27 Februari 2018, Jakarta Selatan.
"Kapan berhentinya sih, ni hujan?."
Alexa berdiri di teras sekolah sambil mendongak, menatap awan gelap disertai rintikan hujan deras. Sudah hampir setengah jam Alexa menunggu hujan reda. Bukannya reda malah semakin deras, bendungan air di aspal pun telah mencapai mata kaki. Alexa tidak ada pilihan lain selain berlari menerobos hujan, dengan menjadikan tas ranselnya sebagai payung untuk melindungi kepala.
Di trotoar jalan, Alexa menabrak lengan seorang pria berhoodie abu-abu. Ia meminta maaf karena tidak berhati-hati, lalu melanjutkan langkahnya. Pria itu menyadari sesuatu, seragam sekolah Alexa sedikit basah dan memperlihatkan tubuhnya.
Alexa menemukan sebuah rumah kosong di pinggiran jalan raya yang sepi, tak jarang pengendara motor atau mobil lalu-lalang di sana. Ia memutuskan untuk meneduh di teras rumah kosong itu sampai hujan mereda. Namun, Alexa tidak sendirian, terlihat satu orang siswa sedang berdiri memandangi jalanan.
"Leonardo, lo di sini juga?" tanya Alexa. Leonardo adalah teman sekelasnya di SMP Yuridicia.
Pemuda bernama Leon itu tidak menjawab. Ia sedang sibuk memandangi seragam Alexa yang basah terguyur hujan, menampakkan tank top hitam dan kulit mulusnya. Seketika, tonjolan di lehernya bergerak, Leon merasakan miliknya sudah berkedut.
Leon mengusap lembut pucuk kepala Alexa, bibirnya tersenyum penuh seringai. "Alexa, lo cantik. Gue suka sama lo dari lama."
"Terus kenapa?"
Leon menarik paksa tengkuk leher Alexa, mendaratkan ciuman kasar di bibir gadis itu. Ia berpegangan pada kedua pundak Leon, mencoba mendorongnya. Naasnya, tenaganya tak sebanding dengan pemuda itu. Suara gemuruh petir menggelegar di langit dengan tiupan angin kencang menerpa dedaunan pohon. Hujan semakin deras mengguyur jalanan aspal.
"Lepasin gue!"
Kedua tangan Leon mulai bergerilya, menempatkan posisinya secara tak sopan di tubuh Alexa. Spontan, gadis itu mendorong tubuh Leon sampai mundur, menjauh dari dirinya.
PLAK!
Satu bunyi tamparan keras memenuhi ruangan, mendarat di pipi mulus Alexa. Leon akhirnya hilang kesabaran dan naik pitam.
"Di mana salahnya?!! Gue cuma pertahanin kesucian gue!!" jerit Alexa histeris. Namun, bukannya menjawab, Leon melepaskan satu tamparan lagi di pipi gadis itu.
"GAK USAH MUNAFIK LO!! Lo tuh emang cocok jadi pelacur." Leon mencubit kencang paha Alexa.
"Akh! Sakit!"
"Makanya nurut sama gue! Buka seragam lo sekarang!"
Dengan tangis yang tertahan, Alexa melepaskan satu persatu kancing seragam putihnya, hingga jatuh ke lantai. Habis sudah kesuciannya direnggut oleh teman sekelasnya, ia mati-matian menjaganya untuk suaminya kelak. Namun, orang lain yang mendapatkannya. Alexa memejamkan mata, berharap seseorang menolongnya.
Suara tembakan mengejutkan keduanya. Alexa segera menoleh ke arah sumber suara. Seorang pria dengan Hoodie abu-abu dan kain hitam penutup mulut, datang menembaki pergelangan kaki Leon. Pemuda itu jatuh ke lantai, darah mengalir di kakinya. Doa gadis itu akhirnya terkabul. Pria tersebut melepaskan Hoodie-nya, memakaikannya di tubuh Alexa.
Pria itu beralih pada Leon, mengayunkan kakinya menendang perut pemuda tersebut bertubi-tubi. Kemudian, ia mengeluarkan borgol, memasangnya di kedua pergelangan tangan Leon. Pria itu mengeluarkan ponsel milik Leon, menghubungi pihak yang berwajib.
"Sebentar lagi polisi dateng. Orang kayak lo, emang pantes di hukum." Pria itu melempar ponsel Leon.
Tangis Alexa pecah, ia memeluk tubuhnya sendiri. Air mata semakin membanjiri pipinya, hampir saja kesuciannya hilang. Alexa tidak bisa membayangkan, bagaimana nasibnya jika pria itu tidak datang menolongnya.
Alexa memundurkan langkah begitu melihat Leon. Lututnya terasa lemas, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Untungnya, pria itu sigap menangkap pinggang Alexa dan mendekapnya.
"Tenang. Gue bukan orang jahat." ucap pria itu lembut. Alexa melingkarkan lengannya di pinggang pria itu.
*****
Seminggu kemudian.
Sejak kejadian hari itu, Alexa menjadi pribadi yang pendiam, selalu mengurung diri di kamar. Ia selalu menghindar setiap kali ayahnya ingin memeluknya atau sekedar memegang tangan. Tentu saja Alexa tidak memberitahu apa yang terjadi, menurutnya lebih baik menahannya sendirian dari pada harus bercerita.
"ARGHH!!"
Sekeras apapun Alexa berteriak, suaranya tidak akan terdengar oleh ayah dan ibunya maupun tetangga sebelah. Karena ruangan tersebut kedap suara. Gadis itu merasakan sesak di dada, lalu memukulinya dengan keras.
"Lo itu cocok jadi pelacur!"
Tiba-tiba, bayangan Leonardo muncul di pantulan cermin. Alexa menggeram marah sambil mengepal kuat kedua tangannya. Ia mengedarkan pandangan ke sekeliling, mencari sesuatu yang bisa di lempar.
PRAAKK!!
Alexa melempar cermin di hadapannya saat ini menggunakan vas bunga. Alexa memandangi pecahan kaca di lantai. Entah apa yang merasuki pikirannya. Ia mengambil pecahan cermin dan menggenggamnya erat, hingga tetesan darah berjatuhan di bawah punggung tangannya.
"Di mana pun lo berada, gue bakalan terus ngikutin lo." suara Leon terdengar berbisik di telinga Alexa.
Alexa mengikuti saran Leon. Kemudian, berlari keluar rumah melalui pintu depan kamarnya. Gadis itu berlari di trotoar jalan tanpa menggunakan alas kaki. Bahkan, ia tidak peduli dengan tatapan orang-orang di sekitarnya. Ia harus menjauh sejauh mungkin agar tidak melihat Leon lagi.
Alexa berhenti di tengah-tengah jalan raya. Beberapa pengendara membunyikan klakson mobil dan motor mereka, menyuruh gadis itu untuk segera menyingkir. Alexa tidak mendengarkan suara klakson yang terus berbunyi.
Gadis itu memandang sebuah mobil truk yang melaju ke arahnya. Seseorang berhasil mengangkat tubuh Alexa, menariknya hingga ke tepian jalan.
"Kenapa lo nolongin gue?! Harusnya lo biarin aja gue mati terlindas truk!" Alexa menangis terisak-isak.
Dalam satu tarikan tangan, pria itu mendekap Alexa ke dalam pelukan, jemarinya menepuk-nepuk punggung gadis itu layaknya bayi. Air di pelupuk matanya semakin berlinang membasahi wajah. Alexa memejamkan mata, menumpahkan segala rasa sakitnya di pelukan pria itu.
"Jangan lakuin itu, hidup lo berharga. Bukan buat siapapun, tapi buat diri lo sendiri. Bunuh diri bukan jalan yang tepat. Gue yakin, lo bisa lewatin semua ini." ucap pria itu lembut.
Alexa menggeleng pasrah. "Nggak bisa, gue takut."
"Ada gue. Lo tenang aja."
Hanya beberapa kata membuat Alexa mengangguk. Setelah dipikir-pikir pria itu ada benarnya, tidak seharusnya ia menyerah hanya karena satu orang pemuda berandalan seperti Leon. Alexa mengalungkan lengan di pinggang pria itu.
Semenjak pertemuan itu, Alexa mendatangi rumah sakit jiwa untuk berkonsultasi dengan dokter psikiater, tanpa memberitahu kedua orang tuanya. Ia hanya meninggalkan sepucuk surat di kamarnya. Dokternya menyarankan agar Alexa di rawat untuk melakukan terapi medis. Seiring berjalannya waktu, kondisi mental Alexa kembali stabil.
Setahun telah berlalu, Alexa dan orang tuanya pindah ke Jakarta Barat. Gadis itu akan meneruskan sekolahnya lagi, kebetulan dua sahabatnya juga pindah ke sana. Tak lupa, Alexa meninggalkan sepucuk surat di depan pintu, berharap pria itu membacanya.
"Thanks, Hoodie. Ya, itu nama lo sekarang. Karna gue nggak tau nama asli lo. Sekarang gue udah pindah ke Jakarta Barat. Bye!."
Ketika pertama kali pria itu bertemu dengan Alexa. Ada rasa sedikit ketertarikan yang membuatnya ingin terus berada di sisi gadis itu. Pria itu pun memutuskan untuk menyusul Alexa ke Jakarta Barat.
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
nandayue
yg ini flashback ya
2023-06-11
1