Beberapa minggu telah berlalu. Khususnya bagi Anna dan Dwi, mereka mulai bisa beradaptasi dalam lingkungan yang sangat berbeda disini.
Pada hari itu seperti biasanya Anna pergi ke kantin bersama Licia di waktu istirahat. Tidak ada yang spesial pada hari ini, tetapi Anna masih ingat betul dengan apa yang terjadi pada beberapa minggu yang lalu di lorong perpustakaan itu. Namun hingga saat ini, Anna belum bertemu lagi dengan siswa misterius itu.
“Ada apa, Anna? Kok melamun terus?” tanya Licia.
“Eh, tidak ada. Aku tidak memikirkan apapun kok.” jawab Anna.
“Benarkah? Jangan bohong deh, mungkin hubunganmu dengan Dwi tidak berjalan mulus ya?” Licia menggodanya.
“Eh… bukan begitu. Siapa bilang aku berhubungan dengannya? Dia cuman temanku doang,” bantah Anna dengan pipi memerah.
“Bohong ya, hehe…”
Licia terus menggodanya sementara Anna terus memikirkan peristiwa kemarin sambil berjalan, hingga ia tak sadar telah menabrak siswi junior lainnya.
BRUKK…
“Aduh…”
Anna menabraknya hingga buku-buku yang dibawanya terjatuh. Melihat hal itu, Anna itu pun berusaha membantunya.
“Uh, maaf. Ambo ndak tahu ada kau disana,” ucap gadis itu sambil membereskan bukunya.
Mendengar cara bicaranya yang tidak biasa, Anna heran. Terlebih lagi ia menggunakan seragam yang sedikit berbeda dengan siswi lainnya. Ia adalah siswi berkacamata dan mengenakan bandana putih pada rambut hitam panjangnya. Namun tidak seperti siswi lainnya yang mengenakan rok pendek, ia mengenakan rok panjang sampai ke mata kakinya, meskipun modelnya sama.
“Eh, ternyata kau ya? Tidak apa-apa kok. Kau gak lagi sibuk kan? Ayo kita ke kantin bareng, aku ingin ngobrol sesuatu sama kau,” ujar Licia yang seolah-olah tahu siapa gadis itu.
“Eh Licia, dia siapa?” tanya Anna kebingungan.
“Namo ambo Alita Chaniago, murid kelas Na dari Tanah Pagaruyung.” Ia memperkenalkan dirinya sambil membenarkan posisi kacamatanya.
“Oh, pantas saja cara bicaranya seperti itu,” ungkap Anna dalam hati.
Nampaknya ia berasal dari suatu wilayah di barat Nusantara ini, yang di mana jika di dunia nyata wilayah tersebut dikenal sebagai Sumatera Barat. Tetapi seolah-olah telah dekat dengannya, Licia memegang bahu gadis itu dengan percaya diri.
“Dia adalah sahabat jauhku,” ujarnya.
Namun melihat reaksi Alita yang gugup kelihatannya tidak meyakinkan. Anna pun hanya menatap mereka dengan tatapan aneh.
“Oh…”
Mereka bertiga akhirnya pergi ke kantin. Sementara itu, Anna masih penasaran dengan penampilan Alita. Akhirnya ia pun bertanya padanya.
“Oh iya, Alita, kalau boleh tahu kenapa seragammu sedikit berbeda dengan yang lainnya?”
Alita hanya tersenyum mendengarnya, tetapi Licia membantu menjawabnya.
“Kebanyakan gadis dari wilayah barat lebih suka mengenakan rok panjang. Itu sudah menjadi ciri khas mereka, selain dari nilai norma mereka yang sedikit berbeda,”
“Oh begitu toh.”
Seperti biasa mereka memesan makanan siang dengan teh dingin sambil duduk di meja makan yang panjang itu. Dalam suasana yang normal itu terlihat Licia seolah membisikkan sesuatu pada Alita, namun masih terdengar jelas oleh Anna.
“Eh. Alita. Kau tau kan Niko Aslanov dari kelas Ra yang keturunan Moskva itu?”
“Iyo, emang kenapa dia?” Alita mendekatkan wajahnya pada Licia
“katanya dia udah jadian loh sama Jeanna kelas Ta,” ucap Licia.
“Ha? Serius?” Alita menaikkan suaranya karena terkejut.
“Stt… Jangan terlalu keras, ntar kedengeran orang-orang,” ujar Licia.
Sementara itu Anna yang mendengar percakapan mereka nampak risih. Ia pun memilih menghindar sambil berniat membeli cemilan.
“Hadeuh… Dasar para penggosip,” ujarnya dalam hati.
Karena tidak melihat ke depan, gadis itu pun kembali menabrak orang lagi.
“Aduh… dua kali dah,”
Awalnya ia nampak biasa saja, namun setelah melihat orang yang ditabraknya, sikapnya langsung berubah.
“Eh…Kau…”
Anna pernah melihat dia sebelumnya. Dia adalah siswa senior berambut putih misterius yang berpapasan dengannya di aula dekat perpustakaan.
“Kau yang waktu itu kan?”
“Huh, sepertinya kita memang ditakdirkan untuk bertemu,” ujar siswa itu.
“Tunggu, apa maksudnya itu. ‘Sang Penyelamat’ yang kau katakan kemarin, apa maksud perkataanmu dulu.” tanya Anna.
Tidak ada ekspresi lain yang ditunjukkan siswa itu selain tersenyum dan menjawabnya dengan santai.
“Nampaknya benar apa yang dikatakan oleh Sang Penjaga Perpustakaan Suci itu, kalian adalah orang terpilih,”
“Kami? Penjaga Perpustakaan Suci? Apa maksudmu?” Anna masih kebingungan.
“Huh… Nanti kau juga tahu sendiri. Yang jelas, kau bersama teman lelakimu itu adalah orang terpilih sebagai ‘Sang Penyelamat’ untuk Tierra Hyuma ini,” jawabnya dengan penuh misteri. Ia tak menjelaskannya dengan detail dan langsung pergi.
“Sang Penyelamat? Penjaga Perpustakaan Suci? Kita? Apa maksud perkataannya itu?” ujar Anna kebingungan dalam hati.
…
Keesokan harinya, para siswa kelas Ha bersekolah seperti biasa dengan materi lanjutan dari Pak Rudy berupa memasukkan sihir ke dalam sebuah materi. Disini salah seorang murid berhasil memasukkan sihir cahaya ke dalam sebuah kayu hingga bercahaya.
“Bagus sekali Thomas. Ini pencapaian yang harus kalian semua ikuti anak-anak. Namun sepertinya untuk praktikumnya kita cukupkan dulu sampai disini dulu. Perbanyaklah latihan di tempat tinggal kalian, terima kasih dan selamat siang,” tutup Pak Rudy.
Para murid mengemasi barang mereka untuk beristirahat, termasuk juga Anna. Namun Dwi menghampirinya dan membisikkan sesuatu.
“Bisa kita ke perpustakaan sekarang? Ada hal penting yang ingin kutunjukkan.”
“Hmm…” Anna hanya mengangguk saja.
Sesuai dengan perkataanya, Anna bersama Dwi kembali ke perpustakaan akademi. Namun tidak seperti sebelumnya, Dwi langsung mengambil sebuah buku tua dan langsung menunjukkan sebuah halaman kepada Anna. Ia cukup kesulitan membacanya karena catatan dalam buku tersebut beraksara Rejang, aksara yang biasa digunakan untuk menulis Bahasa Rejang dan Bahasa Melayu di Sumatera. Namun Dwi yang bisa membacanya menjelaskannya kepada Anna.
“Buku ini menjelaskan sesuatu yang tidak kusangka. Mungkin saja bisa menjadi kunci bagi kita dalam mengungkap misteri dunia ini,” ujar Dwi, namun Anna masih tidak paham.
“Hah? Maksudnya gimana? Aku tidak bisa membacanya.”
“Buku ini menjelaskan tentang pengetahuan Tierra Hyuma juga. Tapi ada satu hal yang menarik disini. Di bagian ini menjelaskan bahwa ‘tak semua perkara di Tierra Hyuma ini tertulis dalam kitab-kitab terlihat, sebagian perkara hanya tertulis di dalam kertas-kertas yang tersimpan di dalam ruang gaib,” jelas Dwi.
“Itu artinya buku-buku di perpustakaan se-Tierra Hyuma ini tidak menjelaskan semua hal. Sebagian dari mereka ‘tersembunyi’ di sebuah tempat yang disebut sebagai ‘ruang gaib’.” Dwi melanjutkan.
Mendengar hal itu Anna pun terkejut. Ternyata meskipun Tierra Hyuma merupakan sebuah dunia dengan ilmu sihir, nampaknya ada sebuah hal lain yang berada di luar nalar dunia ini, atau bahkan mungkin tidak bisa terjangkau dengan menggunakan ilmu sihir sekalipun. Namun diantara semua kalimat itu, ada satu frasa yang membuatnya berpikir keras.
“Ruang gaib?”
Anna tertarik dengan frasa itu. Sepertinya ia menyimpan suatu makna yang sangat penting. Tetapi ia masih kebingungan, apa maksud dari frasa itu. Namun tak lama kemudian ia menyadari sesuatu.
“Apa jangan-jangan…”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments