Video pengakuan yang diunggah Alex menggemparkan warga net. Unggahan tersebut terus dihujani komentar jahat. Bahkan, ayahnya Leon juga ikut berkomentar. Orang tuanya tak mau lagi menganggapnya sebagai putra mereka, lelaki itu sudah diberi satu kesempatan untuk memperbaiki prilakunya. Namun kenyataannya, masih sama seperti dulu.
Netizen yang tadinya menuduh Hoodie—Keenan, akhirnya meminta maaf dan menyesal telah melontarkan komentar jahat. Sebagian netizen masih ragu mempercayai Hoodie.
Kini, televisi menampilkan siaran pers di kantor polisi. Segerombolan wartawan berdesak-desakan berlari menghampiri Leonardo yang keluar dari dalam mobil. Kedua lengan lelaki itu dipegangi oleh Hoodie dan Regan. Mereka berdiri di depan pintu masuk kantor polisi, menghadap para wartawan.
Kilatan cahaya lampu kamera menyorot ke arah Leon. Dengan tak tahu malunya, lelaki itu mengacungkan jari tengah sambil menjulurkan lidah. Keenan mencubit lengan Leon agar tidak bertingkah di depan kamera.
"Apa pengakuan itu benar?" tanya salah seorang wartawan menodongkan pada Leon. Lelaki itu hanya mengangguk malas. Kemudian, wartawan tersebut beralih menatap Hoodie. "Tolong beri tanggapan Anda, kami butuh kejelasan."
"Bukan, saya bukan tersangka kasus ini. Itu hanya rumor. Jadi, tolong jangan di percaya." jelas Keenan jujur.
Regan menunjukkan sekantung plastik transparan berisi korek api dan pisau. Lelaki itu juga menemukan 5 botol berukuran 1500 mililiter bekas minyak tanah. Petugas kepolisian menyatakan bahwa Hoodie—Keenan tidak bersalah.
"Tapi kenapa selama berita itu tersebar, Anda malah menghilang?"
Alexa membesarkan volume suara televisinya. Ia menyelipkan rambut di belakang telinga, menunggu lelaki itu menjawab pertanyaan wartawan tersebut. Layar menampilkan Keenan yang terdiam ketika ditanyai begitu. "Tidak ada komentar." jawabnya enteng.
"Leonardo? Jadi, si bajingan itu yang bunuh Wilda?!"
"Oh my gosh!" Alexa mundur ke belakang sofa dengan memegangi dada, hampir saja ia terjatuh. "Minimal jangan ngagetin orang lah!"
Ilona terlihat sudah duduk bersandar di kepala sofa sedari tadi. Gadis itu menatap layar televisi yang menayangkan siaran pers di kantor polisi. Ilona mendengus dingin menatap wajah Leon, ia merebut remote di tangan Alexa dan mematikan televisi.
"Lo yakin nggak mau ngasih pelajaran sama tuh anak?" tanya Ilona, napasnya terdengar menderu.
"Apa untungnya coba? Lagian, jasadnya Wilda udah di temuin. Pelaku juga udah di tangkap."
"Ya, iya sih. Tapi kan, dia udah kejam banget sama sahabat kita."
"Lo nggak perlu khawatir. Gue pasti bakalan tuntut dia ke pengadilan." Alexa menautkan kedua alis seraya berpikir. "Hukuman seumur hidup cukup, kan? Atau ... Hukuman mati?"
"Hukuman mati lebih tepat."
Sesaat, Ilona menyadari sesuatu. Ia berdiri mengedarkan pandangan ke sana kemari. Ilona terbelalak melihat bingkai foto besar yang tertempel di dinding atas kepala sofa. Foto pernikahan Alexa dan Keenan. Gadis itu mendudukkan Ilona di sofa, sebelum menjelaskan tentang pernikahannya yang selama ini dirahasiakan.
"Bukannya gue nggak mau bilang sama lo, tapi gue nyari timing yang pas." jelas Alexa beralasan.
Ilona menarik napas panjang. "Paham, kok, paham. Alasannya karna takut gue suka kan, sama laki lo?"
"Mana ada! Itu karna gue dijodohin!"
"Hah?!" Ilona cukup terkejut sampai mulutnya ternganga. "Ya ... Nggak heran lagi, sih."
Seperti dugaan Ilona, sahabatnya itu pasti di paksa menikah. Mana mungkin seorang Alexandra Wijaya mau menikah secara suka rela. Jika Ilona berada di posisi Alexa, gadis itu sudah melarikan diri sebelum akad nikah dimulai. Di sisi lain, Ilona mengerti keadaan sahabatnya yang tidak bisa menolak.
"Gimana?" tanya Ilona. Matanya berkedip-kedip meminta jawaban gadis itu.
Alexa mengerutkan dahi. "Gimana apanya?"
"Udah isi belum?"
Alexa meraih jaket jeans milik Regan di bawah meja, kemudian mendaratkannya di wajah Ilona. "Cuci tuh! Pake tangan katanya."
"Hah? Kata siap—" Ilona berhenti berbicara. Ia melebarkan jaket jeans tersebut dan mengendusnya. Tiba-tiba, senyumnya melebar kala aroma parfum Regan menyeruak masuk ke rongga hidungnya. "Lex, ini jaket siapa? Aaa ... Wangi!"
"Biarpun gue jelasin, lo nggak bakalan inget."
Ilona senyam-senyum, mengingat ciumannya di parkiran kemarin malam bersama seseorang. "Mana mungkin. Ingatan seorang Ilona Tamara ini nggak akan pernah hilang!"
"Mending lo mandi terus siap-siap."
"Ke mana?"
Gadis itu menunduk. "Pemakaman Wilda."
****
Sinar matahari menyinari seluruh makam yang berjejeran dengan rumput halus dan beberapa taburan bunga. Belinda dan Farhan, duduk di samping makam Wilda Evina, putri mereka. Tangis bahagia terbit di wajah sepasang suami istri itu, melihat Wilda kembali walaupun sudah tidak lagi bernyawa. Sebagian siswa siswi SMA Pradita Dirgantara datang untuk mengunjungi gadis itu.
"Wilda, sekarang kamu tidur yang tenang ya, Nak? Mami berharap suatu saat kita bisa berkumpul lagi seperti dulu." ucap Belinda. Wanita itu menaburkan bunga di makam putrinya.
Alexa dan Ilona bergantian menaburkan kelopak bunga mawar kesukaan Wilda. Pelupuk matanya terus dibasahi air mata. Namun, semua orang tidak bisa melihatnya karena terhalang kacamata hitam. Mereka memeluk Belinda, menguatkan wanita itu agar bisa mengikhlaskan kepergian Wilda.
"Nak Lexa, Nak Ilona, terima kasih sudah menjadi teman yang baik untuk Wilda. Maafkan bila anak Tante ada salah sama kalian."
"Aku sama Alexa udah maafin Wilda, Tan. Tante yang sabar, ya? Wilda juga pasti seneng liat Maminya ada di sini." Ilona berusaha tersenyum walaupun suaranya hampir sesenggukan.
"Aku yakin, Tante sama Om bisa laluin ini semua." timpal Alexa.
Farhan meraih kedua telapak tangan Alexa. "Sampaikan ucapan terima kasih kami sama pahlawan itu."
"Aku? Kenapa harus aku?"
"Karna kamu sering digosipkan dekat sama dia."
Alexa hanya tersenyum menanggapinya. Selang beberapa menit, semua orang yang ada di sana turut berbelasungkawa atas kepergian Wilda kepada Belinda dan Farhan. Alexa dan Ilona berpamitan pada Wilda. Setelahnya, mereka berpisah di depan TPU.
Gadis itu tidak langsung pulang ke rumahnya melainkan mampir sebentar ke Indomaret, yang berada di pinggiran jalan raya. Alexa memasang dua buah Earphone bluetooth di kedua lubang telinganya. Alexa membuka pintu mobil. Sayup-sayup, terdengar suara seseorang seperti meneriakinya.
"Neng, awas!"
"Di belakang kamu ada mobil!"
Alexa mulai jengah. Ia melepaskan satu earphone-nya. "Ada apaan, sih?"
BRAAKKK!
Satu pasang benda bulat berwarna putih itu terpental ke tengah jalanan bersamaan dengan ponselnya. Terdapat sedikit cipratan darah di layarnya. Darah mulai mengucur deras di aspal. Kepalanya berdenyut keras, terasa seperti dihantam benda tumpul. Pandangannya menjadi kabur, bayangan warga yang berlarian tiba-tiba terbagi dua.
Mobil sedan hitam yang menabrak Alexa melaju pergi begitu saja tanpa bertanggung jawab. Salah seorang warga mengangkat tubuh gadis itu ke mobil dan membawanya ke rumah sakit terdekat.
Sementara di kantor polisi. Keenan masih sibuk membolak-balikkan beberapa lembaran kertas di papan bukunya, memeriksa laporan yang dicatat Dimas mengenai pengakuan Leon. Sesekali, ia menyalakan ponsel, menunggu telepon dari Alexa.
Keenan berdiri, punggung tangannya tak sengaja menyenggol gelas kaca berisi air putih. Kemudian, memandang lama pecahan kaca yang terjatuh di lantai. Keenan mencoba menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya melalui mulut.
"Kenapa, ya? Apa terjadi sesuatu sama Alexa?" Keenan mencoba menghubungi nomor kontak Alexa. Tak ada jawaban. Perasaannya semakin tidak tenang. Tak lama, ponselnya bergetar, ada telepon balik dari Alexa.
Keenan tersenyum sumringah melihat nama Alexa yang tertera di layar ponsel. Segera ia mengangkat telepon tersebut. "Lexa, lo nggak apa-apa, kan?!"
"Maaf, Mas, hpnya ada di saya. Tadi orangnya ketabrak mobil. Sekarang lagi di bawa ke rumah sakit."
Senyum Keenan pudar, bahunya terkulai lemas. Ketika tangannya menggenggam ponsel, semuanya mati rasa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
nandayue
semoga lexa gak kenapa2
2023-06-23
1
nandayue
ilona suka tu ma regan
2023-06-23
1
nandayue
1.5 mililiter itu dikit lo neng
2023-06-23
1