"Eh, kalian udah denger belum beritanya?"
"Udah. Isshh, nggak nyangka banget, kan? Apa jangan-jangan abis ini cewek itu yang jadi korban."
"Gila! Seorang pahlawan masyakarat membunuh? Ckckck, nggak bisa di percaya."
"Liat, deh! Dia unggah video di Twitter!"
Julukan Keenan mulai banyak terdengar di kalangan para warga kota Jakarta Barat. Berita pembunuhan itu telah tersebar. Berawal dari Keenan yang menyebutkan itu hanyalah rumor semata, hingga akhirnya diumumkan langsung oleh pria yang menyamar sebagai Hoodie melalui unggahan video di Twitter. Video pembunuhan dan kekerasan seksual.
Situasi publik menjadi tidak terkendali, kolom komentar dihujani cibiran dari para warga net. Bahkan, delapan ratus ribu orang telah menonton video tersebut, banyak yang membagikannya ke media sosial lain.
Tentu saja, hal ini membuat Keenan Pratama selaku pria berhoodie itu sendiri kebingungan. Entah harus bagaimana lagi membersihkan nama baiknya. Pasalnya, lelaki itu sendiri pun tak mengetahui dimana lokasi tempat kejadian perkara. Petugas polisi telah menyebar ke penjuru kota Jakarta, berharap mereka segera menemukannya.
"Keenan, sekarang Bapak tanya sekali lagi sama kamu." tanya Bobby Aditama, selaku kepala polisi di Polres Metro. "Apa kamu beneran bukan pelaku yang membunuh korban?"
Keenan memejamkan mata seraya menghembuskan napas kasar. "Saya berani sumpah, bukan saya, Pak. Bapak perlu saksi? Ayah sama Ibu mertua saya juga tau soal ini."
Regan mengangguk menyetujui. "Iya, saya rasa emang bukan Keenan yang melakukan itu. Bisa jadi, ada seseorang yang dendam sama Keenan."
"Gue setuju sih, sama pemikiran lo." seru Dimas.
"Untuk sementara, kamu dilarang memakai Hoodie itu. Kerjakan tugas kamu seperti biasanya sampai situasi mereda." ucap Pak Bobby pada Keenan. Pria itu melangkah keluar ruangan.
Sepeninggal Pak Bobby, Regan dan Dimas mengangguk ke arah Keenan. Lelaki itu langsung berdiri di samping papan tulis yang berdiri tegak di hadapan meja kedua temannya. Mereka memperhatikan tangan kanan Keenan bergerak cepat menuliskan sesuatu di sana. Terakhir, Keenan menempelkan foto Alex di papan tulis itu.
"Keen, itu foto siapa?" tanya Regan penasaran.
"Dia ini ... ." Keenan mulai menceritakan pertemuannya dengan Alex siang ini. Regan dan Dimas tidak menyela pembicaraan lelaki itu, mereka fokus mendengarkan apa yang diceritakan oleh temannya.
"Jadi maksud lo, dia ini Alexander Wijaya? Yang hilang 9 tahun itu?" tanya Dimas, menunjuk ke arah foto Alex.
Keenan mengangguk. "Bener, gue emang dari awal udah curiga. Mungkin nggak sih, dia ada sangkut pautnya sama bos mafia? Atau ... Jangan-jangan Nathan juga kenal dia?"
"Apa ini, ya? Alasan keluarga korban menutup kasus pencarian anak hilang 9 tahun lalu." Regan bergumam.
"Mereka nggak mau mencari anak itu lagi, karna mereka udah tau gimana keadaan anak itu sekarang. Pergaulannya penuh kebebasan tanpa ada batasan." Keenan menoleh pada dua temannya. "Menurut kalian gimana?"
Dimas mengetukkan pulpen hitamnya di meja. "Pergaulan bebas? Narkoba, pemerkosaan, kekerasan, pembunuhan. Itu maksud lo?"
"Iya. Saat ini kita emang nggak punya bukti kuat. Tapi kalo bukan dia, siapa lagi coba?" Keenan menyandarkan kedua telapak tangannya di meja.
Sesaat, di antara mereka bertiga tidak ada yang berbicara lagi. Keenan, Regan, dan Dimas sibuk bergelut dengan pikiran masing-masing, sembari menatap papan tulis. Mendadak, Regan berdiri menghampiri papan tulis, menyampaikan analisisnya di sana.
"Mungkin dulunya lo punya masalah sama temen atau orang yang nggak di kenal. Temen bisa aja nusuk dari belakang, menghalalkan segala cara biar lo jatuh. Atau—"
Kalimat Regan terpotong begitu Keenan mengangkat tangan. Lelaki itu merebut spidol hitam di genggaman jemari Regan. "Gue pernah punya masalah sama orang lima tahun lalu. Itu pun karna nolongin cewek."
Dimas merapatkan bibirnya seraya mengangguk-angguk. "Ini udah fix sih, orang itu dendam sama lo."
"Suatu saat nanti, kalo gue keluar dari penjara. Gue bakalan bikin hidup kalian hancur!"
Keenan terkekeh mengingat ancaman seorang narapidana lima tahun lalu. Orang itu mendapatkan tindak pidana selama empat tahun penjara, akibat melakukan percobaan pemerkosaan terhadap Alexa. Keenan tidak bisa membiarkan orang itu berkeliaran bebas, meskipun sudah keluar dari penjara.
Keenan mengeluarkan ponselnya, memeriksa seluruh aplikasi media sosial. Kabar burung itu menjadi trending nomor satu di Twitter, di internet pun sama. Ia meletakkan ponselnya di meja, menyodorkan pada dua temannya.
"Kalian coba liat video itu. Gue males liatnya." ketus Keenan.
"Video kekerasan seksual itu?"
Keenan hanya mengangguk malas. Sementara, Regan mulai memutar video unggahan tersebut. Layar menampilkan tubuh Wilda dalam keadaan telanjang bulat sedang terlentang di atas meja. Sontak Regan dan Dimas membuang muka. Berikutnya, si pelaku berhoodie abu-abu melecehkan Wilda dengan kasar. Paha dan selangkangannya di cubit, hingga lebam.
Suara erangan nikmat si pelaku membuat Dimas menghentikan videonya. Mereka tak tega menontonnya sampai habis. Bukan hanya itu, masih ada satu unggahan video pembunuhan seperti yang disaksikan oleh Alexa.
"SAYA INGIN MENUNTUT ORANG ITU!! ORANG ITU SUDAH MEMBUNUH ANAK SAYA ... ."
Teriakan seseorang membuat ketiganya langsung menghampiri sumber suara. Terlihat di luar ruangan, kedua orang tua Wilda meminta petugas polisi untuk mencari pelaku yang telah membunuh putri mereka. Sampai sekarang pun polisi belum memberi kabar mengenai lokasi pembunuhan itu.
"Ibu, Bapak, tolong tenang. Kami juga sedang mengurus kasus ini." kata polisi berseragam coklat.
"Saya mohon, temukan lelaki berhoodie itu. Hukum dia seberat-beratnya!"
Semua yang bertugas di sana langsung melirik ke arah Keenan. Tentu aja, mereka tidak akan mempercayai ucapan orang tua Wilda. Pasalnya, saat pembunuhan itu terjadi, Keenan masih berada di kantor polisi mengerjakan beberapa laporan.
Keenan mencoba menghampiri orang tua Wilda, menenangkan mereka untuk tetap tenang. "Saya akan cari pelakunya. Ibu dan Bapak jangan khawatir."
"Temukan putri kami juga, walaupun hanya jasadnya ... ." Ibunda Wilda menangis sejadi-jadinya.
Dimas menepuk pundak Keenan, lalu berbisik. "Kita selesaikan kasus ini dulu, abis itu cari cara buat bikin nama baik lo bersih."
"Iya, gue tau."
****
Keen:
Lo masih sedih, Lex?
Setelah menangani masalah di kantor polisi, Keenan mengirimi Alexa pesan singkat melalui WhatsApp. Beberapa menit menunggu, gadis itu tak kunjung membalas pesannya. Jangankan membalas, di baca pun belum. Padahal, Alexa sedang online.
Keen:
Jangan terlalu lama sedihnya, nanti matanya bengkak.
^^^Alexa:^^^
^^^Ih, bodo amat!^^^
Keen:
Apa jangan-jangan lo juga masih marah soal boneka itu?
^^^Alexa:^^^
^^^Heem.^^^
Keen:
Mau makan? Apa mau jalan-jalan?
Pesan Keenan hanya di baca tanpa di balas. Ia menoleh ke arah bangku di sampingnya, senyumnya mengembang begitu melihat boneka panda yang dibelinya. Kemudian, Keenan melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Lelaki itu tak sabar ingin memberi kejutan pada Alexa.
Sesampainya di area komplek, terlihat para warga ramai mengerumuni halaman depan rumahnya. Keenan menuruni mobil sambil membawa boneka tersebut, ia berjalan menerobos kerumunan massa.
Langkah Keenan terhenti di ambang pintu, kedua matanya membulat sempurna mendapati Alexa tergeletak bersimbah darah di bawah sofa. Keenan menjatuhkan boneka panda yang digenggamnya dan menghampiri gadis itu.
Keenan memperhatikan raut wajah Alexa yang dipenuhi bercak dan tetesan darah yang mengalir deras di dahi gadis itu. Kemudian, ia berpaling memegang pergelangan tangan Alexa. Tak ada denyut nadinya lagi.
"Lexa ... ." lirih lelaki itu. Keenan tidak bisa berkata apapun selain memanggil nama istrinya. Keenan mendekap erat kepala Alexa, air matanya jatuh di pucuk helaian rambut gadis itu.
Gue berharap ini cuma mimpi. Ya, cuma mimpi.
TBC.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
nandayue
semoga cuma mimpi 😭😭😭
2023-06-17
1
nandayue
setidaknya keenan punya alibi
2023-06-17
1
nandayue
yuuhh neng kamu nyari bahan di mana sih, kok bisa ngetik. aku gak bisa ngetik yg kek beginian
2023-06-17
1