Meja dan kursi telah bersih tanpa ada debu yang menempel sedikitpun, lantai putih itu pun terlihat kinclong setelah dipel. Ilona dan Alexa masih berada di dalam kelas, mengerjakan jadwal mereka setiap hari Rabu, membersihkan kelas sebelum pulang sekolah. Ilona keluar terlebih dahulu, Alexa menekan saklar lampu yang terletak di samping pintu. Ilona dan Alexa berjalan tenang di kegelapan malam, di koridor menuju keluar gedung sekolah.
Alexa dan Ilona sampai harus menyalakan senter di ponsel masing-masing untuk menerangi langkah mereka. Keduanya sudah sampai di tangga. Secepat kilat, sesosok sekelebat bayangan hitam berperawakan tinggi, berlari di hadapan mereka. Namun, Alexa dan Ilona tidak menyadarinya karena terlalu fokus memperhatikan jalan.
Ilona memegang lengan Alexa seraya menghentikan langkah. "Gue kelupaan sesuatu. Lo mau nggak, temenin gue balik ke kelas lagi?"
"Barang apa yang ketinggalan? Kenapa nggak besok aja?" tanya Alexa.
"Nggak bisa. Barang itu tuh, antara hidup dan mati gue. Pokoknya ... Ya, pokoknya ada lah!"
Alexa menghela napas sejenak. "Okey. Ayo."
Keduanya pun berbalik, terpaksa kembali ke kelas. Barang yang dimaksud Ilona adalah buku diary miliknya, buku yang tidak pernah di perlihatkan pada siapapun kecuali dirinya sendiri. Ilona menyuruh Alexa menunggu di luar kelas, ia meminta gadis itu untuk menemaninya hanya sampai situ.
Sementara, Alexa berdiri sambil bersandar di dinding. Gadis itu senyam-senyum sendiri menatap layar ponsel, ia dan Kenan saling mengirim stiker lucu. Dari arah koridor, terlihat seorang siswa dengan rambut sedikit gondrong, berlari ke arah Alexa.
"Lo siapa?" tanya Alexa.
Siswa itu menghela napas panjang. "Gue di minta Ilona ke sini. Kita udah ada janji mau pulang bareng."
Alexa menggaruk kepalanya yang tak gatal, dahinya mengernyit heran. "Perasaan ... Ilona nggak ada bilang gitu, deh."
"Gue pacarnya."
Sesaat, gadis itu terdiam seraya berpikir, setahunya Ilona tidak pernah bercerita mengenai percintaannya. Alexa juga tahu Ilona itu sangat mementingkan belajar ketimbang masalah percintaan. Alexa tak akan percaya begitu saja, firasatnya mengatakan, ia harus masuk ke dalam kelas.
"Tapi setau gue, Ilona itu jomblo. Gebetan pun nggak punya apalagi pacar." Alexa cengengesan agar tidak terlihat panik. Ia berpura-pura memainkan ponselnya. Namun sebenarnya, Alexa sedang menghubungi nomor Keenan.
Siswa itu menunjukkan percakapannya dengan Ilona, waktu percakapan tersebut menunjukkan pukul setengah lima sore, yang artinya ketika Alexa dan Ilona sedang bertugas piket. Sepanjang piket pun Ilona sibuk mengepel lantai, sedangkan ponsel mereka di matikan.
Ini fix sih, udah nggak bener, batin Alexa.
"B-biar g-gue tanya orangnya dulu, ya?" ucap Alexa terbata-bata. Satu tangannya memegang gagang pintu, hendak masuk menyusul Ilona. Sementara, Keenan fokus mendengarkan obrolan antara Alexa dan siswa mencurigakan itu.
Tiba-tiba, tangan siswa itu menahannya membuka pintu. "Jangan. Biar gue aja yang ngasih tau."
"Bohong. Kalo lo biarin dia masuk, sahabat lo bakalan tewas di tangan dia. Sebaliknya, kalo lo yang masuk, itu semua nggak akan terjadi. Buat keputusan yang menurut lo bener." kata Keenan memberi instruksi.
"Minggir lo penipu!" Alexa menendang alat kelamin siswa itu. Selanjutnya, Alexa masuk ke dalam kelas dan mengunci pintu. Siswa tersebut menggedor-gedor pintu dari luar. Ilona tersentak ketika mendengar suara itu, ia bahkan belum mengambil buku diary-nya.
Siswa itu adalah Nathan, anak buahnya Gavin. Lelaki itu memerintahkannya untuk membunuh gadis bernama Ilona Tamara. Sebelum melancarkan aksinya, Nathan mengatur percakapannya dengan Ilona tadi untuk berjaga-jaga bila tak ada yang mempercayainya.
"Lo ... Kenal tu cowok?" tanya Alexa.
"Hah? Cowok mana?" Ilona balik bertanya. Ia melihat Nathan dari jendela kaca, lalu berpaling pada Alexa. "Mana kenal gue sama tu cowok."
Alexa menghela napas lega. "Untung gue ngambil keputusan yang tepat."
"Apa jangan-jangan ... Dia yang ngawasin gue tadi siang?"
"Bisa jadi, Na." Alexa teringat sebuah foto yang di kirim oleh Nathan siang tadi. "Wilda! Gue yakin cowok itu juga ngincer dia."
"Terus gimana?"
Alexa membuka resleting tasnya, mengeluarkan pistol pemberian Keenan. Gadis itu pun mengisi selot yang ada di gagang pistol dengan pelurunya. Beberapa teknik ini ia pelajari dari YouTube. Ilona hanya tercengang melihat gerakan tangan Alexa, seperti seseorang yang sudah mahir menggunakan senjata api itu.
Alexa membuka pintu perlahan, menengok ke kanan kiri. Sepi dan sunyi tidak ada siapapun, Nathan juga tidak terlihat sama sekali. Ilona berjalan terlebih dahulu, sementara Alexa mengikutinya di belakang. Sesaat kemudian, keduanya saling menoleh dan mengangguk.
"Lari!" Alexa dan Ilona berlari menuruni anak tangga menuju pintu keluar.
Suara ketukan beton besi yang di pukul ke dinding, menggelegar di seluruh ruangan. Bayangan Nathan terlihat mengikuti Alexa dan Ilona. Kedua gadis itu telah sampai di lantai satu, Ilona membuka dua daun pintu gedung sekolah.
"Akh!"
Nathan memukul kepala Alexa hingga tubuhnya terduduk di lantai. Langkah Ilona terhenti, lalu menoleh ke arah sahabatnya. Gadis itu menggerakkan mulutnya, mengisyaratkan kepada Ilona untuk segera pergi meninggalkannya. Ilona melangkah keluar gedung sekolah, seperti perkataan Alexa.
Nathan mencengkram erat leher Alexa, menariknya berdiri. Lelaki itu mengangkat sebelah tangannya, hendak memukul Alexa lagi. Namun, seorang pria berhoodie abu-abu menerobos masuk dan merebut beton besi di genggaman Nathan.
Nathan refleks membalikkan badan, mengunci leher gadis itu dengan lengannya. Nathan mengarahkan pistol di genggaman Alexa, ke pelipis gadis itu. "Kalo lo pukul gue. Kepala cewek ini pecah."
Pria itu perlahan melangkah maju, Nathan memundurkan diri seraya menekan trigger di pistol tersebut. Akan tetapi, tidak ada satupun peluru yang keluar. Alexa sudah menduganya sejak dirinya menginjakkan kaki di luar kelas. Maka dari itu, ia mengeluarkan kembali pelurunya dan menyimpannya di dalam tas.
"Dasar cewek ******!"
Alexa menginjak kaki Nathan. Pria berhoodie itu segera menarik pergelangan tangan Alexa, menyembunyikan gadis itu di belakangnya. Secepat kilat, pria itu meraih kerah kemeja Nathan, dan meninju wajah anak buahnya Gavin berulang kali hingga tubuhnya tersungkur di lantai.
Suara sirine polisi terdengar di luar gedung, beberapa petugas polisi berhamburan keluar dari mobil, menghampiri Nathan. Pria itu menggenggam tangan Alexa, melangkah pergi meninggalkan gedung sekolah.
"Lo mau bawa gue ke mana?"
Pertanyaan Alexa menghentikan langkah pria itu. Akan tetapi, pria itu tak menjawab sepatah kata pun, ia hanya memandang sepasang mata di hadapannya. Tanpa sadar, tangan Alexa terulur untuk membuka kain hitam yang menghalangi wajah pria tersebut.
"Cuma satu pertanyaan gue, lo siapa sebenernya? Kenapa lo selalu ada di saat gue lagi dalam bahaya?" Alexa bertanya sekali lagi. Jari telunjuknya sudah menyentuh kain penutup mulut itu, perlahan ia menariknya ke bawah hidung Hoodie—pria itu.
Hoodie menutupi kedua mata Alexa dengan tangan, lalu membuka kain yang selama ini menutupi wajahnya dan menempelkan bibirnya di bibir gadis itu. Dalam keadaan mata ditutup, Alexa membelalakkan mata, jantungnya berdetak lebih kencang. Anehnya, Alexa merasa nyaman setiap berada di dekat Hoodie. Meskipun, belum pernah mengetahui identitas pria itu.
"Lexa ... ."
Kalimat Ilona terhenti seketika itu juga. Ia baru kembali dari rumah Wilda, untuk memastikan sahabatnya baik-baik saja. Begitu kembali ke sekolah, ia melihat Alexa berciuman dengan seorang pria. Ilona tak mau melewatkan kesempatan ini, gadis itu mengeluarkan ponselnya dan memotret momen langka itu.
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
nandayue
ilona kurang kerjaan..
2023-06-09
1
nandayue
sapa sih? gavin? kalo alex masak nyium adiknya ndiri
2023-06-09
1
nandayue
apaan ini yg dibintangin
2023-06-09
0