Album Yuri di 10 tahun Faraz.

"10 Tahun ku."

Nama folder yang membuat Fikra harus beberapa kali berpikir dulu untuk membukanya.

Dia penasaran dan tidak ingin menunggu waktu. Fikra akhirnya membuka isi dari folder itu.

Tampak sebuah foto Faraz waktu kecil, sudut mata Fikra sedikit tampak menyipit saat itu. Fikra mengamati wajah anak lelaki tapi dia merasa tidak asing setelah melihatnya. Beberapa kali Fikra terdiam berusaha mendapatkan apa yang kali ini bisa dia ingat, tapi salah karena Fikra tidak dapat mengingat apapun apalagi jika itu sudah sangat lama.

Sekali lagi mata Fikra kembali melihat sosok Faraz pada usianya 10 tahun. Tidak ada yang aneh Hanya saja firasatnya membuat dia sedikit berpikir janggal.

Fikra sedikit memundurkan kursi dan bersandar di sana. Harusnya dia punya kenangan yang diabadikan dengan sebuah album, tapi tidak ada satupun kan, tidak ada foto yang tertempel di dinding rumah atau yang tersimpan dalam buku album.

Fikra kembali melihat isi selanjutnya. "Tempat kesukaannya , Yuri." Nama foto itu. Ada yang aneh di sana, Yuri? Fikra tidak tahu siapa itu dia menabraknya mungkin Faraz memiliki teman semasa kecil.

Terus mengarahkan kursor hingga menunjukkan berbagai macam album foto Faraz, termasuk orang dengan nama "Yuri." Tapi semakin mencari terus hingga album itu berakhir, Fikra tidak mendapatkan satu pun foto Yuri.

Fikra berpikir lagi, semacam berimajinasi dengan sesuatu yang dia lihat sekarang.

Faraz selalu menyimpan foto sebuah tempat, makanan, maupun apapun yang berkaitan dengan Yuri, tapi tidak ada satupun di sana yang menunjukkan sosok Yuri.

Akhirnya perasaan aneh itu tidak terjawab. Fikra kemudian mencari hal lain di sana. "10 tahun bersama Yuri." Nama album foto lagi. Dengan judul seperti itu tentu saja orang yang melihatnya akan penasaran kan.

Fikra membuka file nya, itu adalah sosok Faraz 10 tahun kemudian atau sekitar usia 20 tahun. Dan Faraz menyimpan foto yang sama di sana, dia hanya menunjukkan beberapa tempat, dan mungkin itu kenangannya juga bersama Yuri.

Penasaran sekali dengan sosok Yuri. Bagaimana seorang teman yang sudah menemani Faraz selama 10 tahun itu.

Sebenarnya dia hampir menyerah, terlalu banyak teka-teki tentang Faraz dan itu sangat mengganggu baginya.

Fikra kembali berkutat dengan monitor komputer, dia belum membuka semua file di sana dan seharusnya dia melakukannya jika tidak untuk apa Fikra masuk diam-diam ke ruangan Faraz.

"Yuri gadis kecil" Nama sebuah folder yang masih menyebutkan nama Yuri.

Fikra kemudian membuka folder itu. Kedua matanya langsung terbelalak, dia melihat suatu benda yang tidak asing baginya, Fikra pernah beberapa kali memimpikan benda itu termasuk akhir-akhir ini. Rasanya sangat aneh sekali kenapa Faraz bisa memiliki benda yang sama serupa seperti itu?

Fikra melihat lagi dengan detail, dia berharap jika itu bukan hasil dari editan. Setelah diamati ternyata fotonya asli bukan hasil dari editan semata.

Sekarang ada dua hal yang mengganggu dipikiran Fikra. Pertama adalah Yuri dan kedua adalah buku itu. Fikra bertekad untuk mendapatkannya, dia harus mengetahui mengapa dirinya juga mengingat benda yang sama seperti itu, Fikra harus tahu benda apa yang diingatnya dan yang dimiliki Faraz. Apakah mungkin semua orang memiliki benda yang sama? Apa benda seperti itu diperjual belikan?

Untuk menjawab keanehan itu Fikra berinisiatif untuk mencari di mesin pencarian dengan gambar, gambar buku kecil yang dia ambil dari foto Faraz.

Beberapa lama berkutat cukup menguras pikirannya, tapi benda itu memang tidak ada yang lain bahkan tidak muncul dalam mesin pencarian. Semacam satu-satunya benda yang ada.

Tok...tok... tok ...

Terdengar ketukan pintu.

Fikra terperanjat dia panik mendengarnya.

"Kau di dalam?" Tanya seseorang terdengar seperti pamannya.

Fikra melihat ke arah jam dinding, dia tidak sadar sudah menghabiskan kurang lebih waktu sekitar 2 jam di depan monitor komputer.

"Ia paman. Sebentar!" Ucap Fikra kemudian dia menutup semua akses i komputer tapi belum sempat mematikan komputernya.

Fikra terlalu terburu-buru memburu pintu dan segera membuka pintunya.

"Wah ternyata kau sudah baik-baik saja." Ucap pamannya ketika masuk ke dalam kamar.

"Paman aku baik-baik saja, kenapa repot-repot sampai datang kesini padahal tadinya aku berniat untuk pergi ke rumah paman." Ucap Fikra.

"Memangnya kau sudah diizinkan untuk keluar rumah?" Tanya pamannya.

Fikra terdiam lagi, benar saja dia bahkan tidak bisa sekedar berada di halaman rumah.

"Sudahlah itu untuk kebaikan mu juga kan, kau harus seperti biasa menuruti apa kata ayahmu." Pamannya langsung menenangkan Fikra.

"Apa yang kau lihat saat itu? Paman penasaran kenapa kamu mengalaminya lagi padahal sudah lama." Tanya pamannya tidak membiarkan sedikit waktu saja untuk tidak membahas permasalahan itu.

"Jadi paman datang hanya untuk menanyakan itu saja?" Tebak Fikra sedikit melamun.

"Memangnya kau pikir paman akan diam saja setelah mendengar kabarnya." Timpal pamannya membenarkan tindakan yang dia lakukan itu. "Sekarang jawab paman, apa yang kau ingat sebenarnya?" Pamannya mulai menyelidiki.

Bukan hanya tentang masa kecilnya, Fikra membayangkan ketakutan itu dan juga teka-teki yang masih sama sepanjang dia mengalami delusi seperti kemarin.

Tidak menjawab, Fikra tampak memikirkannya lagi dan sama seperti dulu dia tidak mengatakan masalahnya.

"Sepertinya kau harus menjalani terapi lagi, kau bisa melakukannya kan?" Tanya pamannya terdengar sebagai solusi, jika dulu Fikra bisa menerima solusi itu namun sekarang setelah mengingat akibat dari terapi nya dia pasti akan kehilangan lagi banyak ingatan dan kenangan yang sudah dilewati. Tidak terlalu buruk, namun dia tidak bisa selalu menjadi orang yang lupa segalanya.

"Seberapa parah delusi ku paman? Jika aku tak melakukannya lagi apakah itu tidak apa-apa?" Tanya Fikra mengutarakan apanyang dia mau saat itu.

Pamannya nampak berpikir sebentar, padahal jauh dalam hatinya sebagai seorang paman tentu saja mengerti betapa beratnya dampak dari terapi yang dilakukan, bagi Fikra di usia yang masih muda seperti itu tapi dia tidak memiliki kenangan apapun.

"Kau akan melupakan segalanya dan ingatan mu akan baru kembali." Ucap pamannya benar-benar berterus terang.

Fikra tampak menahan emosi. "Pasti ayah tidak akan membiarkan aku untuk menolaknya kan? Paman sudah tahu itu." Tebak Fikra saat itu.

Pamannya menatap Fikra penuh iba, dia tidak tega. "Kau bisa meninggalkan rumah mu?" Tanya pamannya.

Fikra langsung menoleh dan bertanya-tanya maksud dari pertanyaan yang diutarakan oleh pamannya.

"Kau harusnya bisa tenang, tinggal di rumah ku seperti dulu." Ucap pamannya.

Fikra tidak lagi bisa, dia sekarang memiliki obsesinya, memiliki kehidupan yang ingin dia ciptakan sendiri, bukan karena ayah atau pamannya, dia ingin menghadapi kehidupan dengan kedua tangannya saja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!