"Manusia itu unik, ada yang berbuat baik karena ketulusannya dan ada yang berpura-pura baik karena karena kebutuhannya."
Mereka sudah tiba di depan pintu rumah pak ustadz. Mereka berdua secara bersamaan hendak mengetuk pintu rumah pak ustadz.
"Kamu aja yang mengetuk pintunya." Zainel melihat Tary hendak mengetuk pintu rumah pak ustadz sama seperti dirinya, sehingga dia memilih untuk membiarkan Tary yang mengetuk pintu rumah pak ustadz. Zainel menurunkan tangannya.
Tok............ Tok
"Assalamualaikum pak ustadz." Tary yang mengetuk pintu rumah pak Ustadz, mereka bersamaan mengucapkan salam.
"Walaikumsalam, akhirnya kalian datang juga." Pak Ustadz membuka pintu rumahnya, dia tersenyum melihat kedua tamu yang sudah dari tadi di tunggu.
"Maaf sudah buat abang menunggu." Zainel menyalim punggung tangan pak usta
"Tidak masalah, yang penting kalian berdua datang."
"Sebenarnya ada apa pak ustadz menyuruh kami datang ke sini." Tary yang hendak menyalim punggung tangan pak ustadz.
"Maaf bukan muhrim. Sebaiknya kita bicarakan di dalam, mari silahkan masuk!" Pak ustadz menakjubkan kedua tangan di dada, pak ustadz menyuruh mereka masuk kedalam rumah.
"Ladies First." Zainel menyuruh Tary masuk kedalam rumah pak ustadz terlebih dahulu.
"Iya." Tary masuk ke dalam rumah pak ustadz terlebih dahulu.
Mereka sudah berada di dalam ruangan tamu pak ustadz.
"Silahkan duduk."
"Iya abang."Zainel duduk di atas lantai yang beralaskan tikar.
"Tamu Abi sudah datang?" Buk ustadzah yang baru saja tiba di ruangan tamu.
"Udah Umi."
"Buk Ustadzah." Tary menyalim punggung tangan buk ustadzah.
"Tar ikut ibuk kebelakang."
"Baiklah buk." Tary berjalan di belakang ibuk ustadzah yang mengajaknya ke dapur.
Hanya tinggal Pak Ustadz dan Zainel yang sedang duduk di ruangan tamu.
"Sudah tidak usah di pikirkan nantik kamu juga tahu. Apa yang ingin saya sampaikan kepada kalian berdua." Pak Ustadz menepuk bahu Zainel.
"Abang tahu saja yang aku pikirkan."
Tary dan buk Ustadzah datang ke ruangan tamu dengan membawa makanan di kedua tangan mereka masing-masing. Mereka meletakkan makanan di atas tikar, setelah itu mereka kembali membawa ke dapur.
"Buk ustadzah apa ada lagi yang mau di bawak?"
"Ada, Itu bawak mangkok dan sendok yang berada di atas meja."
"Iya buk." Tary mengambil mangkok dan sendok yang berada di atas meja.
Mereka sudah duduk di atas tikar, di hadapan mereka sudah terdapat makanan dan minuman.
"Apa kalian berdua sudah makan?"
"Belum." Mereka berdua kompak berbicara bersamaan.
"Abi lihat mereka kompak menjawabnya." Goda Ibuk Ustadzah.
"Wah kebetulan sekali kalau kalian berdua belum makan, sebaiknya sekarang kita makan terlebih dahulu."
"Iya." Lagi-lagi mereka berbicara bersamaan.
"Umi ambilin Abi." Pak ustadz memberikan piring kosong kepada ibuk ustadzah.
"Abi mau makan pakai apa?" Ibuk ustadzah mengambil piring dari tangan pak ustadz.
"Nasi dan lauk-pauk Umi."
"Ini Abi." Ibuk ustadzah memberikan piring yang sudah ada nasi dan lauk-pauk kepada pak ustadz.
"Terimakasih Umi, kalian berdua kenapa masih diam? ambil lah nasi dan lauk-pauknya." Pak ustadz mengambil piring dari tangan Umi setelah pak ustadz melihat ke arah Tary dan Zainel yang belum mengambil piring.
"Kalian ambil sendiri nasi dan lauk-pauk." Ibuk Ustadzah mengambil piring lalu dia mengisi nasi berserta lauk-pauk ke dalam piring tersebut, setelah itu dia menyuruh mereka untuk mengambil makanan.
"Iya."
Tary mengambil piring lalu dia memasukkan nasi kedalam piring nya.
"Tolong sekalian." Zainel mengulurkan piring kosong di hadapan Tary.
"Gak mau. Lagian kamu itu punya tangan, pakailah tangan kamu buat ngambil sendiri. Jangan manja jadi orang."Tary menolak mengambil nasi untuk Zainel.
"Tar tidak boleh seperti itu, Zainel sudah minta tolong kepada kamu. Maka sebaiknya kamu menolong dia." Ibuk ustadzah menasehati Tary.
"Iya deh ibuk ustadzah." Uh dasar ngerepotin aja nih anak, nyapu gak bisa ini malah minta diambilkan makanan lagi. Memangnya dia kira dia itu raja yang harus di layanin batin Tary. Tary memasukkan nasi berserta lauk-pauk kedalam piring milik Zainel sambil didalam hatinya bergumam.
Setelah membaca doa sebelum makan yang di pimpinan oleh pak ustadz, mereka makan dengan hening. Saat makan Zainel mencuri pandang ke arah Tary hal itu tidak di sadari oleh Tary karena Tary begitu lahap menyatap makanan nya. Berbeda dengan pak ustadz dan ibuk ustadzah yang dari tadi sekali-kali menoleh ke arah Zainel dan Tary secara bergantian.
"Buk apakah aku boleh nambah lagi makannya?" Tary sudah menghabiskan makanan yang berada di dalam piringnya tetapi Tary masih merasa lapar.
"Boleh, Tar makan yang banyak ya." Ibuk ustadzah menggeserkan nasi dan lauk-pauk kedekat Tary.
"Iya ibuk." Tary mengambil nasi dan lauk-pauk.
"Zainel kalau mau nambah, nambah saja tidak usah malu." Pak ustadz melihat ke arah piring Zainel.
"Yang ini saja belum habis abang, masak aku di suruh nambah." Baru kali ini aku melihat cewek makan dengan lahap bahkan tidak ada rasa malu saat makan di hadapan laki-laki. Pantas saja postur tubuhnya seperti itu ternyata maka nya banyak juga sesuai lah dengan postur tubuh nya batin Zainel.
"Kamu jangan sungkan-sungkan anggap saja rumah sendiri."
"Baiklah abang."
Tary sudah terlebih dahulu selesai makan, dia mencuci tangan mengunakan air yang berada dalam mangkok tersebut.
"Ngapain kamu dari tadi ngeliatin aku makan?" Tary menyadari bahwa dari tadi Zainel mencuri pandang ke arah dia. Sehingga sekarang mata mereka saling bertatapan.
"Siapa juga lagi ngeliatin kamu?" Zainel segera memalingkan wajahnya untuk melihat ke arah yang lain.
"Ckckckck pakai gak ngaku segala lagi, padahal udah kepergok dari tadi ngelihat ke arah aku." Guman Tary.
Setelah selesai makan bersama Tary membantu ibuk ustadzah untuk membereskan semua nya. Tary mencuci semua peralatan makan yang kotor setelah itu baru Tary kembali ke ruangan tamu. Mereka sudah duduk di ruangan di atas tikar di. ruangan tamu.
"Tar."
"Iya Pak ustadz."
"Saya memanggil kalian berdua ke sini karena ada yang ingin saya sampaikan kepada kalian berdua."
"Apa itu pak Ustadz?"
"Besok saya berserta istri akan pulang kampung, maka nya saya mau menitipkan Zainel kepada Tary."
"Pak Ustadz Zainel itu bukan anak kecil lagian sepertinya kami itu seumuran. Jadi lebih baik Pak ustadz titipkan Zainel ke nenek saja bukan ke aku." Tary menolak permintaan pak ustadz yang mau menitipkan Zainel kepada dirinya.
"Saya tahu bahwa kalian itu seumuran, saya menitipkan Zainel kepada Tar karena Zainel itu masih orang baru di kota D sehingga saya merasa was-was membiarkan dia sendiri di kota D. Maka nya saya minta tolong agar kamu mau menjaga Zainel."
"Mau ya Tar." Ibuk ustadz berbicara dengan wajah yang memelaskan.
...~ Bersambung ~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 174 Episodes
Comments
Zoe evarqlisha
hati manusia itu emng susah ditebak
2025-01-05
1
Zoe evarqlisha
ini ngejek ato muji?🥰
2025-01-05
1
R.F
lanjut
2024-01-22
0