Sebuah kota bergaya Portugis di sepanjang teluk terlihat dengan jelas dari balik kaca kendaraan terbang itu. Bangunan-bangunan berlantai tiga hingga empat terlihat padat dari bibir pantai hingga ke gunung sana. Terlihat pula beberapa kapal layar yang singgah di teluk yang bersih tersebut, serta beberapa ‘Layang’ yang mondar-mandir di sekitar kota itu. Yup, Selamat datang di Kota Jailolo, atau mungkin lebih tepatnya dikatakan sebagai ‘Jailolo dari dunia alternatif'.
Kota ini sangat indah dan memanjakan mata para wisatawan yang berkunjung kesana. Dan diantara sejauh mata memandang, ada dua bangunan terbesar yang berdiri megah di kota ini, yakni Akademi Sihir Nasional Jailolo di sebelah timur laut serta sebuah bangunan mirip stadion sepakbola yang bernama Dukono Arena di wilayah yang sama.
“Ini… menakjubkan…” tak ada kata lain yang bisa diungkapkan oleh Anna selain itu.
Memang benar kota-kota di Indonesia tahun 2105 di masa Alistair dan Dwiana sudah sangat maju dan modern. Gedung-gedung bertingkat dengan glass sudah ada di seluruh ibukota provinsi, bahkan di beberapa daerah kabupaten kota lainnya. Namun perjalanannya kali ini seolah membawanya kembali ke gaya perkotaan masa lalu yang cukup tradisional namun elegan.
Layang pun mendarat di sebuah sungai yang cukup dekat dengan lokasi akademi. Setelah membayar sejumlah koin, mereka pun berjalan menuju ke arah akademi di timur laut sambil menikmati indahnya kota dan masyarakat yang lalu lalang. Cukup banyak bangunan bertingkat tiga sampai empat disini yang digunakan sebagai toko swalayan, restoran, maupun hanya sekedar hotel ataupun motel kecil.
Tak hanya masyarakat umum saja, terlihat pula sepertinya beberapa calon siswa dan siswi akademi yang juga berjalan ke arah timur laut. Hanya memerlukan waktu sekitar 10 menit sampai mereka tepat berada di gerbang akademi itu.
“Besar sekali,” ungkap Anna.
Tidak seperti akademi pada umumnya, pintu gerbang akademi ini terlihat seperti pintu masuk menuju sebuah istana. Pintunya menjulang ke atas setinggi 10 sampai 15 meter. Adapun sisi kanan dan kiri menjulang benteng berwarna merah tua nether. Mereka pun masuk ke dalam kompleks itu.
Sampailah mereka di beranda utama kompleks akademi. Ada sebuah air mancur yang cukup besar dengan air yang jernih di tengahnya. Tepat di wilayah itu pula terdengar suara-suara orang yang menyambut mereka, bukan dari para siswa yang lama, tetapi mungkin dari staf pengajar disana.
“Selamat datang kepada calon siswa dan siswi Akademi Sihir Nasional Jailolo. Silahkan untuk registrasi dan konfirmasi status pelajar anda di pintu depan kepada para penjaga, terima kasih,”
Selain itu, terdengar pula sayup-sayup suara alat musik tradisional yang seolah-olah menyambut kedatangan mereka. Mungkin di dunia nyata kita mengenalnya dengan nama ‘Tifa Totobuang’, musik tradisional Maluku.
Tepat di depan mereka kini ada sebuah gerbang lagi, namun dijaga oleh seorang pria berjas merah tua dan hitam yang terlihat sedang mengecek identitas para calon siswa dan siswi. Namun tak seperti pengecekan identitas di dunia nyata, pria itu menempelkan sebuah tongkat dengan ujung bercahaya pada dahi para calon siswa dan siswi itu.
“Ayo, Anna,” kata Licia sambil menarik tangan Anna.
Pria itu terlebih dahulu mengecek identitas Licia.
“Licia Salampessy, anda terdaftar di Kelas Ha dan kamar asrama anda C-124. Silahkan masuk.”
Mendengar hal itu, Anna pun mulai gugup, ia takut terjadi apa-apa jika identitas aslinya terungkap.
“Aduh gimana ini?” ujarnya dalam hati.
Dengan sedikit gugup ia pun di cek identitasnya. Dan ternyata pria itu pun berkata,
“Anna Sahilatua, anda terdaftar di Kelas Ha dan kamar asrama anda C-124. Silahkan masuk.”
“Eh?” Anna terkejut, ternyata identitas 'aslinya' tidak terungkap disini.
“Huff, Syukurlah, Beta kira akan terjadi apa-apa disini,” ujarnya dalam hati.
“Eh kenapa Anna?” tanya Licia.
“Gak ada apa-apa kok, ayo kita cari kamar asrama kita. Kita satu kamar, kan?” kata Anna.
Ruangan kamar asrama mereka berada di gedung C dengan kode ruangan 124. Memang sedikit sulit untuk menemukan kamar itu, tetapi mereka akhirnya berhasil menemukannya.
“Permisi. Wah keren,” Ujar Licia sambil membuka kamar itu.
Itu adalah sebuah kamar asrama untuk dua orang siswi yang terletak di lantai 2. Terlihat ada dua buah ranjang di sisi kiri dan kanannya. Tepat di tengahnya ada sebuah lemari kecil yang disandarkan dekat jendela. Sementara di sudut kanan dekat pintu ada sebuah lemari yang cukup besar dengan kaca. Disana juga terlihat seragam sekolah yang sudah disiapkan sebelumnya untuk para penghuni asrama.
Setelah menaruh bonsai di dekat jendela, Licia pun langsung melompat ke ranjangnya.
“Ah… akhirnya sampai juga. Dan gak nyangka kita bisa sekelas dan sekamar lagi,” ucap Licia.
“Hehe… aku juga gak nyangka.” kata Anna sambil duduk di ranjangnya.
“Oh iya, jadi penasaran besok seperti apa kita belajar? Kira-kira besok gimana ya?” Tanya Licia sambil bersemangat.
“Ya mana aku tahu, aku kan juga baru masuk akademi ini,” Anna pun bingung.
“Ih… kau ini…”
“Hehe…”
Mereka beristirahat sejenak sebelum melanjutkan ke kegiatan pengenalan lingkungan akademi. Tidak ada masa orientasi disini. Para siswa dan siswi baru hanya mengikuti program pengenalan lingkungan akademi, metode pelajaran, serta aturan-aturan saja dalam satu hari ini. Tak terasa hari pun sudah malam dan mereka pun beristirahat untuk hari pertama esok.
...
Pagi pun tiba. Hari ini merupakan hari pertama mereka sekolah. Setelah mandi dan sarapan, mereka pun bersiap untuk pergi ke kelas. Namun ada sesuatu hal yang mengganjal di pikiran Anna.
“Eh, Licia. Tunggu,”
“Iya, Anna. Ada apa?” tanya Licia sambil mengemasi alat-alat sekolahnya.
“Etoo, Anu… Haruskah aku mengenakan p-pakaian ini?” tanya Anna sambil memegangi roknya.
Itu adalah seragam resmi siswi Akademi Sihir Nasional Jailolo. Modelnya seperti gabungan seragam sekolah Asia Timur dan Asia Tenggara. Bajunya berwarna putih dengan corak merah di bagian kerah dan tengahnya, sementara roknya berwarna merah dengan corak kotak-kotak.
“Pastilah, itu kan seragam sekolah kita. Oh, iya, ngomong-ngomong kau terlihat sangat manis dengan seragam itu,” jawab Licia sambil tersenyum.
“Eh, Anu…” Anna masih gugup.
“Sudahlah, jangan terlalu dipikirkan. Ayo kita pergi sebelum terlambat,” kata Licia bersemangat. Ia pun mengunci pintu kamar dan berlari sambil menarik tangan Anna.
“Eh… Liciaaa…” teriak Anna.
Sementara itu berbeda dengan apa yang dikatakan dalam isi hatinya, ia cukup kesal sepertinya dengan apa yang terjadi padanya.
“Bagus, Beta benar-benar full jadi cewek di dunia ini,”
Sebenarnya mereka belum terlambat untuk datang ke kelas, namun Licia sepertinya mengkhawatirkan hal itu. Akhirnya mereka pun sampai ke depan pintu Kelas Ha.
“Huff… Baiklah, kita mulai,” ujar Licia sambil menarik napas.
“Hmm…” Anna mengangguk.
Pintu kelas pun mereka buka. Hari pertama sekolah pun dimulai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments