Keenan memandangi Alexa dari luar ruangan ICU. Tenggorokannya merasa tercekat saat melihat banyak peralatan medis yang terhubung dengan gadis itu. Sebelumnya, dokter telah melakukan pemeriksaan MRI dan CT scan pada Alexa, kebetulan dokter spesialis bedah saraf yang menanganinya adalah sepupunya sendiri, Prayoga.
Yoga juga sudah bertanya kepada seseorang yang mengantar sepupunya ke rumah sakit. Ia memeriksa tingkat kesadaran Alexa dengan mencubit bagian tubuh, memberi rangsangan, membuka mata dan memanggil namanya. Tubuhnya tidak merespon sama sekali. Nilai skala glasgow coma scale berada di tingkat 3 (nilai terendah) menunjukkan pasien dalam keadaan koma.
Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan, Yoga mendiagnosis Alexa mengalami cedera berat di kepala, sehingga membutuhkan operasi kraniotomi.
Operasi Kraniotomi — Membuat sebuah lubang di tulang tengkorak sebagai akses ke dalam otak. Mengeluarkan gumpalan darah yang mungkin terbentuk dan memperbaiki pembuluh darah di otak yang rusak. Menempatkan kembali potongan tulang tengkorak di posisi semula setelah pendarahan di otak berhenti, kemudian menempelnya dengan mur khusus.
Tentu Yoga telah menandatangani formulir pendaftarannya. Ia menjadi dokter sekaligus wali dari Alexa. Pasalnya, Sofyan dan ayahnya adalah kakak beradik. Begitu selesai operasi, gadis itu dipindahkan ke ruangan ICU dan dipantau dengan penjagaan ketat selama 24 jam.
"Ada kerusakan di otaknya Alexa, tepatnya di bagian limbik. Sistem limbik berperan penting untuk mengatur ingatan dan emosi seseorang. Lo tau kan, maksud gue?"
"Gue pernah denger dari orang tuanya Alexa. Dia pernah menjalani operasi otak akibat kecelakaan 9 tahun lalu." ungkap Yoga. Lelaki itu memberitahu kondisi Alexa setelah melakukan operasi kraniotomi.
"Alexa ... ." lirih Keenan memanggil nama gadis itu. Tetesan air mata lelaki itu ingin jatuh ke pipinya, tetapi ia berusaha untuk tetap kuat. Keenan menunduk, berusaha menyembunyikan kedua matanya yang berkaca-kaca. "Harusnya gue pulang setelah pers tadi, harusnya gue nggak biarin lo pergi sendirian ... Tapi ... ."
"Jangan salahin diri sendiri. Musibah nggak akan ada yang tau, lo juga nggak bisa terus-terusan ngejagain Alexa setiap waktu. Apalagi lo ini polisi, bukan Superman atau Spiderman." Yoga menyembul dari balik pintu ruang ICU. "Masuk ke dalem, walaupun cuma sebentar."
Yoga menepuk bahu Keenan, lalu melangkah pergi. Lelaki itu mengikuti saran Yoga. Ya, mereka sudah saling mengenal sejak Keenan dikenalkan pada keluarga Wijaya. Identitasnya sebagai Hoodie pun Yoga mengetahuinya. Hanya Alexa yang tidak tahu menahu soal itu.
Keenan mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum masuk ke ruang ICU. Ia duduk di kursi samping ranjang sambil menggenggam tangan Alexa dan mengusap punggungnya. Wajah gadis itu terlihat tenang dengan balutan perban di dahi, serta ventilator yang dapat membantunya untuk bernapas.
"Maaf, ya, gue terlalu sibuk mikirin gimana caranya bersihin nama baik gue. Sampe gue lupa sama lo." Air mata Keenan mengalir di pipi saat mengucapkan kalimat itu. "Alasan gue nerima perjodohan ini, karna gue mau terus ada di samping lo. Kapan pun dan dimana pun itu."
Keenan menempelkan punggung tangan Alexa ke pipinya. "Gue nggak bakalan biarin pelakunya lolos. Nggak akan pernah, apa perlu gue bawa dia ke hadapan lo?"
Lelaki itu meloloskan tawanya. Mana mungkin Alexa bisa menjawab pertanyaannya. Keenan merasa seperti orang aneh yang berbicara sendirian. Meskipun demikian, ia merasa lega sudah mengeluarkan isi hatinya.
Keenan menegakkan tubuhnya. Ia memejamkan mata, mendekatkan wajahnya di ventilator yang menutupi hidung dan mulut Alexa. Rasanya berat sekali meninggalkan gadis itu di saat-saat seperti ini. Namun, ia harus mencari pelaku yang telah menabrak Alexa.
Keenan melangkah ke arah pintu. Kemudian, menoleh pada Alexa. "Gue nggak akan lama, kok. Cuma sebentar."
"Keenan!"
Regan berlari dari arah koridor rumah sakit. Keenan segera meletakkan telunjuknya di bibir agar temannya itu tidak berisik. Regan tergesa-gesa menggulir layar ponselnya. Ia menunjukkan rekaman video CCTV saat kecelakaan itu terjadi, lelaki itu sendiri yang memintanya dari pegawai Indomaret. Kebetulan di luarnya terpasang cctv yang mengarah ke jalan raya.
Keenan menonton video tersebut di ponsel Regan. Memang terlihat kalau Alexa berada di pinggiran jalan, gadis itu tidak memarkirkan mobilnya di depan Indomaret karena hanya ingin membeli satu barang. Tiba-tiba, mobil sedan hitam menghantam tubuh Alexa hingga terpental jauh dari tempatnya.
"Nggak ada cctv yang nunjukin plat nomornya?" tanya Keenan.
Regan mengangkat kedua bahu. "Nggak ada. Cuma ini doang, itupun mobilnya dateng tiba-tiba dari samping kanan. Ya, mana keliatan."
"Merek mobilnya apa?"
Regan memperhatikan mobil di video tersebut. "Kalo di liat-liat sih ... Mobilnya merek sedan."
Keenan mengernyit mendengar jawaban tersebut. "Sedan?"
Lelaki itu refleks merasa tidak asing dengan mobil sedan yang dikatakan Regan. Memang banyak orang menggunakan kendaraan seperti itu. Namun, di ingatannya hanya ada satu. Mobil sedan yang melewatinya saat di parkiran pusat perbelanjaan malam itu.
"Ikut gue. Kita ke mall." Keenan melangkah meninggalkan Regan yang masih termenung di belakangnya.
"Ngapain? Belanja lo?" cetus Regan.
Sesaat kemudian, Keenan berhenti dan berbalik. Ia menghunuskan tatapan tajam pada Regan. "Jangan banyak tanya. Mau ikut atau gue tinggal?"
"Ya, ikutlah masa gue di tinggal."
Sepeninggal mereka, seorang pria berjas dokter dan mulut tertutupi masker memasuki ruangan ICU tanpa mencuci tangan. Pria itu membawa kursi roda. Sesaat, ia memandangi mimik wajah Alexa. Pria itu mengulurkan tangan hendak mencabut ventilator yang terpasang.
"Jangan di cabut, kondisi pasien belum stabil." Yoga memasuki ruangan setelah mencuci tangan. Melihat itu, ia segera menghentikan pria berjas dokter di hadapannya. Untung saja Yoga datang tepat waktu, kalau ventilator itu tercabut otomatis akan memperburuk kondisi Alexa.
Pria itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "O-oh, i-iya, kah?" jawabnya terbata-bata.
"Seorang dokter akan tau kapan harus mencabut ventilator, nggak sembarangan seperti tadi." ujar Yoga. Ia menyipitkan mata memandangi pria itu dari ujung rambut hingga kepala. "Kamu ... Bukan dokter, kan?"
"A-ah, maaf. Kayaknya saya salah ruangan. Kalau begitu saya permisi."
Pria itu keluar membawa kursi rodanya. Yoga curiga dengan gerak-gerik pria tersebut. Ia segera melaporkan hal tadi pada Keenan. Lelaki itu memintanya untuk menjaga Alexa selagi melakukan penyelidikan di pusat perbelanjaan.
"Jangan biarin orang luar masuk ke ruang ICU kecuali keluarga." ucap Yoga pada seseorang di lobby melalui telepon.
Yoga melihat Sofyan dari kaca jendela pintu, lalu mempersilahkan pria itu masuk. Yoga meninggalkan Sofyan bersama Alexa di dalam dan menunggu di luar. Sebelumnya, Yoga sudah mengabari pamannya tentang kondisi Alexa.
Sofyan termangu menatap anak perempuannya. Ayah mana yang tak sedih melihat kondisi putrinya terbaring lemah di ranjang rumah sakit, dengan banyaknya peralatan medis di tubuhnya. Pria itu mengusap lembut dahi Alexa, air matanya berjatuhan ke perban di dahi putrinya.
"Sebelumnya Ayah mau minta maaf sama kamu. Menurut kamu, Ayah adalah sosok terbaik untuk putri dan ibunya. Tapi kenyataannya nggak begitu ... Ayah sudah mengkhianati kalian berdua dengan menikahi wanita lain ... ." Sofyan mengungkapkan semuanya. Suaranya bergetar begitu mengatakannya.
"Ayah hanya merasa berhutang kebaikan sama wanita itu. Karna Ratna sudah menyelamatkan nyawa kamu, jadi ... Ayah menawarkan apapun yang dia mau."
Ya, permintaan Ratna Dwiyanti adalah pernikahan. Karena Sofyan sendiri yang menawarkan apapun pada wanita itu. Ia tak punya pilihan lain selain menurutinya, dengan satu syarat untuk tidak mengungkapkan statusnya sebagai istri kepada Athifa dan Alexa.
"Ayah minta maaf. Maaf baru jujur sekarang." Sofyan menyeka air matanya. "Apa Ayah harus menceraikan wanita itu demi kalian?"
Jari telunjuk Alexa bergerak. Sofyan yang melihat itu antusias memanggil Yoga. Lelaki itu membuka kelopak mata Alexa, menyinarinya menggunakan senter kecil. Kemudian, memberi rangsangan berupa cubitan di lengan.
Yoga mencoba mencubit Alexa sekali lagi. "Masih sama. Belum ada respon, mungkin itu cuma respon awal. Masih ada waktu beberapa jam lagi, Om."
"Lakuin yang terbaik untuk Alexa. Om percaya, kamu dokter yang kompeten."
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
nandayue
mau aja dibohongin pak
2023-06-24
1
nandayue
kamu memang bukan ayah yg baik, tahu gak anak tirimu ngincer anak perempuanmu
2023-06-24
1
nandayue
lah alexa malah belum tahu to, aku pikir sudah
2023-06-24
1