Tristan’s Apartment, Manhattan, NYC.
Pergerakan di sebelahnya, membuat Tristan terjaga. ”Pulang sekarang?” Tanya-nya cepat dengan kesadaran yang belum sepenuhnya pulih.
Tidak mendapatkan jawaban, membuat Tristan segera bangkit dari atas sofa ruang tamu. Lantas, langsung meraih pakaiannya yang berserakan di lantai. Sambil memakai celana, ia melirik ke belakang. Pada seseorang yang masih diam seribu bahasa.
“Ke …,” Panggilnya.
Belum mendapatkan jawaban, Tristan kembali memanggil, “Keyla ….”
Terjadi keheningan beberapa menit hingga akhirnya helaan nafas Keyla berhembus dan ia berguman, “Hm?”
“Kita harus makan dulu.” Ucap Tristan. Ia memang belum sempat makan, dan hingga langit sudah gelap-pun ia masih belum juga mengisi perut.
Semua itu terjadi akibat nafsu makannya yang menghilang karena banyak sekali rasa cemas yang ia takutkan. Tapi, setelah berhasil meyakinkan Keyla dan melepas rindu, sekarang ia baru bisa kembali merasa lapar.
“Aku harus pulang, Tris. Aku sudah melewatkan beberapa kali telpon mom dan Keleigh. Mereka pasti khawatir.” Ungkap Keyla sambil mulai mengancingkan kemeja.
Tristan hanya bisa membuang nafas pasrah. “Baiklah. Tapi biarkan aku yang mengantar-mu.” Pinta Tristan sambil menyugar rambutnya yang cukup berantakan.
Ucapan Tristan membuat Keyla langsung berbalik dengan kedua tangan di atas kepala, sedang mengikat rambut. “Nope. Kau tahu aturannya, Tris.” Lalu kembali berbalik menatap cermin.
Lagi-lagi Tristan hanya bisa membuang nafas panjang. Lalu melangkah menuju meja. Di sana ada sebuah tas yang tadi sempat ia lihat di rumah sakit. Membuka tas berukuran sedang itu, ia menemukan tiga kotak makan persegi dengan isi yang masih utuh.
“Kau juga belum makan, Ke.” Tebak Tristan.
Melirik dari cermin, Keyla berdecak sebal. “iya. Dan salahkan siapa hingga sepulang shift-pun, aku tidak sempat makan, hem?”
Tristan hanya terkekeh. Dan dengan acuh mencomot satu potong sushi yang Keleigh bawakan untuk Keyla.
“Enak, masih enak, dan selalu enak seperti biasa. Apa ini buatan Mrs Hamilton?” tanya-nya sambil kembali mengambil satu potong sushi.
Keyla hanya bisa menggeleng takjup dan membiarkan saja apapun yang ingin Tristan lakukan. Hingga ia selesai memasang riasan tipis, Keyla mengambil tas dan mencari sebelah sepatu-nya yang tidak terlihat. Beberapa kali ia harus bersujud dan dan tiarap untuk melihat ke kolong-kolong.
Pemandangan yang membuat Tristan hanya terkekeh, tanpa berniat membantu.
“Sial! Di mana sebenarnya sepatu-ku, Tris?” Keyla mulai menggerutu kesal.
Sambil menikmati burrito yang sudah tidak segar lagi tapi masih layak makan, Tristan mengedipkan bahu acuh dan tidak peduli. Membuatnya langsung di hadiahi bantalan sofa terbang.
Dan Tristan, kembali terkekeh.
***
Hamilton's Mansion, Manhattan, NYC.
“Dari mana saja, Key?” pertama kali yang menyambutnya adalah Keleigh. Bahkan gadis itu berdiri di depan gerbang, dan menunggu sambil mengobrol bersama beberapa penjaga gerbang.
Keyla meringis, mengabaikan pertanyaan Keleigh yang tidak mungkin bisa ia jawab, “masuklah, Ke. Kenapa di sini?” tanya-nya basa basi.
Dengan cepat Keleigh langsung menuju ke pintu depan di sebrang. Lantas menutup pintu sambil menatapi Keyla dengan raut wajah khawatir. Keyla kembali meringis, “aku baik-baik saja, Key. Hanya ketiduran di ruang istirahat rumah sakit.” Dusta Keyla sambil memutar stir.
Membuang nafas lega, Keleigh mengangguk tanpa mengatakan apapun. Membuat perasaan Keyla menjadi tidak nyaman.
Setelah turun dari mobil, gantian Donna yang langsung menyambutnya dengan penuh syukur. “astaga, Key … akhirnya kau pulang, nak.”
“Maaf, mom. Aku ketiduran di ruang dokter.” Kembali berdusta, ia melirik ke arah Bennedict yang juga ternyata juga sedang menunggunya. “Dad …,” sapa-nya.
Menyunggingkan senyum tenang, Bennedict mengangguk, “iya nak. Mandi lalu istirahatlah. Sudah makan malam?”
Dengan cepat Keyla menggeleng. Membuatnya mendapatkan pukulan sayang dari Donna. “sudah pukul berapa ini? Tadi pagi melewatkan sarapan. Lalu sekarang sudah hampir pukul sepuluh kau belum makan malam?” kedua mata Donna memincing. Menatap putri sulungnya dengan penuh selidik. “Jangan katakan jika kau juga lupa makan siang, Keyla?”
Sebenarnya Keyla hampir saja mengangguk, jika Keleigh tidak mendahului-nya. “Dia makan siang, mom. Aku sudah memastikannya tadi.” Jawab Keleigh dengan nada tenang, setenang angin malam ini.
Mengalihkan tatapan penuh selidiknya dari Keyla, Donna memberikan tatapan itu untuk Keleigh. “Memang kapan kau memastikannya?”
Memutar bola mata seolah jengah, Keleigh menjawab, “saat mom sibuk bersama Mrs Ramsdale bercerita tentang motif baju kebaya khas Indonesia tadi.” Ada jeda di ucapannya, lalu melanjutkan dengan gumanan pelan. “Ck! Padahal dia sendiri lupa dengan putrinya dan lebih mengingat tentang hal lain.”
Gumana pelan yang masih bisa di dengar semua orang di sana, membuat Keleigh ikut di hadiahi pukulan sayang dari Donna. Donna mendengus kasar, lalu menatap Keyla dengan tajam penuh ancaman. “kali ini ku maaf-kan, Key. Jika besok-besok terjadi lagi, aku akan meminta agar kau di pindahkan ke klinik atau poli agar tidak terlalu sibuk.” Ancamnya dengan nada di buat semarah mungkin.
Keyla hampir mengeluarkan protes, tapi langsung membatalkan niat saat melihat Bennedict yang menggeleng. Akhirnya dengan pasrah ia hanya mengangguk. “ia, mom.” Ucapnya dengan terpaksa dan tidak berjanji.
“Bagus.” Ucap Donna lega. “Sekarang mandilah, nak. Mom akan menyipkan makan malam-mu.” Pintanya dengan nada suara kembali melembut.
“Terimakasih, mom.” Ujar Keyla dengan senyuman yang tidak ia mengerti untuk apa.
Tersenyum penuh syukur dan bahagia karena memiliki keluarga yang mencintainya dengan tulus? Lalu, lihatlah apa yang sebenarnya ia lakukan di belakang keluarganya. Ia selalu menipu mereka saat sedang menikmati waktu bersama kekasihnya, bahkan ia masih sanggup menatap Bennedict dan Keleigh tanpa perasaan bersalah karena sudah mengkhianati mereka. Yaa … Keyla berpikir jika ia adalah pengkhianat. Mengkhianati permintaan Bennedict, dan menipu Kleigh.
Tapi, apa ia sanggup jika harus mengatakan yang sebenarnya? Apa ia mampu? Lalu, setelah mengatakan segalanya dan mengecewakan hati banyak orang, apa setelahnya ia masih bisa mendapatkan senyuman, perhatian, pembelaan dan dukungan dari Keleigh? Apa Bennedict setelahnya masih akan tetap menganggap jika ia adalah putrinya yang selalu bisa di andalkan dan selalu membanggakan? Dan apakah Donna akan baik-baik saja setelah mereka tercerai berai hanya karena keinginan dan perasaan cintanya yang entah, apakah nanti akan terus bisa ia bertahan setelah kehilangan keluarganya?
“Key ….”
Teguran serta sentuhan ringan di tangannya membuat Keyla kembali tersadar. Setelah mendapatkan kembali fokus, ia baru sadar jika sudah berada di depan kamarnya. Mencoba untuk tenang, Keyla menoleh. “iya, Ke. Maaf aku sedikit melamun.” Ucapnya setengah berdusta.
Keleigh mengangguk sambil menatap Keyla dengan tatapan khawatir. Ia sangat khawatir karena semenjak dua bulan lalu pindah tugas di IGD, Keyla menjadi sangat sibuk. Bahkan sering kesiangan hingga melewatkan sarapan pagi. Meski Keyla memang sering pulang malam, tapi hari ini adalah yang terparah karena Keyla tidak meninggalkan pesan apapun, bahkan tidak mengangkat telpon mereka.
Menggeleng kuat, Keleigh mencoba menghilangkan pemikirannya. Keyla sudah dewasa bahkan lebih jauh dewasa darinya. Tidak sepantasnya ia menghardik dan ikut campur dalam urusan Keyla. Bahkan jika di lihat secara waras, ia jauh jauh lebih buruk.
Keleigh sadar diri, kau itu pengangguran yang hanya tahu bersenang-senang. Kau yang terburuk. Cibir keleigh dalam hati.
“Apa kau akan keluar, Ke?” tanya Keyla sambil membuka pintu kamar.
“Tidak, Key.” Jawab Keleigh. Lalu mendengus bagai kuda liar. “aku sedang di hukum karena semalam mabuk parah.” Ujarnya penuh dengan nada tidak terima.
Keyla terkekeh dan membukakan pintu sedikit lebar untuk Keleigh. Biasanya, jika Keleigh sudah mengantarnya ke kamar, adiknya itu pasti punya maksut.
“Jadi, ada apa?” todong Keyla langsung sambil membuka coat.
Keleigh langsung menghempaskan tubuh ke atas ranjang. Lalu berbalik untuk menatap Keyla yang sedang melucuti pakaiannya. “Aku ingin menceritakan rahasia besar pada-mu.”
Melirik sejenak sambil membuka kemeja, ia bertanya seolah penasaran. “Rahasia?” ulangnya. “Dan rahasia besar apa yang adik-ku ini miliki?”
Mulut Keleigh hendak terbuka, tapi langsung membatalkan niat. Ia menatap lekat tubuh Keyla yang sekarang hanya terbalut bra dan cuffet pants yang masih melekat.
Merasa tidak juga mendapatkan jawaban, Keyla menoleh. “ada apa?” tanya-nya bingung karena Keleigh terus menatap ke arah tubuhnya.
Mulut Keleigh terbuka dan menutup beberapa kali, hingga akhirnya memilih menggeleng.
Dan respon tidak wajah yang Keleigh tunjukkan itu, membuatnya kembali bertanya. “Apa, Ke? Ada apa? Katakana saja.” Pinta Keylaa sambil melepas cuffer pants berwarna coklat yang sangat cocok di tubuh sempurnanya.
Keleigh menggaruk kepalanya yang tidak gatal sama sekali. “Hhmm … tapi kau jangan tersinggung apa lagi marah ya?” pinta Keleigh setengah merayu.
“Tentu. Katakana saja kenapa, Ke.” Ujar Keyla cepat karena ia juga penasaran.
“Itu hickey-mu banyak sekali.” Lirih Keleigh dengan raut wajah malu-malu.
Dengan cepat Keyla menatap pantulan tubuhnya di depan cermin. Dan, holly mother f*cker Tristan!!! Ingin sekali Keyla mengumpat. Tapi ia cukup waras untuk tidak melakukannya.
Melihat wajah Keyla yang bahkan terlihat lebih terkejut darinya, Keleigh terkekeh geli. Membuat Keyla langsung menoleh. Ia sudah siap jika harus berdusta kembali untuk menghadapi apapun pertanyaan yang akan Keleigh ajukan.
Tapi, beberapa saat ia menunggu, Keleigh tidak juga mengatakan pertanyaan apapun. Yang entah kenapa malah membuat perasaan Keyla menjadi tidak lega.
***
“Jadi ada apa?” tanya Keyla sambil mengusapi rambutnya yang basah.
Baru menyadari jika Keyla sudah keluar dari kamar mandi, dengan cepat Keleigh melempar ponselnya dan bangkit untuk duduk di atas ranjang.
Keleigh menatap Keyla yang sudah meletakkan handuk kecil, dan menarik kursi meja rias ke depan ranjang, menghadapnya. “siap?” tanya Keleigh memastikan. Seolah mereka akan menjalani sidang penting.
Anggukan Keyla membuat Keleigh menarik nafas panjang, lalu memulai. “Sebenarnya aku sudah menyukai Tristan dari empat tahun lalu.”
Meski Keyla sudah bisa menebak jika akhirnya Keleigh akan mengatakan hal ini semenjak mendengar kata ‘rahasia besar’. Tapi tetap saja ia terkejut dan hanya bisa bungkam. Ia tidak tahu kenapa mulutnya tidak bisa mengeluarkan suara dusta apapun.
Keterdiaman Keyla, Keleigh anggap sebagai permintaan untuk meneruskan. Maka ia meneruskan tanpa berbasa basi. “Dan aku meminta pada dad agar menikahkan-ku dan Tristan.” Ungkapnya dengan tenang.
Seolah apa yang ia katakan bukankah hal yang bisa mengguncang Keyla tapi, nyatanya tidak seperti itu. Karena Keyla harus mencengkam kuat tangannya sendiri agar bisa menyunggingkan senyum dan berkomentar. “Hebat! Ternyata adik-ku bisa se-serius ini.”
Mengaruk pipinya yang tidak gatal sama sekali untuk mengalihkan rasa malu, Keleigh mengangguk dengan kedua pipi bersemu merah. Kedua iris berbinarnya menatap langit-langit kamar dengan tersenyum tipis. Khas seorang perempuan yang sedang menceritakan tentang kisah cinta bahagianya.
Berbanding terbalik dengan Keyla yang harus menekan kuat-kuat cengakaman tangan dan rahang agar tidak gemetar.
“Lalu?” Lirih Keyla dengan berat. Seolah ada bongkahan batu besar yang tersangkut di tenggorokannya.
“Ya … dad belum mengatakan apapun tentang hasilnya. Dad mengatakan jika aku harus menunggu selama seminggu.” Keleigh mencebik-kan bibir, lalu kembali menatap Keyla dengan kedua binar di iris amber-nya yang terus menunjukkan kebahagiaan. “Kau akan mendukung-ku kan, Key? Maksut-ku, kau bisa mengertikan jika aku tidak sedang setengah-setengah. Aku serius mencintai Tristan, hanya dia.” Ujarnya dengan menyimpan maksut untuk meminta dukungan. Karena Keleigh teringat bagaimana ia harus menguras uang Bennedict untuk mendapatkan dukungan dari Regina, Logan minus Dante. Karena semalam Dante tidak ikut berkumpul.
Keyla tahu jika Keleigh selama ini tidak pernah meminta sesuatu secara langsung pada ayahnya. Dan ia juga tahu jika selama ini Keleigh tidak pernah menerima pria mana-pun yang mendekatinya, karena Keleigh pernah mengatakan jika ia sudah memiliki calon suami masa depan dan tidak bisa lagi menatap pria lain.
Dan bodohnya, Keyla baru mengingat tentang itu malam ini, saat ini. Dan lebih bodohnya, dulu ia hanya menganggap ucapan Keleigh saat itu hanyalah angin lalu.
Menunjukkan jika mereka memang dekat, tapi ada banyak rahasia yang tidak mereka bagi. Lebih tepatnya, Keyla-lah yang tidak pernah mencoba mendengarkan Keleigh.
“Key?” Tegur Keleigh karena Keyla hanya diam.
Memaksakan tersenyum, Keyla mengangguk pelan. “tentu, aku akan selalu mendukung-mu.” Ada jeda di ucapannya, lantas melanjutkan setelah menarik nafas panjang. “Aku menunggu kabar bahagia-mu, Key.” Ucapnya tulus, bahkan sangat tulus hingga tidak mampu menahan isakan.
Keleigh panik. Dengan cepat melompat dari atas ranjang untuk mendekat ke arah Keyla. “Key, kenapa? Kenapa menangis?” Tanyanya setengah menangis.
Tapi tidak ada kata apapun yang bisa mulut Keyla keluarkan selain isakan dan gelengan. Biarlah malam ini ia menangis di dalam pelukkan Keleigh sambil menyimpan rahasianya, dan mengubur dalam-dalam hatinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Kaarimba
yaampun hubungan kalian sweet bgt
2023-07-22
0
Tri Dikman
Yah ternyata mereka 🙈
2023-06-08
0