Chapter 12 : Terombang-ambing

Alistair Sahilatua dan Dwiana Septianti terjebak di sebuah jembatan hitam digital tanpa ujung akibat kesalahan pada teknologi portal mereka. Dan sialnya, jembatan hitam itu pun hancur dan menjatuhkan mereka ke ruang biru muda tak terbatas.

“DWIANAAA…”

“AALIIIII…”

Hembusan angin gravitasi pun mengempaskan dan melepaskan tangan mereka, hingga distorsi pun terjadi pada pandangan mereka dan membuat mereka tak sadarkan diri.

Suara ombak terdengar dengan jelas bersama dengan hembusan angin laut. Terdengar pula suara kayu yang sepertinya dari sebuah kapal yang bergerak kesana kemari.

“Woy…”

Terdengar suara seorang pria, namun masih sayup-sayup dalam kegelapan pandangan mata.

“Dimana aku?” ujarnya dalam hati.

“Woy, bangun…”

Suara pria itu terdengar lebih jelas untuk kali ini, tetapi pandangannya masih buram, hingga pria itu pun berteriak dengan keras.

“WOY… BANGUN!!!”

BRAKK… ia ditendang oleh pria itu hingga terjatuh. Akhirnya ia pun tersadar sedang berada di sebuah ruangan kapal kayu. Ia tak bisa bergerak karena tangan, kaki, dan mulutnya terikat. Di depannya terlihat seorang pria dengan pakaian compang-camping yang sepertinya merupakan seorang bajak laut.

“Kau sudah bangun ya, Boy?” ujar pria itu tepat di depan wajahnya.

“Boy? Apa maksudnya itu? Dia bicara padaku?” katanya dalam hati.

Awalnya ia kebingungan dengannya, namun setelah melihat ke bawah badannya ia kaget. Kata itu benar-benar ditujukan kepadanya.

“Lah, kok bisa? Diriku kok jadi begini?” ia kebingungan dalam hati.

Dwiana Septianti, seorang gadis Jawa sekaligus mahasiswi Institut Teknologi Ambon yang tergabung dalam sebuah proyek teknologi portal terlempar ke sebuah dunia lain. Dan yang lebih anehnya lagi, kini ia berubah menjadi seorang laki-laki berambut pendek. Namun sialnya, ia kini menjadi tawanan dari seorang bajak laut.

“Aku tidak tahu apa yang terjadi denganmu sebelumnya, tapi karena kau telah menjadi tawanan kami, sebaiknya kau jangan macam-macam,” ujar pria itu sambil meninggalkannya.

“MMMMMM….” Ia tak bisa berkutik dalam kondisi seperti itu. Meminta tolong pun sepertinya tidak mungkin.

Sekitar satu hingga dua hari pun berlalu. Ia tidak diberi kesempatan untuk menghirup udara bebas dari ruangan itu, dari kursi itu, hingga pada suatu pagi kapal tersebut singgah di sebuah pantai. Pria itu pun kembali ke ruangan itu untuk menemuinya.

“Kita singgah di pantai, dan kau kuingatkan sekali lagi, jangan macam-macam,”

Awalnya ia tak mampu berbuat apa-apa, namun setelah mengetahui ikatan talinya telah longgar, ia pun menggunakan kesempatan itu untuk melarikan diri.

HUPP… BRUKK… tepat saat kapal yang mereka tunggangi menyentuh bibir pantai, ia melompat, lalu mendorong pria bajak laut itu hingga terjatuh dan berusaha untuk kabur.

“DIA MELARIKAN DIRI, JANGAN BIARKAN DIA LOLOS!!!”

Ia berlari ke atas kapal. Disana sudah ada beberapa teman-teman pria itu yang berusaha menangkapnya, namun ia berhasil lolos. Dari bibir pantai, pemuda itu berlari ke arah hutan, namun masih dikejar oleh para bajak laut itu. Ia panik tanpa sadar hingga menabrak seseorang di depannya.

“Uh.. Maaf,”

Ia menabrak sesosok pria tua berambut putih panjang. Tatapan matanya yang tajam dan misterius itu membuatnya takut. Tapi entah kenapa dia seolah-olah menawarkan bantuan padanya.

Tak lama berselang, para bajak laut itu pun sampai di tempat itu.

“Kutemukan juga kau. Hei pria tua, serahkan pemuda itu pada kami atau kau akan berurusan dengan masalah,” ujar bajak laut itu memaksa.

Pria berambut putih panjang itu tidak menghiraukannya, malah melindungi pemuda itu agar tetap diam di belakangnya.

“Kalian yang menemukan seorang Parachi, tapi tak memperlakukannya dengan baik, kalian tidak berhak untuk menyentuhnya,” ujarnya.

Mendengar hal itu membuat sang pemimpin bajak laut itu marah.

“Hey, apa katamu, hah?”

“Dia sekarang milikku. Aku yang akan mengurusnya. Jadi sebaiknya kalian pergi dari sini,” kata pria berambut panjang itu.

“Cih, sepertinya kau memang ingin mencari masalah dengan kami, ya?”

SWING… para bajak laut itu mengarahkan telapak tangannya pada keduanya. Dan ajaib, muncul sebuah bola api dari telapak tangan mereka, tepat setelah mereka merapalkan sebuah mantra.

“Mantra Cipta, Bara…”

“Apa? Sihir?” pemuda itu terkejut melihatnya.

“Sekali lagi kuperingatkan kau, pria tua. Serahkan pemuda itu.” ujar sang ketua bajak laut.

“huff, terserah apa katamu,”

Pria berambut panjang itu juga melakukan hal yang sama. Sepertinya mereka akan mengadu sihir, dan memang itu yang terjadi.

“TERBAKARLAH MENJADI DEBU… BOLLA RENTAKA,”

WUSH… bola-bola api melesat ke arah pria tua itu, namun dirinya juga merapalkan sebuah mantra.

“Mantra Cipta, Intan…”

SRINGG… Ajaib. Pemuda berambut biru dan pria tua itu langsung terlindungi oleh kristal besar yang muncul secara magis.

“Apa, sihir kristal?”

“…Puspa Bajaya,” pria tua itu melanjutkan mantranya.

KRAK KRAK KRAK…. Kristal besar itu pun kemudian berubah menjadi ombak berbunga yang siap membekukan mereka. Para bajak laut itu pun panik dan berusaha, namun semuanya terlambat.

“AAAA…”

“BOS, LA…”

Seluruh bajak laut itu membeku di dalam kristal dan menyisakan sang ketua.

“Nah, kau sudah kuperingatkan. Jauhi pemuda ini.”

Tanpa basa-basi, sang ketua bajak laut pun melarikan diri meninggalkan mereka. Pemuda itu pun selamat.

“Huff, Syukurlah,”

Namun pria tua itu berbalik dan mengajaknya.

“Hai kau, Parachi. Ikutlah denganku,” ujarnya.

“Apa? Anda memanggil saya, tuan?”

“Jangan panggil tuan, panggil saja ayah, itupun jika kau mau,”

“Apa? Ayah?” Ia kebingungan dengan apa yang diucapkan pria tua itu. Kenapa ia ingin dipanggil sebagai ayah. Akhirnya ia pun menjelaskannya sedikit.

“Kau seorang Parachi kan? Anak yang hilang ingatan karena Rott? Sebagai pengingat saja, jikalau seseorang menemukan Parachi di dunia ini maka ia diwajibkan merawatnya sampai ia bertemu kembali dengan keluarga aslinya. Itu artinya kau akan menjadi anakku, setidaknya untuk sementara,”

Antara senang dan bingung dengan apa yang ia katakan, namun mau tidak mau ia pun menurutinya, setidaknya sampai ia mengetahui apa yang terjadi sebenarnya.

“Hmm… Baiklah, terima kasih tuan…” ia masih canggung jika memanggilnya dengan sebutan ayah.

“Sebastian Pakpahan, dan kau?”

“Dwia…uh…”

Mengingat ia sekarang adalah seorang lelaki, ia pun mengganti namanya.

“Dwi Septianto.”

“Dwi Septianto? Sepertinya kau seorang Parachi dari Java ya? Baiklah.”

Tuan Sebastian pun akhirnya menjadikan Dwi sebagai anak angkat sementaranya. Dan sebagai kewajibannya, ia menjelaskan semua hal tentang dunia ini, termasuk Tierra Hyuma, Kekaisaran Nusantara, dan ilmu sihir. Kebetulan, Tuan Sebastian merupakan salah satu staf pengajar di Akademi Sihir Nasional Jailolo dan lokasi kediaman mereka tidak terlalu jauh di sebelah utara kota itu.

Dalam ilmu sihir, Dwi sendiri menguasai elemen hitam, yakni Kegelapan, Tanah, dan Api. Dan seperti biasa pada umumnya ia diajari tahap-tahapan teknik sihirnya dari Noktah, Uziya, Rakieta, dan simulasi bertarung. Meskipun sama-sama mengalami kesulitan, tetapi Dwi cenderung lebih cepat dalam menguasai teknik-teknik sihir itu jika dibandingkan dengan Anna.

Kurang dari sebulan, Tuan Sebastian pun mendaftarkannya ke akademi dan melepaskannya karena ia merasa Dwi kini dapat mengurus dirinya sendiri, meskipun ia akan memantau perkembangannya terus-menerus.

“Dwi Septianto, anda terdaftar di Kelas Ha dan kamar asrama anda B-201. Silahkan masuk,”

“Baiklah, dengan ini aku melepaskanmu, namun aku akan terus memantau perkembanganmu. Dan semoga kita akan bertemu kembali di kelas Da nanti.”

Tuan Sebastian dan Dwi pun akhirnya berpisah sejak saat itu, dan kini ia telah resmi menjadi siswa kelas Ha Akademi Sihir Nasional Jailolo.

“Oh, jadi begitulah yang terjadi padamu, hmm...” ucap Anna.

“Sudah kubilang pasti kau tidak akan menyukainya,” timpal Dwi.

“Eh, siapa bilang? Aku tidak bilang begitu kok.” Anna membantah.

Tak terasa mereka sudah cukup lama di perpustakaan itu hingga bel pun berbunyi.

“Kepada para pengunjung, perpustakaan akan segera tutup. Dimohon untuk segera mengemasi barang bawaan anda, terima kasih.”

Karena keasyikan berbicara tentang masa lalu Dwi, mereka pun lupa akan tujuan mereka datang ke perpustakaan itu. Alhasil mereka pulang dengan tangan kosong untuk hari ini.

“Ah… Sial. Kita belum menemukan apa-apa,” ucap Anna dengan kesal.

Di kursi depan perpustakaan, Anna mengikat tali sepatunya dan menaikkan kaos kaki putihnya dibawah roknya yang cukup pendek itu. Sambil menunggu, Dwi pun memperhatikannya, namun itu membuat Anna merasa aneh.

“Apa yang kau lihat?” tanya Anna.

“Hmm… tidak ada. Aku hanya sedikit heran dengan dirimu yang seolah-olah menikmati wujudmu sebagai Joshi

Kousei sekarang.” ujar Dwi dengan mengutip istilah ‘siswi sekolah’ dalam Bahasa Jepang.

“Apa? Siapa bilang aku menikmatinya, hah?” teriak Anna dengan pipi memerah.

Dwiana, meskipun dia dikenal sebagai mahasiswi pendiam dan cukup serius dalam belajar, namun dibalik itu dia dikenal sebagai seorang ‘wibu’, penggemar kultur jejepangan yang up to date. Hampir setiap event di dekat kota tempat tinggalnya ia hadiri. Apalagi jika ada klub idol favoritnya, sudah pasti Dwiana datang sambil membawa dua buah lightstick legendanya. Makanya tidak heran kalau dia tahu istilah-istilah bahasa Jepang seperti itu.

Mereka pun akhirnya pulang menuju asrama mereka. Tepat di sebuah lorong dekat perpustakaan mereka berpapasan dengan seorang siswa senior berambut putih. Awalnya mereka tak mempedulikannya sampai ia membisikkan sesuatu ke telinga Anna.

“Akhirnya sang penyelamat telah datang,”

Anna berbalik padanya karena terkejut, tetapi siswa itu seolah-olah tak peduli dengan terus berjalan meninggalkan mereka.

“Ada apa, Anna?” tanya Dwi.

“Uh… Tidak ada,” jawab Anna.

Anna bingung dengan apa yang dibisikkan oleh siswa tadi itu. ‘Sang Penyelamat’, maksudnya apa, dan siapa dia?

Episodes
1 Prolog : Dunia Sihir, Dunia Paralel
2 Chapter 1 : Masa Depan
3 Chapter 2 : Perjalanan di Atas Papan
4 Chapter 3 : Terhempas
5 Chapter 4 : Sebuah Fakta
6 Chapter 5 : Pelatihan Bagian I : Hentakan
7 Chapter 6 : Pelatihan Bagian II : Energi
8 Chapter 7 : Pelatihan Bagian III : Inilah Saatnya
9 Chapter 8 : Cahaya Malam
10 Chapter 9 : Selamat Datang
11 Chapter 10 : Sekolah, Hari Pertama
12 Chapter 11 : Dia Disini
13 Chapter 12 : Terombang-ambing
14 Chapter 13 : Kata dan Frasa
15 Chapter 14 : Kuasa
16 Chapter 15 : Perpustakaan Suci
17 Chapter 16 : Kehangatan, Langit Malam
18 Chapter 17 : Tak Terduga
19 Chapter 18 : Hari H
20 Chapter 19 : Tanah dan Api
21 Chapter 20 : Kemampuannya
22 Chapter 21 : Sesuatu dari Masa Lalu
23 Chapter 22 : Lubuk Hati
24 Chapter 23 : Petarung Kegelapan vs Pemanggil Raksasa
25 Chapter 24 : Burung Api
26 Chapter 25 : Gadis Itu
27 Chapter 26 : Harimau Senyap dari Barat
28 Chapter 27 : The Grim Reaper
29 Chapter 28 : Sabit Merah Darah
30 Chapter 29 : Wangsa Arya
31 Chapter 30 : Ini Pertarungan?
32 Chapter 31 : Amarah Merah
33 Chapter 32 : Hukum Dunia
34 Chapter 33 : Perlawanan
35 Chapter 34 : Kejutan dari Selatan
36 Chapter 35 : Ika, The First Elder
37 Chapter 36 : Perlawanan dan Penyelamatan
38 Chapter 37 : Tangga Cahaya
39 Chapter 38 : Kabar-kabar
40 Chapter 39 : Parang Salawaku
41 Chapter 40 : Doa dan Harapan
42 Chapter 41 : Makhluk Terbang
43 Chapter 42 : Rott, Hantu Hutan
44 Chapter 43 : Kebenaran Tentangnya
45 Chapter 44 : Kampung Halaman
46 Chapter 45 : Zui, The Second Elder
47 Chapter 46 : Ksatria Cempaka dari Barat
48 Chapter 47 : Dua Lawan Empat
49 Chapter 48 : Bahan Bakar
50 Chapter 49 : Pantai Air Manis
51 Chapter 50 : Tirai Cahaya
52 Chapter 51 : Tori, The Third Elder
53 Chapter 52 : Antar Elemen
54 Chapter 53 : Kekuatan Bersama
Episodes

Updated 54 Episodes

1
Prolog : Dunia Sihir, Dunia Paralel
2
Chapter 1 : Masa Depan
3
Chapter 2 : Perjalanan di Atas Papan
4
Chapter 3 : Terhempas
5
Chapter 4 : Sebuah Fakta
6
Chapter 5 : Pelatihan Bagian I : Hentakan
7
Chapter 6 : Pelatihan Bagian II : Energi
8
Chapter 7 : Pelatihan Bagian III : Inilah Saatnya
9
Chapter 8 : Cahaya Malam
10
Chapter 9 : Selamat Datang
11
Chapter 10 : Sekolah, Hari Pertama
12
Chapter 11 : Dia Disini
13
Chapter 12 : Terombang-ambing
14
Chapter 13 : Kata dan Frasa
15
Chapter 14 : Kuasa
16
Chapter 15 : Perpustakaan Suci
17
Chapter 16 : Kehangatan, Langit Malam
18
Chapter 17 : Tak Terduga
19
Chapter 18 : Hari H
20
Chapter 19 : Tanah dan Api
21
Chapter 20 : Kemampuannya
22
Chapter 21 : Sesuatu dari Masa Lalu
23
Chapter 22 : Lubuk Hati
24
Chapter 23 : Petarung Kegelapan vs Pemanggil Raksasa
25
Chapter 24 : Burung Api
26
Chapter 25 : Gadis Itu
27
Chapter 26 : Harimau Senyap dari Barat
28
Chapter 27 : The Grim Reaper
29
Chapter 28 : Sabit Merah Darah
30
Chapter 29 : Wangsa Arya
31
Chapter 30 : Ini Pertarungan?
32
Chapter 31 : Amarah Merah
33
Chapter 32 : Hukum Dunia
34
Chapter 33 : Perlawanan
35
Chapter 34 : Kejutan dari Selatan
36
Chapter 35 : Ika, The First Elder
37
Chapter 36 : Perlawanan dan Penyelamatan
38
Chapter 37 : Tangga Cahaya
39
Chapter 38 : Kabar-kabar
40
Chapter 39 : Parang Salawaku
41
Chapter 40 : Doa dan Harapan
42
Chapter 41 : Makhluk Terbang
43
Chapter 42 : Rott, Hantu Hutan
44
Chapter 43 : Kebenaran Tentangnya
45
Chapter 44 : Kampung Halaman
46
Chapter 45 : Zui, The Second Elder
47
Chapter 46 : Ksatria Cempaka dari Barat
48
Chapter 47 : Dua Lawan Empat
49
Chapter 48 : Bahan Bakar
50
Chapter 49 : Pantai Air Manis
51
Chapter 50 : Tirai Cahaya
52
Chapter 51 : Tori, The Third Elder
53
Chapter 52 : Antar Elemen
54
Chapter 53 : Kekuatan Bersama

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!