Solaris telah terbit dari ufuk timur. Masyarakat awam bersiap melakukan aktivitasnya sehari-hari seperti biasa. Para pedagang memulai aktivitas jual belinya di pertokoan kota, dan para sopir Layang mempersiapkan kendaraannya untuk mengangkut para penumpang dari satu pulau ke pulau lainnya.
Hal yang tak jauh berbeda juga terjadi di Akademi Sihir Nasional Jailolo. Para murid sudah berada di kelas mereka pagi awal pekan ini, menunggu sang guru untuk mengajari mereka ilmu baru. Di kelas Ha, sesosok gadis berambut pirang panjang bernama Anna Sahilatua itu terlihat sedang berbincang dengan teman sebangkunya, Licia Salampessy. Tak ada hal istimewa yang mereka perbincangkan, selain hal-hal yang umum dibahas di sekolah.
“Hei, Anna, kau sudah mengerjakan PR-mu?” tanya Licia.
“Sudah dong. Sudah lengkap semua,” jawab Anna.
“Hehe… Boleh lihat contohnya dong? Dikit doang kok, aku ada yang lupa kemarin hehe…” kata Licia sambil memelas.
“Lah, bukannya kemarin aku udah ngajak kamu buat kerja kelompok bareng Santika dulu? Kemarin itu sambil ngerjain tugas ini juga,”
“Ih… Anna pelit…“ Licia langsung cemberut mendengarnya.
“Lah, kok aku sih?” ucap Anna kebingungan.
Anna dan Licia, seiring dengan berjalannya waktu, hubungan mereka berdua memang seperti love hate relationship. Terkadang mereka meributkan sesuatu hal, tetapi disisi lain sebenarnya mereka saling bersahabat satu sama lainnya. Hal yang sudah biasa terjadi antara kedua gadis itu.
Sementara itu ‘partnernya’ Dwi Septianto tengah duduk di belakang sambil menulis sesuatu. Ia tak menghiraukan cekcok antara Anna dan sahabatnya itu, serta orang-orang lain di sekitarnya.
“Hei, Dwi. Lagi ngapain kau?” tanya seorang murid.
“Gak lagi apa-apa, hanya nulis doang,” jawab Dwi.
Terlihat dirinya sedang menuliskan sejumlah kalimat dalam huruf Rejang, huruf yang dipergunakan mayoritas di Nusantara Alternatif ini. Dia nampaknya cukup senang untuk menulis dan mempelajari aksara tersebut.
Tak lama berselang, seorang guru masuk ke ruangan itu sambil memegang sejumlah buku. Namanya Bu Martha, dia adalah pengajar ilmu sihir yang menggantikan Pak Rudy selama dia bertugas ke Borneo.
Para murid yang melihatnya masuk ruangan kelas itu langsung duduk tertib. Dan tepat setelah Bu Martha menaruh buku-bukunya di meja, ia mengumumkan sebuah hal kepada para murid.
“Selamat pagi, murid-murid. Sebelum ibu melanjutkan materi yang kemarin, ibu ingin mengumumkan sesuatu terlebih dahulu. Ini terkait dengan Turnamen Adu Sihir Nasional yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat ini,”
“Apa? Turnamen Adu Sihir Nasional?”
Para murid bertanya-tanya tentang hal itu, tak terkecuali Anna yang nampak asing dengan istilah itu. Bu Martha pun kembali melanjutkan penjelasannya.
“Tepat sekali. Turnamen Adu Sihir Nasional akan segera diselenggarakan, dan tahun ini Jailolo menjadi tuan rumahnya. Para murid dari berbagai akademi sihir se-Nusantara akan berkumpul dan bertanding di Dukono Arena pada bulan ini,”
Turnamen Adu Sihir Nasional, dari namanya sebenarnya sudah cukup menggambarkan apa yang akan dipertandingkan dalam event tersebut. Para penyihir dari seluruh Nusantara akan berkumpul dan bertanding untuk memperebutkan gelar juara. Dan karena pada tahun ini Jailolo menjadi tuan rumah penyelenggaraannya, sudah pasti Akademi Sihir Nasional Jailolo akan mengirimkan para penyihir berbakatnya untuk ikut serta dalam kejuaraan tersebut.
“Turnamen yang mempertemukan para penyihir bertalenta dari seluruh Nusantara ya? Sepertinya menarik,” ucap Anna.
“Pastilah. Para jagoan sihir dari seluruh Nusantara akan berkumpul disini. Mereka pasti bukan orang sembarangan. Pertarungan mereka pasti bakalan epik,” timpa Licia.
Hampir semua murid nampak antusias dengan turnamen tersebut, tak terkecuali Anna. Di dalam hatinya dia sangat bersemangat untuk melihat bagaimana para penyihir tingkat atas Nusantara saling bertarung satu sama lainnya. Ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi gadis berambut pirang itu. Terlebih dirinya memang lagi senang-senangnya mempelajari ilmu sihir di dunia alternatif ini.
Di tengah sedikit kegaduhan itu, Bu Martha melanjutkan penjelasannya.
“Baiklah, murid-murid, Saya lanjutkan dulu penjelasannya. Karena turnamen itu akan diselenggarakan disini, Akademi Sihir Nasional Jailolo memiliki kesempatan untuk mengirimkan 6 penyihir terbaiknya untuk ikut serta dalam turnamen ini,”
Para murid pun kembali berbincang-bincang terkait siapa yang akan ikut mengikuti turnamen tersebut. Namun kebanyakan dari mereka sudah memprediksi bahwa para penyihir dari kelas senior-lah yang akan mengikuti kejuaraan itu. Apalagi mereka didukung oleh kemampuan sihir yang jauh lebih tinggi dari para junior.
“Ah, paling hanya para senior doang yang ikut turnamen ini,”
Seorang siswa celetuk berkata seperti itu, tetapi Bu Martha mendengarnya dan membantah perkataannya.
“Tidak seperti itu, Abdul,”
“Eh…”
Bu Martha terlihat mengeluarkan sebuah kertas yang diselipkan dari bukunya.
“Karena keputusan panitia, akademi ini akan mengikutsertakan para murid junior saja untuk tahun ini. Hal ini sekaligus untuk mengukur kemampuan bertarung mereka. Dan kebetulan ada 2 orang murid kelas ini yang ditunjuk oleh kepala sekolah untuk ikut serta dalam turnamen ini,”
Mendengar hal itu membuat para murid bertanya-tanya, siapa yang akan ikut serta dalam turnamen bergengsi itu. Sebagian murid terlihat cukup ragu namanya disebut sebagai peserta, namun ada pula beberapa murid yang dengan percaya diri yakin bahwa dirinya akan menjadi yang terpilih.
“Pasti aku nih. Aku sudah berlatih cukup keras selama beberapa bulan ini. Aku sudah siap menjadi petarung,”
“Ah… pastinya bukan aku sih, kemampuan sihirku masih kurang,”
“Siapa ya?”
Tak jauh berbeda, Licia juga penasaran dengan siapa yang akan terpanggil namanya sebagai peserta turnamen nanti. Ia pun bertanya-tanya kepada Anna.
“Eh, Anna. Kira-kira siapa ya yang akan menjadi peserta turnamen nanti?”
“Entahlah, yang pasti dia adalah petarung sihir yang hebat,” jawab Anna dengan santainya.
Sementara itu, Dwi nampak tidak peduli dengan pengumuman itu. Sesekali ia terlihat menulis di secarik kertas di mejanya. Ia nampak lebih senang menulis dengan aksara yang baru ia pelajari dibandingkan dengan turnamen bergengsi itu.
Tak lama kemudian, Bu Martha membaca sebuah kertas yang digenggamnya. Itu adalah nama murid yang akan mengikuti turnamen itu dari kelas Ha ini.
“Baiklah. Kedua murid dari kelas kita yang ditunjuk untuk ikut serta dalam turnamen sihir itu diantaranya adalah, Anna Sahilatua dan Dwi Septianto,”
“Eh…???”
“EHHH…???”
Tak terduga sebelumnya, nama Anna dan Dwi masuk sebagai peserta dalam turnamen sihir bergengsi tersebut. Sontak hal itu membuat mereka kaget, terlebih Anna yang seolah-olah tidak percaya dan langsung beranjak dari tempat duduknya.
“Eh, saya, bu?”
“Iya, Anna. Kamu dan Dwi terpilih sebagai peserta turnamen ini,”
“Tapi, kenapa saya, bu? Saya kan masih pemula dalam hal sihir. Saya juga masih harus banyak berlatih,” ucap Anna.
Gadis berambut pirang itu masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar, tetapi Bu Martha langsung menjelaskannya kembali.
“Begini, Anna. Kamu dan Dwi punya nilai yang sangat tinggi dalam mata pelajaran ilmu sihir. Hal itu cukup menandakan bahwa kalian sanggup untuk menjadi peserta dalam turnamen sihir ini. Apalagi saya sering melihat kamu berlatih sihir bahkan di hari Sabtu dan Minggu bukan?” jelas Bu Martha.
“…”
Anna terdiam mendengarnya. Semenjak mengetahui apa itu sihir dirinya memang begitu tertarik dengan ilmu yang hanya ada di dunia alternatif ini. Sebagai orang yang punya rasa ingin tahu yang tinggi, ia memang sangat bersemangat dalam mempelajari ilmu itu setiap harinya. Selain itu, alasan lain dirinya mempelajari ilmu sihir ya siapa tahu ada sebuah mantra yang bisa mengembalikan dirinya ke dunia nyata.
“Baiklah, kalau begitu sudah diputuskan bahwa Anna Sahilatua dan Dwi Septianto akan menjadi peserta turnamen sihir tahun ini. Berlatihlah dengan giat agar kalian dapat menyabet gelar juara. Baiklah, kita lanjutkan ke materi kita kemarin,”
Anna pun duduk kembali dan kegiatan belajar mengajar kembali seperti semula. Sekitar 2 jam pelajaran berlalu dan Bu Martha pun memberikan tugas pada mereka.
“Baiklah, para murid. Kerjakan tugas yang saya berikan sebelum minggu depan. Selamat siang,”
Tepat setelah Bu Martha meninggalkan ruangan tersebut, para murid langsung mengerumuni Anna dan Dwi. Mereka nampak terkejut dan penasaran dengan kemampuan sihir mereka sehingga bisa terpilih sebagai peserta turnamen sihir. Tak terkecuali Licia yang merasa kagum terhadap Anna.
“Whoa, keren sekali, Anna. Kau bisa langsung jadi peserta turnamen sihir. Kemampuan sihirmu memang patut diacungi jempol,” ujar Licia.
“Eh, t-tunggu dulu. Aku masih belajar loh. Aku g-gak tau banyak soal sihir, apalagi turnamen,” jawab Anna dengan terbata-bata.
Namun seolah-olah tidak terlalu mempedulikannya atau mungkin suasana terlalu berisik, para murid, khususnya para murid perempuan terus bertanya-tanya padanya. Hal itu sontak membuat Anna kebingungan menjawabnya.
Sementara itu, Dwi juga dikerumuni oleh murid lainnya, meskipun tidak sebanyak Anna. Beberapa diantaranya memberikan pujian bagi dirinya.
“Wah, hebat sekali kau, Dwi. Apa rahasianya biar bisa ikut turnamen?” tanya seorang murid.
“Hmm… Entahlah. Mungkin diriku hanya modal keberuntungan saja. Kalian seharusnya lebih hebat dariku,”
Dwi menjawabnya sambil ‘merendah’, lalu dengan dinginnya mengambil tasnya dan berjalan keluar kelas, tidak terlalu memperdulikan teman-teman yang mengerumuninya. Anna yang melihatnya langsung bergegas menghampiri Dwi.
“Hei, Dwi,”
“Ada apa lagi, Anna?”
“Kau juga terpilih jadi peserta kan? Bagaimana menurutmu? Apa yang harus kita lakukan sekarang?” tanya Anna kebingungan.
“Ya, ikuti aja kata guru lah. Memangnya mau gimana lagi?” jawab Dwi dengan santainya.
“Ah… Kau ini selalu saja begitu, Bagaimana dengan tujuan kita nanti ke depannya?”
Mendengar apa yang diucapkannya, Dwi langsung menghampiri gadis berambut pirang itu. Ia mendekatkan wajahnya pada telinga Anna. Hembusan napas hangatnya begitu terasa di telinganya, membuat Anna sedikit bergidik. Wajahnya juga sedikit memerah karena pria berambut pendek itu berada sangat dekat dengannya, hanya berjarak beberapa cm saja dari pipinya.
“Eh, ada apa? Dwi?” tanya Anna terkejut.
Dwi lalu membisikkan sesuatu padanya.
“Ikuti saja alurnya. Kita lakukan apa yang guru sampaikan. Nanti kalau ada kesempatan, baru kita bergerak,”
“Kesempatan? Kesempatan yang bagaimana? Lalu kapan ia datang?” tanya Anna dengan suara pelan.
Gadis itu nampak bingung dengan apa yang diucapkan oleh Dwi. Pria berambut pendek itu sedikit menghela napas, lalu kembali melanjutkan ucapannya.
“Huff… Aku juga tidak tahu. Yang jelas kita harus ingat apa yang kita sepakati dari awal. Jangan sampai ada yang tahu identitas kita yang sebenarnya, paham?”
“…”
Anna tak menjawab apapun. Ia sepertinya masih bingung
dengan apa yang harus ia lakukan.
“Jangan khawatir. Aku juga tidak akan tinggal diam. Aku akan mencari cara agar kita bisa keluar dari masalah ini secepatnya. Tapi untuk sekarang kita harus bersikap seperti orang yang berbeda dulu disini,” lanjut Dwi.
“Hmm…”
Anna mengangguk. Akhirnya ia sedikit paham dengan apa yang dikatakan oleh Dwi. Mau tidak mau ia pun harus mengikuti saran dari pria itu, terlebih lagi itu memang kesepakatan mereka sejak awal.
Tanpa diduga sebelumnya, Licia tiba-tiba menyoraki mereka berdua dari pintu kelas bersama teman-teman yang lainnya.
“Cie... yang lagi berduaan buat turnamen nanti. Mau sekalian kencan ya? Haha…”
“LICIAAA!!!!”
“Hahahahaha…..”
Anna yang mendengarnya langsung berbalik dan berteriak padanya dengan wajah memerah. Sementara itu Licia malah lari dari mereka sambil tertawa terbahak-bahak.
Berbeda dengan Anna, Dwi nampak dingin dengan respon mereka. Ia pun beranjak pergi dari tempat itu.
“Berlatihlah buat turmanen nanti. Kita harus tetap berjuang,” ucap Dwi sambil meninggalkannya.
“Hmm…” Anna kembali mengangguk.
Mereka telah sepakat untuk berlatih lebih giat demi turnamen nanti. Apapun yang terjadi, keduanya harus menunjukkan kemampuan sihir terbaiknya, selain dari tujuan mereka mencari cara untuk menyelesaikan permasalahan di dunia ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments