-garuk kepalanya.
“Lantas kalau kau sekuat itu, kenapa akademi tidak menunjukmu sebagai peserta turnamen tahun lalu?” kata Anna.
“Penunjukkan peserta turnamen itu hanya berlaku untuk tahun ini. Kalau dulu para murid bisa daftar sebagai peserta sesuai dengan keinginannya, yah walaupun mereka juga harus diseleksi dulu oleh pihak akademi…”
Aldy meminum milkshake-nya sebelum melanjutkan ucapannya.
“lagipula aku gak begitu tertarik buat adu sihir dengan orang lain. Aku lebih suka menggunakan sihirku kalau benar-benar diperlukan saja,”
“Oh begitu…”
Tak terasa seremonial pembuka pun dimulai. Sang moderator acara terlihat berada di tengah-tengah lapangan dan menyambut para penonton.
“Selamat datang di Turnamen Adu Sihir Nasional Ke-21 di Dukono Arena Jailolo!!!”
“WHOOOAAAA!!!!”
Para penonton bersorak ramai. Seperti dalam pembukaan sebuah acara pada umumnya, sang pembawa acara itu sedikit memberikan basa-basi sambutan pembuka. Tak berapa lama ia pun menunjuk ke arah tribun timur, tepatnya pada balkon VVIP.
“Di pagi yang berbahagia ini, kita juga mendapatkan tamu istimewa pada turnamen bergengsi tahunan ini. Mari kita sambut, Yang Terhormat Pemimpin Agung Nusantara ke-12, Yang Mulia Kaisar Hilal Hasanuddin dari Mangkasara,”
“WHOOAAAAA!!!!”
Semua orang yang ada di kursi penonton sontak kembali bersorak menyambut sang pemimpin negeri ini. Sebagian besar dari mereka ada yang berdiri sambil bertepuk tangan sebagai bukti kecintaannya kepada sang monarki. Anna dan Dwi yang juga menyaksikan hal itu penasaran dengan wujud sang kaisar, terlebih lagi Anna yang tertarik dengan asal muasalnya.
“Mangkasara, itu kalau di dunia nyata Makassar bukan sih? Dan dilihat dari namanya, apa jangan-jangan dia Sultan Hasanuddin dari dunia ini?”
Anna bertanya-tanya tentang hal itu dengan suara pelan. Dirinya merujuk pada seorang pahlawan nasional Indonesia yang hidup pada 500 tahun yang lalu, dan kebetulan dia juga merupakan orang Makassar.
“Sultan Hasanuddin?”
Dwi tiba-tiba berujar itu disampingnya. Nampaknya dia juga mendengar hal itu meskipun Anna berucap dengan suara pelan.
“Eh… tidak jadi. Ini kan bukan di Bumi,” jawab Anna memalingkan pandangan.
“Ya siapa tahu saja,” Dwi malah menimpalinya dengan guyonan.
“Tapi kan…”
Belum selesai Anna berucap, Licia menyeru mereka sambil menunjuk ke arah balkon VVIP.
“Hei, lihat. Paduka Kaisar sudah tiba,”
Mereka berdua pun menengok ke arah balkon berlapis marmer putih itu. Dan benar saja, para petinggi negeri ini sudah hadir di arena ini. Sambil diiringi oleh suara cangkang kerang tiup, terlihat beberapa orang dengan pakaian tradisional yang dikawal oleh beberapa orang berjalan ke depan balkon dan duduk di bangku-bangku istimewa yang sudah disediakan sebelumnya.
Mereka adalah para adipati dari berbagai wilayah di Nusantara. Mereka mengenakan pakaian tradisional yang berasal dari wilayah mereka. Jika dilihat-lihat, pakaian tradisional yang mereka pakai hampir sama seperti pakaian tradisional daerah-daerah Indonesia di ‘dunia nyata’. Tercatat ada belasan adipati yang duduk berjajar di balkon itu dengan beberapa pengawal di belakang mereka. Namun sang kaisar belum terlihat diantara mereka.
Namun tak lama kemudian sang Kaisar Nusantara, Hilal Hasanuddin dari Mangkasara pun tiba, memasuki balkon kehormatan. Dia adalah pemuda berusia 30 tahunan yang sangat rupawan. Ia juga mengenakan pakaian tradisional dengan sebuah badik yang diselipkan di pinggangnya.
“Wah, tampan sekali dia,” ucap Anna dalam hati.
Sambil tersenyum, ia pun melambaikan tangan kepada para penonton yang hadir di tempat itu. Sontak para penonton pun ikut bersorak dengan kehadirannya.
“Selamat datang kepada Yang Mulia Paduka Kaisar Nusantara. Silahkan duduk di singgasana kebesaran,”
Sang kaisar pun duduk di singgasana bercorak emas dan perak itu. Pembawa acara pun kembali melanjutkan acara pembuka.
Sebuah pentas seni dari sanggar seni tradisional Jailolo ikut memeriahkan acara tersebut. Tak lupa pula beberapa sambutan dari panitia penyelenggara dan sang Kaisar. Hingga tibalah saatnya bagi sang pemimpin negeri untuk meresmikan acara tersebut. Sambil berdiri di depan singgasananya, ia pun meresmikan turnamen itu melalui sebuah alat seperti mikrofon namun bercahaya dan melayang-layang di udara.
“Dengan ini saya menyatakan Turnamen Adu Sihir Nasional ke-21 yang bertempat di Dukono Area Jailolo resmi dibuka!!!”
Terompet kulit kerang kembali ditiup, pertanda acara tersebut resmi dibuka. Para penonton yang menyaksikannya langsung bertepuk riuh kembali.
“Baiklah, sebagai tamu istimewa, Yang Mulia boleh untuk merapalkan mantra sihir kecil yang melewati ring yang telah kami sediakan. Ini sebagai penutup upacara pembukaan turnamen ini,” ujar sang pembawa acara pada sang Kaisar.
Sebuah ring, atau lingkaran bercahaya terlihat melayang-layang di atas arena. Sang Kaisar pun disuruh untuk merapalkan sebuah mantra, atau lebih tepatnya menembakkan sebuah sihir melewati ring tersebut. Akan ada sebuah kejutan dari panitia penyelenggara terkait hal itu. Namun bukannya langsung merapalkan mantra, sang Kaisar malah berujar balik pada si pembawa acara itu.
“Ini saya melakukan hal ini ada bonusnya gak? Hehe…” tanya sang Kaisar sambil tersenyum.
Mendengar hal itu, sang pembawa acara menjawabnya dengan sedikit panik. Sepertinya ia tak tahu apa-apa soal bonus yang ditanyakan oleh sang penguasa Nusantara itu.
“Oh, tenang saja Yang Mulia, nanti akan ada hadiah istimewa untuk paduka setelah acara ini…”
Para penonton tertawa melihat tingkah laku pembawa acara itu. Tapi ternyata apa yang dikatakan oleh sang Kaisar hanya guyonan belaka. Ia pun ikut tertawa bersama orang-orang.
“Hahaha… Saya cuman bercanda kok, tenang aja, haha…”
Begitu murah hatinya sang Kaisar hingga ia mau melakukan sedikit ice breaking dalam prosesi acara tersebut. Tak lama kemudian, ia pun langsung menunjuk ke arah ring itu dan merapalkan mantra. Semua penonton mendadak hening saat momen itu.
“Mantra Cipta, Cahya, Mini Noktah”
TWINGG… sebuah bola cahaya kecil muncul dari telunjuknya dan melesat ke arah depan. Sedikit bergerak kesana kemari sebelum akhirnya melewati lingkaran itu.
Ajaib, lingkaran biru itu langsung bercahaya dan melontarkan dua buah cahaya ke kiri dan ke kanan, lalu berpecah menjadi empat, delapan, dan enam belas. Cahaya-cahaya sihir itu pun lalu berhenti dan membentuk persegi panjang bertuliskan sejumlah nama dengan aksara Rejang.
“Whoa… itu…”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments