"Lo siapa?!"
Perlahan, Alexa berjalan mundur dengan mata terbelalak melihat seorang lelaki berjaket biru tua sudah berada di teras rumahnya. Tadinya, ia akan berangkat ke sekolah karena sudah terlambat sepuluh menit.
Alex sudah menjalankan tugasnya untuk menukar boneka panda sesuai permintaan Gavin. Namun, rencana bosnya itu berubah. Gavin menyuruhnya kembali ke rumah Alexa dan membawa gadis itu ke markas. Alex merasa telah dipermainkan oleh bosnya itu.
"Aakh— le-lepasin gu-gue. T-tolong ja-jangan bunuh gue."
Setelah beberapa saat terdiam, Alex mencekal dan mencengkram erat leher Alexa. Amarah begitu mengilat dari tatapan tajam lelaki di hadapannya. Gadis itu memukuli bahu Alex bertubi-tubi, cengkraman tangannya makin kuat. Menarik napas pun ia tak sempat. Sia-sia. Tubuh Alexa merosot ke bawah lantai.
Tolong, siapapun tolongin gue ... .
Alexa mengulurkan tangan, mencoba meraih leher Alex. Akan tetapi, kelopak matanya terasa berat, seakan menyuruhnya tertidur. Sementara Alex, terus menekan jari-jemarinya di sana. Tiba-tiba, tubuh Alexa tidak merespon, matanya sedikit terbuka menatap ke arah pintu.
Bodoh banget gue ngarepin lo dateng. Mustahil kalo lo bisa sampe ke sini.
"Alexa?" Alex menepuk-nepuk pipi Alexa. Ia menaruh telunjuknya di sisi kanan leher gadis itu. Kedua matanya terbelalak merasakan denyut nadi Alexa melemah. Dengan tangan gemetar, Alex melepaskan cengkeramannya.
Ini kali pertamanya lelaki itu merasa tidak tenang setelah membunuh seseorang. Detik kemudian, Alex berlari keluar pintu. Membiarkan Alexa terkulai lemah di lantai. Ia masa bodo dengan perintah Gavin. Tanpa sadar, CCTV berhasil merekam aksi kejahatannya.
Hoodie dan Alex berpapasan. Ia nyaris saja menoleh, begitu Alex berlari melewatinya. Hoodie datang lagi karena lupa menyelipkan sepucuk surat di bonekanya. Lelaki itu mematung di ambang pintu, melihat Alexa terkulai lemah di lantai.
"Alexa!" Hoodie mengangkat kepala Alexa. Refleks, ia merasakan denyut nadi gadis itu melemah.
Lelaki itu melepas kain penutup di mulutnya, lalu membuka mulut Alexa dan memberikannya napas buatan. "Lexa, please bangun!"
Keenan Pratama, lelaki misterius yang selalu memperhatikan Alexa selama ini. Awalnya, hanya sekadar menolong gadis itu dari tiga pemuda nakal. Seiring berjalannya waktu, Keenan mulai penasaran dengan keadaan Alexa setelah peristiwa hari itu. Sejak hari itu, Keenan selalu menunggunya di trotoar jalan, tempat pertama kali mereka bertemu.
Akan tetapi, Alexa tak kunjung datang. Keenan pun akhirnya mencaritahu dimana tempat tinggalnya. Setelah mendapatkannya, Keenan selalu datang memperhatikan kamar Alexa. Dari situ ia menyadari bahwa dirinya menyukai gadis itu. Hanya saja tidak mempunyai cukup keberanian untuk menyatakan perasaannya, karena pada saat itu Alexa sedang depresi berat.
Keenan mencobanya kembali, memberikan Alexa napas buatan. Berapa kali pun akan ia lakukan demi keselamatan gadis itu. Seperti waktu itu. Entah kebetulan atau takdir yang mempertemukan keduanya. Saat itu, Keenan sangat bersyukur bisa menemukan gadis yang selama ini dicarinya, untuk ketiga kalinya ia berhasil menyelamatkan Alexa dari marabahaya.
Keenan menaruh telunjuknya di lubang hidung Alexa. Napasnya masih belum terasa. Ia menatap sendu wajah di hadapannya, hatinya seakan tergores pecahan kaca melihat sepasang mata tertutup itu.
Lelaki itu mendekap erat tubuh Alexa, membenamkan wajahnya di bahu gadis itu. Tiba-tiba, tangan Alexa melingkar di pinggang Keenan. Perlahan, matanya terbuka. "Lo ... Di sini?"
Kalimat Alexa disambut usapan kepala lembut dari Keenan. Ia segera menaikkan kain penutup mulutnya. "Iya, gue di sini."
Keenan mengangkat tubuh Alexa, membaringkannya di sofa panjang. Gadis itu tersenyum menunjukkan gigi-gigi putihnya. Di balik kain itu pun, Keenan membalas senyuman Alexa.
"Tidur. Gue nggak bakal ke mana mana." ucap Keenan lembut. Alexa menjawab dengan anggukan, ia mencoba memejamkan mata beberapa menit.
Keenan berjalan memasuki ruang CCTV sekaligus memeriksanya. Ia membiarkan pintunya terbuka lebar, agar bisa melihat Alexa yang tertidur pulas di sofa.
Kini, layar monitor menampilkan seorang lelaki sedang menukar boneka miliknya. Selang beberapa menit, lelaki itu datang lagi menerobos masuk dan mencekik Alexa. Keenan menyaksikan sendiri bagaimana Alex ketakutan setelah mencoba membunuh istrinya.
"Siapa dia? Kenapa dia ngincer Alexa?" gumam Keenan.
Ponsel di mejanya bergetar, Keenan melihat ada satu pesan baru yang belum dibaca. Dimas mengirim sebuah tangkapan layar. Akun Twitter bernama Ilona memosting fotonya dan Alexa sewaktu berciuman di depan gerbang sekolah. Tak lama, Dimas menghubunginya.
"Lo udah liat, kan? Kenapa bisa begitu?" tanya Dimas.
"Dia hampir buka kain penutup mulut gue, masa iya gue diem aja." sahut Keenan.
Helaan napas kasar terdengar melalui telepon seluler. "Siapa cewek itu? Yang ... Lo cium."
"Bini gue."
"HAH?!"
Peran Keenan di kantor polisi sangat penting, tanpanya semua kasus tidak akan berjalan semulus ini. Ia pernah berpura-pura menjadi pelanggan demi menangkap pengedar narkoba. Baginya itu hal mudah, tetapi tidak bagi Dimas dan Regan.
Julukannya, adalah Pahlawan Masyarakat. Keenan mendapatkan julukan tersebut dari para gelandangan yang kelaparan, saat ia memberi bantuan berupa makanan di sebuah kolong jembatan. Dari pujian itu, Keenan memutuskan akan terus menyamar saat melakukan tugasnya sebagai detektif.
"Bahas itu nanti-nanti aja, sekarang gue mau ngurus sesuatu." jawab Keenan, sembari menoleh pada Alexa sejenak, lalu kembali berpaling ke layar monitor. "Kita harus cari orang ini."
"Siapa?"
"Orang yang hampir membunuh istri gue."
****
"Gue kan, udah bilang. Jangan balik sebelum lo culik Alexa!"
Gavin mengayunkan cambuknya di punggung Alex. Lelaki itu sudah terbiasa dengan hukuman yang diberikan Gavin padanya. Siapapun yang menentang atau gagal menjalankan perintah dari bosnya, akan mendapatkan hukuman sepertinya.
Pakaian Alex sudah menyatu dengan cairan berbau anyir, tubuhnya terasa lengket. Darah mengalir deras di punggungnya. Gavin mengayunkan cambuknya lagi dan lagi. Alex mendongak, lalu memejamkan mata seraya menahan rasa sakit di sekujur tubuh.
"Lo hampir bunuh Alexa, kan?" tanya Gavin.
Alex menundukkan wajahnya. "Iya, hampir."
Sekali lagi, Gavin kembali melayangkan cambuknya hingga tubuh lelaki itu ambruk. Gavin memasukkan kedua tangannya di saku celana hitamnya, lalu melangkah pergi melewati Alex.
Alex mengulurkan tangan meraih pergelangan kaki bosnya. "Kak, apa lo nggak bisa biarin gue pergi. Gue nggak mau hidup kayak gini terus."
"Lo pikir, keluarga Wijaya bakalan nerima seorang pembunuh berantai kayak lo?" Lelaki itu menggeleng. "Gue rasa enggak. Mereka sekarang udah bahagia tanpa lo, di mata mereka lo cuma biang masalah."
Alex tertegun sejenak mendengar jawaban Gavin. Lelaki itu tidak sepenuhnya salah. Terlebih, Sofyan memiliki reputasi yang baik di kalangan pejabat tinggi. Entah bagaimana reaksi kolega ayahnya begitu mengetahui Alex adalah kaki tangan bos mafia sekaligus kurir narkoba.
Entah sampai kapan Alex harus hidup seperti ini. Mungkin tidak akan ada hari dimana dirinya terbebas dari semua tindak kriminal yang dilakukannya. Mau tak mau Alex harus menerima bila sewaktu-waktu kejahatannya terbongkar. Ucapan Gavin seketika membuatnya tersadar. Tidak, Alex tidak mau terpengaruh lagi oleh hasutan pria berusia 25 tahun itu.
"Wajar sih, lo nggak bisa bunuh Alexa. Kan, dia saudari kembar lo." celetuk Gavin.
Alex terkesiap, lalu segera menoleh ke arah Gavin. "Nggak mungkin."
"Nama lengkapnya, Alexandra Wijaya. Bener, kan?"
Seketika Alex teringat saat Alexa memberikannya permen Kopiko. Ternyata gadis yang duduk di depannya hari itu adalah saudari kembarnya, hal itu yang membuatnya yakin. Alex menatap telapak tangannya, ia bahkan tega ingin membunuh Alexa hanya karena lelah menjadi seorang pesuruh. Lelaki itu benar-benar tidak bisa memaafkan dirinya sendiri.
"Kalo lo mau mereka selamat, jangan bertindak gegabah. Lakuin aja tugas lo kayak biasanya." ancam Gavin.
"Lo ngancem gue sekarang? Nggak bakalan mempan!"
"Oh, iya?"
Gavin memutar laptopnya menghadap Alex. Layar tersebut menampilkan kamar Keenan dan Alexa. Terlihat di sana, lelaki itu membaringkan tubuh Alexa di atas ranjang. Sejenak Keenan terdiam, sebelum akhirnya menoleh ke arah mata boneka panda.
"Apa lo yang masang kamera itu?"
Gavin menjentikkan jarinya. "Iya. Ini salah satu senjata utama gue, biar lo nggak berhenti jadi kaki tangan gue."
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
nandayue
masak alex gak ngeh ma kembarannya, dia gak hilang ingatan kan
2023-06-14
1
nandayue
santai amat bang jawabnya
2023-06-14
1
nandayue
lah suami sendiri to
2023-06-14
1