Ayam berkokok di pagi hari. Kepala desa naik ke lantai dua rumahnya dan merapalkan mantra untuk mematikan lampu-lampu penerangan desa. Satu persatu lampu penerangan desa itu pun padam. Benar-benar sebuah dunia dengan sihir sebagai penunjang aktivitas sehari-hari masyarakatnya. Solaris perlahan-lahan naik ke atas langit, memancarkan sinarnya, menandakan kehidupan masyarakat di hari yang baru telah dimulai.
Di belakang kediaman seorang ibu muda bernama Rara, terlihat dua orang gadis yang sedang memperhatikan sekumpulan pohon yang tidak terlalu lebat disana. Keduanya terlihat mengenakan kaos berwarna biru muda sambil menggunakan celana pendek berwarna coklat, sedikit menyerupai warna rumahnya. Di tempat itulah biasanya putri dari Bunda Rara dan suaminya yang merantau nan jauh disana, Licia Salampessy berlatih menggunakan sihirnya. Pada hari ini, ia akan mengajari seorang Parachi yang datang dari dunia lain, Alistair Sahilatua, atau di dunia ini bernama Anna Sahilatua.
“Baiklah, pasti kau sudah tahu kan secara singkatnya apa itu sihir?” Tanya Licia.
“Iya kakak, hehe…” gurau Anna.
“Huh… di dunia ini ilmu sihir terbagi atas empat macam, yakni sihir elemen, sihir pelindung, sihir pemanggil, dan sihir penyegel. Berhubung diriku hanya mengetahui sihir elemen saja, kita mulai dari belajar sihir elemen terlebih dahulu. Lagipula sihir elemen merupakan sihir dasar”
“ASSHIYAP…” jawab Anna sambil bergurau kembali.
“Sihir elemen pun juga terbagi atas tiga jenis, yakni elemen hitam, elemen putih, dan elemen lanjutan. Jika kau bisa menggunakan elemen hitam maka kau takkan bisa menggunakan elemen putih dan sebaliknya. Sementara untuk elemen lanjutan kau bisa menggunakannya jika level penguasaan mana-mu sudah tinggi.”
Licia pun melangkah dengan tangan dibelakangnya, terlihat seperti seorang mentor yang sedang mengajari anak muridnya. Sementara Anna dengan fokusnya mendengar setiap apa yang dikatakan oleh Licia. Sejenak dia melupakan apa yang sebelumnya ia pikirkan.
Di dunia nyata, Alistair alias Anna memang merupakan seorang penyimak yang baik, ia mampu memahami apa yang dikatakan oleh seseorang hanya dalam sekali bicara tanpa pengulangan. Meskipun begitu, terkadang ekspresinya dalam menyimak terlihat seperti orang yang kebingungan, terutama dengan orang yang baru pertama kali ia kenal.
“Untuk menggunakan sihir elemen, pertama kali kau harus merapalkan mantranya, lalu memfokuskan mana agar membentuk sihir sesuai dengan mantra yang kau ucapkan. Untuk sihir elemen sendiri pertama-tama kau rapalkan mantra pembuka, kemudian elemen, lalu nama jurus. Mantra pembukanya dilafalkan dengan kalimat ‘Mantra Cipta’…”
“Mantra Cipta, oke…” ujar Anna mengikuti pelafalannya.
Licia pun melanjutkan penjelasannya.
“Setelah melafalkan mantra pembuka, langsung lanjutkan dengan nama elemen. Elemen sendiri seperti yang aku katakan sebelumnya terdiri atas elemen hitam, putih, dan elemen lanjutan. Untuk nama elemennya sendiri, elemen hitam terdiri atas Asta untuk elemen kegelapan, Bhumi untuk elemen tanah, dan Bara untuk elemen api. Sedangkan nama elemen putih terdiri atas Cahya untuk elemen cahaya, Tirta untuk elemen air, dan Bayu untuk elemen angin. Untuk elemen lanjutan sendiri aku hanya tahu Bio untuk elemen tumbuhan. Itu pun hanya bunda saja yang bisa menggunakannya.”
Anna pun juga mendapatkan sesuatu hal yang unik kembali. Sihir yang digunakan di Tierra Hyuma ternyata menggunakan banyak bahasa. Diantaranya menggunakan Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, dan Bahasa Sansekerta. Tak menutup kemungkinan bahasa yang digunakan lebih banyak dari ini.
“Setelah merapalkan mantra pembuka dan nama elemen, kau lanjutkan dengan nama jurus yang akan kau keluarkan. Bersamaan dengannya, kau bayangkan wujud sihir yang kau gunakan itu serta merubah posisi tubuhmu sesuai dengan sihir yang akan kau gunakan tersebut. Sihir elemen dasar biasanya berbentuk bola cahaya ataupun bola kegelapan yang ditembakkan, yakni Noktah. Sampai sini paham?” tanya Licia dengan lagak seperti mentor.
“Yes Master…” ujar Anna berguyon kembali.
“WOKEH, KITA MULAI…” Licia semakin bersemangat mendengar hal itu.
“Baiklah kucontohkan seperti ini,”
Licia pun mulai mengambil posisi.
“Biasanya seorang perempuan hanya mampu menggunakan elemen putih. Jadi untuk dasarnya kita gunakan mantra Cahya. Jika kau tak bisa menggunakannya cobalah menggatinya dengan mantra Asta. Biar kucontohkan seperti ini,”
Licia merubah posisinya seperti orang menembak. Kaki kirinya berada di depannya, sedangkan kaki kanannya berada di belakang. Tangan kirinya memegang tangan kanan, sedangkan tangan kanannya ia arahkan kepada pohon di depannya. Posisi jarinya pun juga membentuk sebuah tembakan, sama seperti saat ia bertemu dengan Anna pertama kali. Ia pun mulai merapalkan mantra.
“Mantra Cipta, Cahya….”
Sebuah bola cahaya sebesar kelereng pun muncul dan melayang di depan kedua jarinya. Anna pun terkagum-kagum melihat sebuah ‘sihir’ secara nyata di depan kedua matanya sendiri. Licia pun melanjutkan teknik sihirnya dengan melafalkan nama jurus.
“Noktah…”
SWINGGG…. Bola cahaya tersebut melesat dengan cepat, ditembakkan dari tangan kanan Licia. TAKKK…. Dan bola cahaya itu pun menghantam dahan pohon di depannya, membuat sebuah bekas tembakan.
“Nah bagaimana?”
“KEREN SEKALI…” puji Anna terkesima.
“Baiklah, sekarang kau coba,”
“OKE!!!” Ucap Anna bersemangat.
Anna langsung merubah posisi tubuhnya sama seperti Licia tadi. Posisi jarinya membentuk seperti sebuah pistol yang siap untuk ditembakkan.
“Mantra Cipta, Cahya…”
Sebuah cahaya seukuran kelereng pun muncul diantara kedua jari tangannya.
“Whoa, keren sekali. Kau bisa melakukannya secara langsung,” ujar Licia kagum. Ia pun menyuruhnya untuk menembakkan cahaya itu dengan mantra penutup.
“Baiklah, sekarang tembak,”
“Yosh, Noktah…”
WUSH… bola cahaya itu melesat dari tangannya menuju batang pohon itu. Tetapi sayangnya ia tak bisa mengontrol hentakannya sehingga terjatuh ke belakang.
“Eh…”
Bola cahaya itu pun juga malah terpantul setelah mengenai batang pohon itu, dan melaju terus sehingga mengenai dahi Licia. Gadis itu pun langsung terjatuh.
“Aduh,”
“Eh, maaf Licia,” Anna merasa bersalah.
“Aduh, Anna. Kau ini tau pistol tidak sih? Dalam menggunakannya kau harus bisa menahan hentakannya. Apalagi dalam menggunakan sihir elemen ini. Tentu hentakannya bisa lebih kuat dari itu,” jelas Licia.
“Baiklah, akan kucoba lagi,” ujar Anna sambil bangun dan merubah posisi tubuhnya kembali.
“Mantra Cipta, Cahya, Noktah”
WUSH… bola cahaya pun melesat kembali dari jarinya. Tetapi sayangnya peristiwa yang sama terulang kembali. Tubuhnya kembali terhempas dan bola cahaya itu memantul kembali dan mengarah kepada dahi Licia. Namun kali ini ia berhasil menghindarinya dengan menunduk. Tetapi sayangnya bola cahaya itu memecahkan sebuah lentera yang ada di belakangnya. Licia pun memandangi Anna dengan cemberut.
“Hehe, maaf. Aku coba lagi,”
Anna pun mencobanya kembali untuk ketiga kalinya, dan kini bola cahayanya memantul dan mengenai seekor ayam di belakang mereka. Ayam tersebut pun terlihat kesakitan dan beberapa bulunya terlepas.
“HEEUUU, SIAL…” ujarnya di dalam hati.
Anna pun mencobanya untuk yang keempat kali. Kali ini ia menarik napas dan fokus terhadap sihirnya.
“Mantra Cipta, Cahya…” ia berhenti sejenak untuk memfokuskan serangan.
“Noktah”
Bola cahaya itu kembali melesat dari jarinya. Namun kali ini bola cahaya itu tepat mengenai dahan tersebut dan membuat sebuah bekas lubang. Hal ini menandakan bahwa sihirnya kini berhasil ditembakkan.
“Yeah, akhirnya aku bisa melakukannya.” ujar Anna dengan senang.
Licia pun tersenyum bangga di belakangnya.
“Baiklah, untuk kali ini kita belajar teknik ini dulu. Setelah lancar mari kita lanjut ke teknik berikutnya.
Siang itu, Anna terus mengasah kemampuan sihirnya melalui teknik itu. Sementara itu, sore harinya mereka berdua membantu Bunda Rara untuk membereskan tanaman untuk berjualan besok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Sari N
mulai... 🤭
2023-06-06
1