Selly

Satu hari setelah kecelakaan Faraz.

"Banyak sekali laporan yang harus dikerjakan, bukti TKP, saksi, dan tersangka semuanya membingungkan." Rian tampak mengeluh.

Ran menatap Fikra yang duduk tenang sambil memandangi setumpuk kertas di depannya.

Pak Min menatap Ran. "Soal sekali, dia tidak bisa melepaskan tatapan itu." Batinnya.

"Fikra, kau detektif kan? Cepat pergi ke TKP. sekalian kau lihat bukti otopsi Nona Zen." Pak Min bicara padanya.

"Nona Zen sudah meninggal sebelum mereka memutilasinya, membiarkan tubuhnya dipotong menjadi beberapa bagian, mesin penggiling di sana juga digunakan untuk menghancurkan tubuhnya menjadi seperti adonan bakso, lalu mereka membuang adonan ke dalam sungai yang jaraknya sekitar 1 KM dari rumah. Jadi kita tidak akan menemukan bagian lain yang utuh, karena yang tersisa hanya kepala Nona Zen saja." Terjaga Fikra di hadapan semuanya.

Tidak ada yang berkomentar di sana, semua tampak syok mendengarkan penjelasan Fikra.

"Oh, astaga aku mual sekali." Selly langsung pergi dari kerumunan orang.

Fikra berbalik dan menatap semua orang yang tampak aneh. "Apa ada yang salah dengan kata-kata ku? Aku hanya menirukan apa yang dikatakan Pak Faraz waktu menyelidikinya." Ucap Fikra.

Setelahnya semua orang di sana tampak menghela napas. "Syukurlah itu adalah pikiran Faraz." Ucap Pak Min.

"Cara bicaranya tadi seperti Faraz, sungguh menakutkan." Komentar Ran.

Fikra langsung tersenyum canggung. "Maafkan aku telah mengatakannya, aku tidak mendapatkan apapun soal kasus kematian itu tadi hanya asumsi yang dikatakan Pak Faraz." Fikra kembali mengulangi kata-katanya.

"Apa kau sudah menyelidiki mesin penggiling di sana? Kau sudah melakukannya?" Pak Min bertanya.

Fikra langsung terdiam, jelas sekali terlihat jika dia belum melakukan apapun.

"Hei, aku kira kau sehebat dia tadi." Ucap Rian kemudian pergi juga.

"Selidiki sekarang!" Pak Min mengingatkannya.

"Ran, temani dia!" Teriak Pak Min pada Ran yang baru saja tampak berusaha menghindarinya.

"Apa?" Ran tampak syok. Tapi dia juga tidak bisa menolaknya.

"Baiklah. Ayo pergi!" Ran segera mengajak Fikra di sana. Keduanya pergi dan sekarang yang ada di kantor hanya Pak Min, Selly, dan Rian. Yang lainnya tugas lapangan.

"Kemana perginya orang-orang?" Tiba-tiba Selly muncul dan merasa jika orang-orang sudah tidak ada.

"Mereka menyelidiki kasus Nona Zen, TKP di sana." Ucap Pak Min.

"Hah? Apa yang kau katakan Pak tua? Tugas itu sudah selesai kau tahu siapa yang menyelesaikannya?" Tiba-tiba Selly tak terima dan langsung menghentikan Pak Min.

"Aku tahu, kau mendapatkan semua laporannya dari ruangan Faraz. Selesaikan saja, kita akan melihat cara kerja anak baru itu." Pak Min mengatakannya dengan santai sekali.

"Cepat pergi sana! Sebaiknya kau cari tahu sesuatu lebih banyak lagi, kau juga senang kan karena Faraz tidak ada di ruangannya?" Tak disangka Pak Min sudah tahu apa yang dilakukan Selly, tentu saja Selly penasaran dan akan masuk ke dalam ruangan Faraz.

Selly tampak salah tingkah, dia berdiri dan menyedihkan segelas kopi. "Aku terkejut kau mengetahui semuanya. Tapi jangan bilang-bilang pada rekan yang lain ya!" Selly memohon.

Pak Min melihat segelas kopi yang disuguhkan Selly. "Kalau hanya kopi di dalam gelas aku juga bisa membuatnya sendiri." Ucap Pak Min sambil berjalan ke tempat lain membaurkan Selly sendirian di sana.

Selly berdecak kesal saat itu, apa yang harus dilakukannya untuk membungkam mulut Pak Min, lelaki tua yang selalu segalanya tahu. Entah apa tapi semoga saja Faraz tak akan marah.

"Kau mau kemana?" Ucap Rian pada Selly yang sudah bersiap-siap dengan kantong dan helm motor.

Selly menoleh. "Kau yang mau kemana? Jangan bolos, kerjakan tugasnya!" Ejek Selly karena dia tahu Rian sudah mau pergi lagi entah kemana.

"Dengar ya, kau masih baru di sini jadi diam saja." Ejek Rian kemudian dia tampak senang keluar dengan sendirinya dari kantor.

Sekarang hanya tinggal Selly dan Pak Min. Mengingat hal itu Selly langsung bergegas ke ruangannya dan mengunci pintu. Tidak baik di dalam kantor bersama orang tua seperti Pak Min. Entah apa yang dipikirkan Selly namun dia sepertinya tak ingin berada dalam satu ruangan dengan Pak Min.

Tok...tok...tok

Terdengar ketukan pintu.

"Pak Min aku sibuk, jangan ganggu!" Teriak Selly sengaja mencegah Pak Min untuk tidak mengganggu nya.

Tok...tok...tok

"Pak Min tolong berhentilah, dan cepat pergi!" Teriak lagi Selly.

Tak berhasil setelah ketukan kedua Selly benar-benar mengabaikan Pak Min. Dia tidak mau jika Pak Min masuk ke dalam ruangannya.

Selly tampak menarik napas panjang. Dia teringat sesuatu, sebuah buku kecil yang berhasil dia ambil dari kamar Faraz. Dia belum membacanya sama sekali.

Selly ingat jika dia menyimpan bukunya di balik laci meja, ternyata benar ada buku di sana.

Setelah melihat buku itu untuk kedua kalinya Selly masih merasa aneh. Aneh saja jika Faraz memiliki buku harian?

Selly tampak membulatkan mata karena tak percaya jika Faraz memiliki buku harian seperti wanita pada umumnya.

Dilihatnya lagi sampul depan dan belakang buku itu, ternyata setelah diamati buku yang sebenarnya ada di dalam wadah yang tampak terkunci oleh sesuatu. Entah kuncinya seperti apa karena Selly tidak menemukan kunci di sana.

Selly masih memandangi buku itu dengan teliti. "Seperti barang antik." Batinnya. Dia menganggap jika buku itu adalah barang antik saja yang sengaja disimpan oleh Faraz. "Apakah dia seorang kolektor?" Pikirnya lagi menerka-nerka.

Kali ini Selly berusaha membuka wadah buku yang tampak sudah sekali. Ketika ingin membukanya paksa dia terlihat baru ingat sesuatu. Buku itu tidak boleh rusak karena dia harus mengembalikannya sangat utuh ke tempat Faraz, sebelum pemiliknya sadar Selly harus mengembalikannya.

Karena tak bisa dibuka, tidak mungkin dia juga membukanya secara paksa. Alih-alih Selly kembali menyimpannya ke dalam laci meja. Dia mulai sibuk membolak-balik lembaran tiap kertas yang ada di depan matanya. Dia tidak bisa menunda waktu lebih lama apalagi harus menunggu Faraz sadar, kasus ini harus diselesaikan secara tim bersama-sama.

Tekadnya memang sudah benar, namun caranya saja yang salah. Selly harus keluar masuk ke dalam ruangan Faraz. Sedikit merasa bersalah juga, tapi apa boleh buat.

Hampir setengah jam kembali membaca, dia tampak jenuh karena tidak ada satupun yang bisa ditemukannya. Dia sadar otaknya tak begitu bisa berimajinasi seperti Faraz, menebak sesuatu dan itu benar.

Sebuah ide muncul lagi, kali ini kunci terakhirnya adalah komputer milik Faraz. Setelah diingat lagi dia belum sama sekali menyentuh komputer Faraz, padahal mungkin selama komputer itu tersimpan banyak sekali jawaban dari kesulitannya kini. Dia akhirnya bertekad untuk pergi lagi ke ruangan Faraz dan mencoba mencari sesuatu dengan komputernya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!