"Banyak orang yang begitu hati-hati ketika memasukkan makanan ke dalam mulutnya, tapi mereka tidak berhati-hati ketika mengeluarkan ucapan dari mulutnya."
Isisis si Tary ini benar perempuan paling aneh yang aku kenal, dimana-mana perempuan kalau kening di tiup sama laki-laki pasti merasa senang terus auto baper gitu. Ini malah dia merasa aku kayak lagi niup lilin benar-benar aneh kan nih perempuan batin Zainel.
"Kamu kok diam aja." Tary menangkat wajahnya sehingga posisi nya mereka saling menatap.
"Apa masih sakit?" Zainel berbicara sambil menatap wajah Tary.
"Ya masih sakit lah pakai nanya lagi." Wajah Tary berubah jadi kesal karena mendengar pertanyaan dari Zainel.
"Lah tadi barusan ngomong nya gak sakit."
"Lah itu kan pas kamu nanya kalau di tiup sakit gak maka aku bilang gak sakit."
"Sini aku tiup lagi biar gak sakit." Zainel hendak meniup kening Tary yang masih memerah.
"Gak usah, mendingan sekarang kamu pulang terus mandi soalnya kamu itu bauk." Tary menutup hidungnya dengan menjepit ibu jari dan jari telunjuk di bagian lubang hidung nya.
"Masak wangi gini di bilang bauk." Zainel mundur selangkah dia menangkat sebelah ketiaknya lalu dia mencium ketiaknya. Dia mencium bauk parfum maskulin yang dia pakai.
"Hahahaha." Tary menertawakan Zainel yang sedang mencium ketiaknya.
"Kamu ngerjain aku ya?" Zainel menoleh ke arah Tary yang sedang menertawakan dia.
"Iya, kenapa gak suka?" Tary berhenti menertawakan Zainel.
"Kamu ya benar-benar." Zainel berjalan maju selangkah dia sudah berdiri di hadapan Tary. Zainel mengangkat kedua tangan lalu dia mulai mengacak-acak rambut Tary.
"Benar-benar apa?" Tary membiarkan rambutnya di acak-acak oleh Zainel.
"Lea." Ketika Zainel mengacak-acak rambut Tary, dia menjadi teringat dengan adeknya sehingga dia menyebut nama Lea.
"Woi nama aku Tary bukan Lea."
"Tapi kamu mirip sama Lea." Zainel berhenti mengacak-acak rambut Tary.
"Cek, jangan samain aku sama pacar kamu lah."
"Dia bukan pacar aku."
"Bohong." Tary tidak percaya dengan ucapan Zainel.
"Aku gak bohong, Lea itu adek aku."
"Adek ketemu gedek." Tary yakin bahwa Lea itu pacar Zainel.
"Bukan, Lea itu benar adek aku."
"Gak percaya aku."
"Sebentar aku buktikan kalau Lea itu memang benar adek aku." Zainel mengeluarkan dompet dari saku belakang celana nya, dia membuka dompetnya.
"Mana sini biar aku lihat."
"Nih lihat." Zainel mengeluarkan sebuah foto dari dalam dompet, setelah itu dia menujukan foto itu kepada Tary.
"Apa ini foto keluarga kamu?" Tary memandangi foto yang Zainel tunjukan kepada nya.
"Iya, nah yang ini itu Lea." Zainel menujuk foto seorang perempuan yang berdiri di samping seorang wanita.
"Oh jadi itu yang namanya Lea, masyallah dia cantik kayak Amoy.Ternyata kamu masih keturunan Chinese." Tary memperhatikan wajah perempuan yang di tunjukkan oleh Zainel dalam foto tersebut.
"Diakan emang Amoy. Ternyata kamu tahu juga panggilan buat adek perempuan dalam bahasa Tionghoa." Zainel terkejut saat mendengar ucapan Tary.
"Ya tahu lah soalnya aku pernah di panggil Amoy."
"Apa kamu juga keturunan Tionghoa?" Zainel memperhatikan wajahnya Tary yang mirip. keturunan Tionghoa.
"Bukan,aku mah orang Pribumi. Mama suku melayu papa suku Jawa, nah aku tuh putri daerah Riau karena aku lahir dan besar di provinsi Riau."
"Ooo ternyata bukan, aku kira kamu keturunan Tionghoa karena wajah kamu mirip dengan keturunan Tionghoa."
"Mana ada keturunan Tionghoa pesek kayak aku."
Esokan pagi harinya Zainel bangun lebih awal dari biasanya. Zainel sengaja bangun lebih awal dari biasanya karena ini hari pertama dia bekerja sehingga dia tidak mau datang terlambat di hari pertama kali bekerja.
Setelah bangun dari tidur Zainel segera merapikan tempat tidur nya. Zainel berjalan keluar dari kamar dia mengambil sapu yang ada di dekat pintu dapur. Zainel mulai menyapu dapur terlebih dahulu barulah setelah itu dia menyapu kamar, ruangan tamu dan terakhir dia menyapu teras rumahnya.
Zainel meletakkan sapu di tempatnya kembali lalu dia berjalan ke arah kamar mandi. Zainel sudah selasai mandi memakai baju kaos berwarna serta kain sarung dan peci di kepala nya.Zainel berjalan keluar dari rumahnya lalu dia berjalan menuju ke arah mesjid.
Zainel sudah bediri di depan pintu mesjid yang sudah terbuka.
"Assalamu'alaikum." Zainel mengucapkan salam terlebih dahulu barulah setelah itu dia melangkah kaki kanannya terlebih dahulu untuk berjalan masuk ke dalam mesjid.
"Walaikumsalam." Nenek yang sedang menyapu mesjid menjawab salam lalu dia menoleh ke arah suara.
"Apa nenek mau aku bantu?" Zainel melihat nenek sedang menyapu lantai mesjid pun berniat untuk membantu nenek menyapu.
"Tidak usaha, apa kamu bisa adzan?"
"Bisa, kenapa nenek?"
"Sebaiknya sekarang kamu adzan karena sudah waktunya shalat subuh." Nenek menyarankan Zainel untuk adzan.
"Biar abang ustadz aja yang Adzan nenek."
"Memang kenapa kalau kamu yang adzan?"
"Aku belum pernah adzan di mesjid nenek jadi aku takut salah."
"Kamu tidak perlu takut, nenek yakin insyaallah kamu bisa adzan." Nenek menatap mata Zainel dengan tatapan penuh harapan.
"Tapi nenek." Zainel yang masih ragu untuk adzan.
"Kamu bismillah saja dulu." Nenek terus memberikan dukungan kepada Zainel.
"Baiklah nenek aku coba." Zainel berjalan ke arah mimbar mesjid yang ada mikrofon mesjid. Zainel sedah berdiri di arah kiblat lalu dia mulai melantunkan adzan.
Di waktu yang bersamaan tetapi di tempat yang berbeda Tary terbangun dari tidurnya karena kebelet buang air kecil. Saat Tary sudah terbangun dari tidur lalu dia turun dari tempat tidurnya. Tary mendengar suara adzan dari mesjid.
"Itu suara siapa yang adzan ? seperti nya itu bukan suara pak ustadz."
"Kenapa suara adzan ini terdengar merdu?"
"Dari suaranya saja aku yakin laki-laki yang sedang adzan ini pasti masih ganteng dan muda."
"Apa jangan ada ustadz baru di komplek perumahan ini?"
"Aduh Tary, kamu mikir apa sih. Jangan sampai kamu jatuh cinta sama pak ustadz muda yang di komplek ini."
"Mana mungkin pak ustadz muda bisa jatuh cinta dengan perempuan se bar-bar aku yang tidak mau mengenakan hijab, yang pasti pak ustadz muda lebih memilih perempuan berhijab dan memakai cadar untuk di jadikan istrinya."
"Ah mikir apa aku ini, mendingan sekarang aku ke kamar mandi soalnya udah di ujung nih."
Tary susah selesai buang air kecil dia masih berada di kamar mandi sambil mendengarkan suara seorang laki-laki yang sedang adzan di mesjid.
"Apa sebaiknya aku shalat subuh berjamaah di mesjid saja? biar aku tahu itu suara siapa?" Tary penasaran dengan suara laki-laki yang adzan di mesjid, dia berniat untuk shalat subuh di mesjid agar mengetahui si laki-laki tersebut.
"Ah tapi aku malu kalau tiba-tiba ke mesjid untuk shalat subuh berjamaah hanya untuk mengetahui siapa laki-laki yang adzan tadi."
"Lagian perempuan itu lebih baik shalat di rumah jadi mendingan aku shalat subuh di rumah aja sendirian."
"Uh kapan lah akulah punya imam? biar aku shalat ada yang ngimamin."
"Ah, omongan aku kok jadi ngelantur nih akibat kelamaan jadi jones."
"Udah ah sebaiknya aku ngambil air wudhu berdo'a minta di dekatkan dengan jodoh aku." Setelah mengatakan itu Tary pun mengambil air wudhu.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments
Lee
Ketinggalan..🤭
sma aja Ry Dulu jman msih menye-menye ke masjid cma ngecengin siapa yg adzan🤣 maklum Abegeh..
2023-09-14
1
@Kristin
Benar itu Ry mereka punya hati tapi tak hati2
2023-07-16
1
🤗🤗
semangat Ry 🌹🌹 udah meluncur
2023-07-01
0