Three mounths latter ....
Hamilton's Mansion, Manhattan, NYC.
"Tenanglah, Ke ...," untuk yang kesekian kalinya, Keleigh mendengar ucapan penenang itu. Tapi ia tetap tidak bisa, karena memikirkan tentang hari esok.
Menggigiti kuku dengan gugup, Keleigh kembali memastikan gaun pernikahannya. Gaun pernikahannya yang sudah di rancang dan di buat langsung oleh desiner terkenal asal Indonesia Susi Koeswanti Ramsdale, alias ibu Regina.
Melihat Keleigh yang masih saja gelisah, membuat suara yang terus mencoba menenangkannya kembali terdengar.
"Keleigh, ayolah, baby. Ayolah tenang ... Semua sudah sempurna."
Membuang nafas panjang, akhirnya Keleigh mengangguk. Menghempaskan bokong di pinggir ranjang, ia melirik Regina yang malam ini, akan bermalam di kamarnya untuk membantu mempersiapkan esok hari. Lebih tepatnya, untuk memastikan jika Keleigh malam ini memejamkan mata dengan tenang.
Keleigh-pun meraih ponsel-nya, lantas tersenyum saat sebuah panggilan masuk.
"Halo, Tris." Keleigh menjawab panggilan. Membuat Regina yang sedang memantau akun-akun gosip di sosial media menoleh.
"....."
"Iya, iya. Ini aku akan tidur." ujar Keleigh sambil mengigit bibir malu karena Regina sudah mengejeknya dengan memasang wajah mencibir.
"....."
"Baiklah, bye Tristan. Have nice dreams too." tutupnya. Lalu sambungan terputus dan di susul dengan pekikan tidak tahu malu Keleigh.
Regina memutar bola mata dengan jengah. "Kau seperti baru pertama kali di buhungi Donovan, Ke." cibir Regina.
Keleigh tidak peduli dan tetap menari-nari dengan gerakan aneh di dalam kamarnya.
Regina hanya bisa menahan senyum. Lalu, seperti baru ingat sesuatu, ia mengingatkan Keleigh. "Oiya, apa Keyla sudah membalas pesan-mu?"
Pertanyaan Regina membuat tubuh dan tangan Keleigh berhenti menari. Ia menatap Regina lantas menggeleng. "Belum. Tapi mom mengatakan jika Keyla berjanji besok dia pasti datang." lirihnya.
Mengangguk singkat, Regina kembali menatap layar ponsel-nya. "Pernikahan-mu benar-benar rahasia ya." ujarnya.
Memang, pernikahan Keleigh dan Tristan tidak terbuka untuk umum. Hanya untuk kalangan atas, penjabat negara, dan para pengusaha. Semua itu atas permintaan Keleigh yang tidak ingin namanya tercantum di akun-akun gosip dan berakhir menjadi terkenal, mengingat jika nama Tristan cukup sering mondar mandir di majalah khusus pengusaha dan Forbes.
"Ya. Dad sudah memastikannya." ungkap Keleigh.
Dengan kekuatan Hamilton, bahkan pernikahan dua keluarga billioner besar-pun bisa di sembunyikan hingga detik ini. Membuat Regina hanya bisa menggelengakan kepala dengan takjup.
"Baiklah." ucap Regina sambil menjatuhkan tubuh di atas ranjang. "Saatnya tidur, baby."
Dengan patuh Keleigh ikut menjatuhkan tubuh ke atas ranjangnya yang besar, lalu masuk ke dalam bed cover yang malam ini akan ia bagi bersama Regina.
Menatap langit-langit kamar, Keleigh berujar pelan. "Gina, doakan pernikahan-ku ya."
Regian menoleh, meraih temapak tangan Keleigh sambil tersenyum tulus. "Pasti. Aku pasti akan selalu mendoakan pernikahan-mu." Regina menjedah, untuk menggenggam erat tangan sahabatnya. "Aku juga akan selalu siap jika kau butuh teman untuk bercerita, seperti biasa." sambungnya.
"Thanks, honey." ucap Keleigh dengan bibir tersenyum lebar
***
Kedua iris sewarna madu Regina berbinar. Kedua sudut bibirnya tertarik tinggi ke atas. Bibirnya yang entah kenapa menjadi bergetar berucap tulus, sangat tulus, "Perfect!"
"Benarkah?" Tanya Keleigh sambil memegang erat-erat buket bunga tulip warna warni yang ia pesan sendiri.
Mengangguk singkat sambil mengusap sudut matanya, Regina mendekat pada Keleigh. Lantas memutar pelan kedua bahu Keleigh agar kembali menatap cermin.
"Lihat, Ke. Kau cantik sekali." lirih Regina. Lalu terisak pelan sambil berucap, "sahabat-ku sangat cantik. Demi Tuhan kau cantik sekali Keleigh." puji Regina dari dalam seluruh hatinya.
Isakan Regina membuat beberapa pelayan yang membantu, para perias, dan penata busana ikut mengusapi sudut mata mereka, tidak terkecuali Keleigh.
"Jangan menangis, honey. Kau jadi membuatku ikut menangis." protes Keleigh sambil menengadah. Menghalangi air matanya agar tidak merusak riasan.
Terkekeh pelan, Regina kembali mengusapi sudut matanya. "Maaf. Aku hanya merasa terharu, baby." ungkapnya.
Semua terasa hampir sempurna untuk Keleigh, meski ia harus cukup menelan rasa kecewa jika salah satu impiannya untuk hari spesialnya itu, yang menginginkan Keyla untuk berada bersama Regina untuk menjadi pendampingnya di saat persiapan dan pemberkatan, tidak bisa terkabul.
Tapi, tidak masalah. Karena Keyla akan hadir dan ada bersamanya di saat permberkatan nanti. Meski dari kursi saksi dan jemaat.
Tok ... Tok ... Tok ....
Suara ketukan pintu, membuat Keleigh mulai merasa gugup. Regina yang menyadari itu langsung mengusap sebelah bahu Keleigh. "Tenang, baby. Semua sudah sempurna, ok?" bisiknya. Lantas ia mulai memundurkan langkan untuk memberikan moment pada Keleigh.
Keleigh menarik nafas panjang saat pintu kamarnya di buka-kan seorang pelayan. Dan Bennedict muncul dengan memakai setelah tuxedo berwana gading.
"Halo, sweetheart." sapa Bennedict dengan kedua mata berbinar.
Menggunakan gaun white round tulle neck lace long dengan beberapa bagian yang di bordir mengunakan benang emas. Sebuah tiara kecil yang menyanggah vail. Tatanan rambut yang di atur dengan mewah. Riasan yang pas. Serta vail panjang yang beradu dengan gaun panjangnya, membuat dada Bennedict berdebar bangga. Putrinya sangat-sangat cantik hingga tampak seperti tidak nyata.
"Putri-ku cantik sekali ...," puji Bennedict sambil menunggu pelayan yang sedang mengangkat vail untuk menutupi wajah Keleigh.
Vail dengan taburan kristal dan mutiara mewah, serta bordiran emas elegant, membuat Keleigh sangat indah.
"Thanks, dad." Lirih Keleigh dengan pipi di balik vail yang bersemu memerah.
Memberikan siku-nya, Bennedict menatap Donna yang hanya melihat dari pintu masuk sambil mengusapi ujung mata, "siap sweetheart?" tanya Bennedict saat sebelah tangan Keleigh sudah menggamit sikunya.
Menarik nafas panjang sambil merapalkan doa singkat, akhirnya Keleigh mengangguk.
"Siap, dad."
***
Cathedral of St. John the Divine, Manhattan, NYC.
Tang! Tang! Tang! Tang!
Lonceng Gereja yang berdentang, membuat para tamu yang mengisi kursi-kursi jemaat berdiri sambil menoleh ke belakang, ke arah pintu Gereja yang sudah di buka-kan. Termasuk sang mempelai pria yang langsung berbalik untuk menunggu calon mempelainya.
Dari balik pintu yang sudah di buka-kan, gamitan di lengan Bennedict mengerat. "Dad, jangan biarkan aku terjatuh saat berjalan." bisik Keleigh dengan sangat gugup.
Mengulum senyum, Bennedict mengangguk singkat. Lantas membelai lembut lengan Keleigh untuk memberi sedikit ketenangan. "Pasti, sweetheart. Dad, akan mengantarkan-mu tanpa memalukan." ucapan penuh jenaka Bennedict membuat Keleigh ikut mengulum senyum. Bahkan Regina dan dua sepupu Keleigh yang menjadi bridesmaid ikut mengulum senyum.
Dengan perlahan, Bennedict mulai menuntun langkah mereka untuk menuju altar. Menuju sang mempelai pria dan imam pemimpin pemberkatan yang sudah menunggu.
Dengan perlahan Keleigh melangkah gugup sambil melirik untuk mencari orang-orang yang sangat ia harap-kan untuk hadir. Termasuk Keyla, yang menepati janjinya dan tepat berada di sebelah Donna.
Ia bisa melihat Keyla yang tersenyum sambil mengusapi ujung matanya, lalu berucap dengan gearakan bibir. 'Kau cantik sekali, Ke.'
Keleigh membalas dengan anggukan terimakasih. Lalu menatap ke depan saat sudah berada dekat di depan altar.
Menggunakan tuxedo berwarna putih dengan bagian kerah dan dasi kupu-kupu bertabur bordiran emas yang serupa dengannya, Tristan semakin dan beratus kali lipat semakin gagah di mata Keleigh. Rambut pekatnya yang jarang di tata, hari ini di tata rapih hingga membuat Keleigh harus menggigit bibir agar tidak memekik seperti kehilangan akal. Bahkan, bibir yang jarang tersenyum itu, menyunggingkan senyum tipis sambil menatap setiap langkah Keleigh.
Keleigh bahkan tidak bisa menatap para pria-pria tidak kalah tampan lain yang berada di dekat Tristan. Bahkan Kenneth-pun tidak. Bagi Keleigh, Tristan adalah pusat dunianya, terlebih untuk hari ini.
Bennedict melepaskan lengan Keleigh dengan lembut saat mereka sudah sampai di depan Tristan. Dengan masih terus memegang lembut tangan Keleigh, Bennedict tersenyum menatap Tristan sambil menyerahkan putrinya ke dalam genggaman Tristan.
"Tolong jaga dan bahagiakan putri-ku, nak." Pinta Bennedict dengan hati sangat memohon.
Mengangguk mantap, Tristan menjawab tulus, "Iya, dad." lalu kembali menatap wajah Keleigh yang berada di balik vail sambil memasang senyum lebih lebar. Membuat dada Keleigh seakan ingin melompat keluar dari dada.
Dengan pelan, Tristan memegang tangan Keleigh yang terasa sedingin es untuk menuju ke arah dua bangku berlutut yang sudah di sediakan di depan latar. Tepat di mana imam sudah berdiri. Lalu berbisik pelan, "Kau sangat cantik, Keleigh." pujinya tulus.
Membuat sekujut tubuh Keleigh meremang dengan isi dada langsung porak poranda karena bahagia. Bahkan, ia tidak bisa menjawab ucapan Tristan. Padahal, Keleigh juga ingin memuji Tristan.
Regina dan dua pendamping lain dengan cepat membantu untuk mengangkat dan merapikan, ujung panjang gaun dan vail Keleigh agar tidak terjadi kesalahan saat Keleigh mulai berlutut.
Melihat jika semua sudah siap, sang imam memulai. Kedua tangannya terangkat ke atas kepala Tristan dan Keleigh.
"In the name of Father, the Son, and the Holy Spirit. Saya akan memulai pemberkatan kedua mempelai."
Acara terus berlangsung dengan sakral, hingga sang imam meminta kedua mempelai, jemaat dan para saksi untuk berdiri.
Kembali dengan sigap, Regina dan bridesmaid yang lain, langsung mengamankan gaun Keleigh agar tetap sempurna saat mempelai hendak berdiri.
Tristan yang selalu berada di sebelah Keleigh langsung meraih lengan mempelai-nya sambil menatap dalam-dalam wajah dan iris amber indah yang bersembunyi di balik vail. Lantas, bibirnya tersenyum bangga.
Keleigh, ternyata sangat cantik setelah tiga bulan ia mencoba membuka matanya untuk melihat perempuan lain. Dan hari ini, seluruh indra Tristan hanya berkerja ke arah mempelai perempuannya.
"Maka tibalah untuk meresmikan perkawinan saudara saudari kedua mempelai. Saya persilahkan masing-masing untuk mengucapkan perjanjian pernikahan di bawah sumpah, di depan Tuhan, para imam, para orang tua dan para saksi." pinta imam saat posisi Keleigh dan Tristan sudah sempurna.
Tristan menatap Keleigh. Mengeratkan genggamannya, dan mulai mengucapkan sumpah dengan tegas.
"I will love you and honor you all the days of my life. I, Tristan Douglass Donovan, take you, Florencia Keleigh Hamilton, for my lawful wife, to have and to hold, from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness and in health, until death do us part."
Menatap Tristan dengan gugup, dan tangan yang menggenggam Tristan sangat erat seolah menjadikan satu-satunya pegangan, Keleigh mulai mengucapkan sumpahnya.
I will love you and honor you all the days of my life. I, Florencia Keleigh Hamilton, take you, Tristan Douglas Donovan, for my lawful husband, to have and to hold, from this day forward, for better, for worse, for richer, for poorer, in sickness and in health, until death do us part.
Setelah memberkati cincin, imam meminta Tristan dan Keleigh untuk saling menyematkan cincin pernikahan di jari manis masing-masing.
Setelah cincin pernikahan sudah terpasang, imam melanjutkan.
"Atas nama Gereja Allah, para saksi dan para hadirin sekalian, saya menegaskan jika perkawinan yang telah di resmikan ini adalah perkawinan yang sah. Yang di persatukan Allah, janganlah di ceraikan manusia."
Lalu imam meminta Tristan untuk membuka vail Keleigh yang sudah resmi menjadi pasangannya, istrinya yang sah.
Dengan hati-hati Tristan membuka vail yang selalu menghalangi ia untuk melihat wajah Keleigh seutuhnya.
Tertengun sejenak, kedua sudut bibirnya tertarik ke atas. Ia menatap lekat wajah cantik Keleigh, dan menyelami keindahan iris berwarna amber yang tampak bergetar menahan air mata saat menatapnya.
"You may kiss the bride." tutup imam.
Dengan lembut, Tristan menangkup wajah Keleigh. "Cantik. Cantik sekali." bisik Tristan sambil membelai sejenak wajah Keleigh. Lalu mulai mendekatkan bibir untuk merasakan bibir kecil penuh istrinya.
Nyawa Keleigh yang memang sudah melayang lepas dari raga saat Trista membuka vail-nya, hanya bisa memejamkan mata pasrah dan menikmati kecupan lembut dari Tristan. Ini adalah ciuman pertamanya, dan juga ciuman pertama mereka.
Semua orang tampak senang. Semua orang yang hadir tampak bahagia. Termasuk Keyla, yang juga merasa bahagia untuk adiknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Kaarimba
awal mula hati nya Tristan goyah kah?
2023-07-22
0
Tri Dikman
Aaahhh jadi penasaran sama visual nya thor
2023-06-08
0
Akutanpanama
the problem begins now
2023-05-30
0