Waktu terus berlalu. Sudah hampir satu semester para murid di Akademi Sihir Nasional Jailolo menjalani pendidikannya. Dan seperti biasanya, para siswa dan siswi menjalani kehidupan sekolahnya seperti biasa.
Malam itu adalah malam yang cukup dingin karena baru selesai hujan. Hampir semua siswi di asrama gedung C berada di kamar mereka masing-masing. Termasuk juga Anna Sahilatua dan Licia Salampessy di kamar C-124. Mereka berbincang-bincang sambil berbaring di kasur mereka.
“Eh, Anna, ngomong-ngomong kau jarang pergi ke perpustakaan lagi bareng Dwi. Apa kau baru aja putus dengan dia?” tanya Licia sambil telungkup dan membaca buku dengan kaki disilang ke atas.
“Licia, bisakah kau berhenti menanyakan hal itu. Aku gak pernah pacaran sama Dwi,” ujar Anna cemberut sambil membuka kaos kakinya.
“Duh… Masih aja belum ngaku. Atau mungkin kalian sebatas ‘teman mesra’ ya? Atau…” Licia terus menggodanya.
“Sudah~ Stop...” Anna melemparkan bantal ke arah wajah Licia. Melihat hal itu pun ia hanya bisa tertawa.
“Hahahaha… Anna, Anna. Sepertinya memang sulit berbicara tentang asmara denganmu, yah,”
Ditengah hari yang normal antar para gadis itu, Licia mengeluarkan selembar kertas dari bukunya dan melemparnya ke Anna.
“Oh iya, ngomong-ngomong…”
WUSH… Anna melihat kertas itu yang ternyata sebuah surat undangan. Surat itu bertuliskan aksara Rejang, namun Anna sudah mulai bisa membacanya.
“Apa ini?” tanya Anna.
“itu surat undangan pesta,” jawab Licia.
“Undangan pesta?”
“Iya, undangan pesta. Setiap tahunnya para murid mengadakan sebuah pesta di aula utama sebagai refreshing sebelum ujian akhir semester nanti. Dan ini sudah lumrah dilakukan disini,” jelas Licia.
Mendengar hal itu, Anna berpikir mungkin pesta ini seperti pentas seni yang biasa dilakukan sekolah-sekolah di dunia nyata.
“Oh, menari,.” respon Anna simple.
“Dan oleh karena itu, besok pagi kita pergi ke pusat kota untuk beli gaun buat pesta nanti,” tambah Licia.
“Ya, tentu, menarik juga… EH… APA? GAUN?” Anna terkejut mendengarnya.
“Iya, gaun. Masa kita mau ke pesta pakai seragam sekolah, kan gak mungkin. Para siswa mengenakan kemeja dan para siswi mengenakan gaun. Itu yang biasa dilakukan dalam pesta ini.” ujar Licia.
“Haduh… baiklah,” jawab Anna sambil menjatuhkan tubuhnya ke kasur.
“AAAAAA… beta ingin kembali ke dunia asli beta, cepatlah berakhir dunia yang aneh iniii!!!” ucapnya dalam hati.
…
Sabtu pagi hari, persiapan untuk pelaksanaan pesta telah dimulai. Beberapa hiasan dan pernak-pernik mulai dipasang di sekitaran aula. Hari ini memang tidak ada kegiatan sekolah. Dan oleh karenanya, banyak murid yang pergi ke pusat kota untuk membeli persiapan untuk malam nanti.
Tepat di sebuah perempatan jalan terdapat sebuah toko pakaian yang cukup dikenal oleh para murid. Toko pakaian yang bernama ‘Dahlia’ itu biasa menjadi langganan para murid setiap pesta karena harganya yang cukup murah namun berkualitas. Saking terkenalnya, toko ini membuka cabang yang banyak di berbagai sudut Kota Jailolo untuk memecah kerumunan pembeli. Dan pada pagi itu di toko nomor 2 sedang tidak terlalu banyak pembeli karena mungkin masih pagi. Anna dan Licia pun memutuskan untuk membeli pakaian disana.
“Licia, apakah aku benar-benar harus pakai ini di pesta?” tanya Anna gugup.
“Pastilah, pakaian ini sudah kupilihkan spesial untukmu, kau pasti akan terlihat modis di pesta, dan mungkin banyak siswa yang jatuh cinta padamu, hehe…” gurau Licia sambil mendandani Anna.
“Tapi…tapi…”
“Yosh, sudah selesai. Lihatlah penampilanmu sekarang, bagaimana?”
Anna membuka matanya dan perlahan melihat ke cermin. Sungguh tak bisa dipercaya.
“Ini… Aku…”
Ucapannya terbata-bata melihat penampilan barunya. Anna terlihat mengenakan sebuah gaun cukup panjang berwarna merah tipe cocktail-sleeveless dress. Diatas rambutnya terlihat sebuah bandana menyerupai mahkota berwarna perak, sementara bagian bawahnya mengenakan sebuah sepatu hak tinggi berwarna merah. Kini gadis itu terlihat seperti seorang putri bangsawan.
Sambil mengusap pipinya, Anna benar-benar tidak percaya bahwa itu adalah dirinya.
“Ini… aku… cantik sekali…”
“Nah kan, Anna. Kau terlihat cantik dan anggun sekarang. Penampilanmu yang sekarang pasti bisa menarik perhatian para siswa, khususnya bagi Dwi hehe…” gurau Licia.
Mendengar hal itu Anna pun langsung menyadari sesuatu.
“Eh tunggu, ini tidak benar.”
“Ada apa, Anna?” tanya Licia.
“Eh… tidak ada apa-apa kok.” ujar Anna.
Namun apa yang terucap dari bibirnya itu tidak sejalan dengan kata hatinya, dengan wujudnya yang sebenarnya.
“AAAA… KEJANTANAN BETA LENYAPLAH SUDAH!!!”
“Baiklah, kalau begitu giliranku untuk mencari pakaian,” ujar Licia.
“Eh tunggu… Aduh…” Anna berusaha menghampirinya, tetapi ia terjatuh.
“Anna, kenapa? Kau tidak apa-apa?”
“Aduh… Aku tidak terbiasa dengan sepatu hak tinggi,”
“Oh, kalau begitu aku akan menggantinya,”
Mengetahui Anna tidak terbiasa dengan sepatu tersebut,
Licia pun menggantinya dengan sepatu hak rendah dengan warna sama.
“Hadeuh… Kau ini,”
“Hehe… Maaf Licia, aku tidak terbiasa,”
Mereka pun selesai untuk membeli pakaian. Anna membeli apa yang telah ia coba pakai tadi. Sementara Licia membeli sebuah gaun berwarna putih tipe off-shoulder cocktail dress dengan sepatu hak sedang berwarna coklat.
…
Malam pun tiba. Aula sekarang dipenuhi oleh orang-orang yang mengadakan pesta, lengkap dengan dresscode mereka. Jika dilihat sekilas mungkin ini terlihat seperti pesta-pesta dengan budaya Eropa. Namun jika kita lihat jauh lebih dalam lagi perkiraan kita salah. Pesta tersebut hanyalah seperti ‘reunian’ biasa, namun dengan beberapa sajian makanan seperti dalam undangan pernikahan. Disini juga tidak ada minuman beralkohol. Panitia hanya menyajikan minuman biasa seperti kola, es jeruk, dan minuman buah-buahan lainnya.
“Wah penuh sekali,” ujar Anna.
“Pastinya, lebih dari seribu orang hadir di pesta ini.” timbal Licia.
Mereka pun berbincang-bincang sambil melihat suasana. Karena tidak melihat ke depan, Anna pun menabrak orang ‘lagi’ untuk ke sekian kalinya.
“Ups… Maaf, aku tidak…”
Dan ternyata yang ditabraknya sekarang ialah…
“Dwi?”
“Anna?”
Yup, teman sekelas Anna dari ‘dunia nyata’, Dwi Septianto. Ia terlihat mengenakan sebuah jas tuxedo berwarna hitam dengan kemeja dalam berwarna putih. Terlihat pula sebuah bunga berwarna biru tua sebagai hiasan di lehernya.
“Tampan sekali…” gumam Anna tidak sadar. Sementara itu Dwi menunjukkan perasaannya sambil bergurau.
“Kau terlihat anggun dengan penampilan seperti itu, Tuan Putri Anna Sahilatua.”
Mendengar hal itu pipi Anna berubah merah dan terlihat malu.
“Eh… tidak, tidak, aku ini, Licia yang kasih aku gaun ini, uhm… duh…” ujar Anna dengan gugup.
“Eh… ada Dwi toh. Sepertinya kalian memang ditakdirkan untuk bersama. Dengan penampilan Anna yang cantik dan Dwi yang tampan ini, kalian seperti pasangan serasi ya, hehe…” gurau Licia melihat mereka berdua bertemu.
“Licia, mulai lagi deh kamu,” pipi Anna semakin memerah.
“Yosh, aku tinggalkan kalian disini dulu ya, semoga hubungan kalian makin romantis, bye…”
“LICIAAA…”
Anna terdiam sejenak sebelum berbicara sesuatu pada Dwi.
“Hei, Dwi…”
“Iya?”
“Bisakah kita keluar sebentar, ada yang ingin kubicarakan, hanya berdua saja,”
Mereka pun pergi ke balkon lantai atas. Kebetulan sedang tidak ada orang disana. Mereka pun mengobrol sambil menikmati langit malam Kota Jailolo di atas balkon aula.
“Nah, sekarang apa yang ingin kau bicarakan?” tanya Dwi.
“Etto, anu…” Anna masih terlihat gugup setelah peristiwa tadi.
“Yasudah, kalau begitu aku masuk lagi ke dalam,”
“Eh, tunggu Dwi. Aku ingin bicara sesuatu padamu.”
Anna tidak sadar telah memegang lengan kemeja Dwi. Melihat hal itu, Dwi pun berbalik, namun Anna yang menyadari hal itu melepaskan pegangannya sambil memalingkan wajah dengan pipi memerah.
“Baiklah, mungkin kau butuh waktu. Aku akan menunggumu,”
Dwi memandangi langit malam yang cerah itu sambil menyandarkan lengan di pagar balkon.
“Hei, Anna,”
“Iya”
“Jadi laki-laki itu, cukup menyenangkan ternyata,” ujar Dwi.
“Ha?”
“Aku serasa lebih bebas sekarang, tanpa sesuatu yang harus dipikirkan seperti penampilan, ataupun hal lain setiap harinya. Memang sederhana, tapi aku menyukainya. Mungkin inilah yang dimaksud saudaraku dari Barat yang suka bilang ‘lelaki itu langkahnya panjang’”, jelas Dwi.
“Iya, kau tidak ada pikiran setiap harinya, sementara aku malah harus merasakan kesakitan setiap sebulan sekali huhu…” ujar Anna merujuk pada hal yang identik dengan wanita tersebut.
“Hehehe…” Dwi tertawa kecil karena tahu apa yang ia maksud. Namun setelah itu ia melanjutkannya.
“Yah, tetapi… meskipun menyenangkan menjadi seorang laki-laki, aku ingin kembali ke wujud asliku di dunia nyata, menjadi seorang gadis Jawa, karena itulah takdirku sebagai seorang manusia bumi,”
Anna sempat terdiam sebelum berkata sesuatu.
“Aku juga sama, aku ingin kembali ke wujud asliku sebagai seorang lelaki di dunia nyata,”
“Sudah kuduga kau pasti akan berkata seperti itu,” ucap Dwi.
“Tapi… Ngomong-ngomong soal dunia nyata, aku…”
Entah kenapa setelah mendengar hal itu, Dwi secara spontan langsung menghadap Anna.
“Kalau kita bisa kembali ke dunia nyata, aku…”
Pipi Anna kembali memerah, matanya berpaling dari hadapan Dwi, tetapi tubuhnya tidak sadar semakin mendekati lelaki itu. Jantungnya berdetak kencang, seiring dengan semakin dekatnya pria itu.
“Iya…”
Ia semakin mendekat.
“Aku ingin berkata kalau, aku….”
DUARR, terdengar suara ledakan yang diikuti percikan cahaya
di langit.
“Apa itu?”
“Whoa… Kembang api.”
“Siapa yang menyalakan kembang api itu?”
“Indahnya…”
Semua perhatian pun terarah pada kembang api itu, termasuk Anna dan Dwi. Sontak mereka pun menghentikan pembicaraan mereka.
“Eh, tadi kau mau bilang apa?” tanya Dwi.
“Eh, gak jadi deh” Jawab Anna.
Akhirnya mereka pun menonton kembang api di langit malam yang hangat itu, di atas balkon aula di lantai atas. Pesta pun berjalan kembali dengan normal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments