Pagi yang cerah di hari ke-21, Bunda Rara pada hari ini memilih untuk menjemur pakaian dan tidak berjualan tanaman. Ibu muda itu nampaknya mengambil kesempatan untuk beristirahat sambil mengerjakan hal yang lain.
Sementara itu seperti biasanya, Anna dan Licia berlatih sihir di belakang rumah itu. Namun kali ini mereka saling berhadapan satu sama lain, bersiap untuk memulai ‘simulasi pertarungan’. Tidak ada aturan khusus dalam simulasi ini, termasuk siapa yang menang dan siapa yang kalah. Hanya saja mereka perlu menyerang dan menghindari serangan sihir sebanyak mungkin.
Anna mulai mengambil posisi bertarung, begitu pula dengan Licia.
“Apa kau siap, Anna?” tanya Licia.
“Ya, sangat siap,” jawab Anna.
Semuanya nampak hening. Angin pun bertiup pelan dan melepaskan sehelai daun dari pohonnya. Perlahan daun itu melayang-layang dan kemudian mendarat di tanah.
“GO”
WUSH… pertarungan pun dimulai tepat setelah daun itu menyentuh tanah. Licia secara cepat langsung mengarahkan dua tangannya untuk menembak Anna.
“Mantra Cipta, Cahya, Dwi Noktah”
Dua bola cahaya melesat ke arah Anna, namun ia dengan mudah menghindarinya dan bersiap melancarkan serangan balasan. Anna menepuk dua tangannya dan mengarahkannya kepada Licia.
“Mantra Cipta, Tirta, Bolla Rentaka”
Sebuah bola air dengan ukuran cukup besar melesat menuju arah Licia. Ia tidak menyangka bahwa Anna bisa menggunakan teknik sihir itu begitu baik dan lancar, namun ia telah mempersiapkan serangan selanjutnya.
“Bagus sekali, Anna. Kau bisa melakukannya dengan baik, tapi lihatlah ini.”
Licia meluruskan tiga jari kanannya dan merapalkan mantra.
“Mantra Cipta, Bayu, Sayat Belintan”
Dengan cepat Licia membelah bola air itu dan melancarkan serangan sayatan angin bertubi-tubi. Anna yang menyadarinya berusaha menghindarinya, namun sepertinya ia nampak kesulitan. Apalagi ia harus menghindari teknik sihir angin yang cukup tajam itu. Terlihat beberapa batang pohon di belakangnya putus akibat serangan itu.
“Cih”
Dalam kondisi genting seperti itu untungnya Anna mendapatkan sebuah ide.
“Sepertinya aku harus menggunakannya. Mantra Cipta, Tirta, Samsaq Kalaq”
Ia melapisi kedua tangannya dengan sihir air sebagai pelindung, dan ternyata itu cukup berhasil untuk menghalau sihir angin Licia. Anna pun maju ke depan sambil memukul sihir angin yang dilancarkan Licia.
“Hebat juga kau bisa menggunakan taktik itu,” puji Licia.
“Hehe… Sekarang giliranku, HIYAAAHHHH!!!”
Anna berlari ke depan Licia dan berusaha memukul wajahnya dengan sarung tangan sihir airnya, namun Licia yang mengetahuinya langsung berusaha menghindarinya dengan sihir cahaya.
“Mantra Cipta, Cahya…”
Sebuah bola cahaya tercipta dari mantra itu, namun Anna yang sudah terlalu dekat memukul bolanya sampai membuat keduanya terpental.
“Uh…”
Tak menyia-nyiakan kesempatan, Anna langsung melaju ke arah Licia, tetapi gadis itu rupanya sudah menyiapkan sihirnya kembali.
“…Bolla Rentaka”
Dengan elemen sihir yang berbeda, ia menciptakan bola cahaya dan langsung menyerang Anna, namun dengan mudah Anna meninju bola itu.
“Tidak mungkin,”
BAKK… bola cahaya yang cukup besar tersebut kembali melesat ke arah Licia, tetapi ia berhasil menghindarinya. Namun sialnya bola itu melesat ke arah Bunda Rara yang sedang menjemur pakaian.
“Celaka… BUNDA RARA!!!” teriak Anna.
Seakan menyadari hal itu, Bunda Rara berbalik dan mengarahkan tangan kanannya ke arah datangnya bola itu sembari merapalkan mantra.
“Parisha”
Ajaib, sebuah pelindung menyerupai kaca transparan bercahaya muncul melindungi wanita itu. Bola cahaya itu pun mengenai pelindung itu dan langsung lenyap tanpa sisa. Licia yang melihatnya langsung teringat sesuatu hal yang sangat penting. Salah satu teknik sihir yang paling ia cari mantranya, sihir pelindung.
“Itu…itu…” Licia yang mengingatnya tak bisa mengungkapkannya dengan jelas.
“Berhati-hatilah saat menggunakan sihir. Jangan sampai melukai keluargamu sendiri.” ujar Bunda Rara.
“Baiklah bunda,” ucap Anna dan Licia bersamaan.
Pengetahuan sihir mereka pun bertambah. Kedua gadis itu pun melanjutkan simulasi pertarungan. Kali ini mereka pun mencoba menggunakan sihir pelindung Parisha tersebut. Parisha sendiri mungkin bermakna sama seperti Perisai.
Mereka terus melakukan simulasi pertarungan tersebut selama seminggu terakhir ini. Sampai pada hari ke-30, simulasi pertarungan mereka hampir usai. Licia bersiap dengan sihir sarung tangan angin, sedangkan Anna bersiap dengan sihir sarung tangan air.
“HYAAAA!!!”
BAK... DARR… keduanya tangan mereka yang dilapisi saling bertumbuk sampai menghasilkan sebuah ledakan es. Butiran-butiran es perlahan turun layaknya salju di tempat itu. Sebagian warga desa yang melihatnya pun cukup heran dengan apa yang terjadi, namun sebagiannya lagi yang telah mengetahui simulasi pertempuran mereka, termasuk Bunda Rara yang melihat dari balik jendela hanya terdiam saja melihatnya. Keduanya pun terbaring ngos-ngosan karena kelelahan.
“Huff, hari ini melelahkan sekali ya, Anna,” kata Licia.
“Hehe, benar. Tapi akhirnya kita bisa menguasai teknik sihir dengan baik, Licia,” balas Anna.
“Hehe, benar juga. Kita pasti akan jauh lebih siap saat di Akademi nanti,” Licia membenarkannya.
Hari terakhir untuk latihan sihir telah selesai. Keduanya pun bersiap untuk keberangkatan menuju Jailolo pada esok hari. Solaris pun perlahan terbenam di ufuk barat.
Seperti biasanya, Licia mandi untuk membersihkan badannya, apalagi setelah latihan penuh seharian ini. Sambil mengenakan pakaian tidur dengan handuk di lehernya, ia terkejut melihat kamarnya kini begitu sangat rapi dengan hiasan-hiasan, termasuk hiasan bunga berwarna-warni di beberapa sudut dindingnya. Lantas ia bertanya-tanya, siapakah gerangan yang telah mempercantik kamarnya tersebut. Namun tanpa waktu lama, Anna muncul di belakangnya sambil membawa sebuah piring kecil berisi kue dengan lilin menyala di atasnya.
“Selamat Ulang Tahun, Licia.” ujar Anna dari arah belakang pintu.
“Anna… aku…” Licia tak bisa berkata apa-apa melihat hal itu, namun terlihat matanya berkaca-kaca.
“Hehe, maafkan aku mengagetkanmu. Aku sengaja menyiapkan ini sebagai perayaan ulang tahunmu yang ke-17. Meskipun persiapannya kurang baik dan kuenya mungkin terlalu kecil tapi ini spesial untukmu, Licia,” jelas Anna.
“Sebenarnya… Aku tidak tahu ‘ulang tahun itu apa,’” kata Licia.
“EEEEE!!!????”
Sontak Anna pun terkejut mendengar ucapan itu. Kok bisa seorang manusia tidak tahu apa itu ulang tahun. Namun setelah dipikir-pikir mungkin saja sebutan ‘ulang tahun’ memang tidak ada di Tierra Hyuma ini.
“Tapi…”
Anna yang terkejut dan kebingungan itu pun langsung terdiam karena Licia sepertinya akan mengatakan sesuatu.
“…apapun itu, terima kasih banyak. Aku sangat senang sekali ada yang memberikanku hal ini. Ini begitu istimewa bagiku. Terima kasih, Anna.” ucapnya sambil mengusap air matanya.
Mendengar hal itu, Anna pun tersenyum bahagia.
“Sama-sama, Licia. Ayo kita sama-sama berjuang mulai esok hari,”
Malam pun tiba. Kedua gadis itu pun tertidur lelap. Besok mereka harus bangun pagi-pagi untuk pergi ke Jailolo. Ditengah suasana sunyi di malam hari, terdengar sebuah suara ke arah kamar mereka. Sontak suara itu pun membuat Licia terbangun dari tidurnya.
“Licia, kemari,”
Licia pun mengikuti sumber suara itu. Dan ternyata Anna yang ikut terbangun pun membuntutinya. Licia terlihat bersama seseorang sambil berjalan ke halaman belakang rumah dengan pintu yang telah terbuka. Anna yang melihatnya merasa aneh, kenapa ia pergi ke halaman belakang pada malam-malam begini. Terlebih lagi ia ditemani oleh seseorang. Dan alangkah terkejutnya Anna setelah melihat apa yang terjadi di halaman belakang tersebut.
“Ini…”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Sari N
keren thor. selalu bikin penasaran di akhir bab 👍
2023-06-07
1