Hamilton's Mansion, Manhattan, NYC.
Setelah makan malam, mereka mengantar Theodore dan Kamala ke depan pintu mansion, saat jemputan yang di kirim Robert sudah cukup lama menunggu.
Sebenarnya, sudah terlalu malam untuk Kamila pulang, dan tidak sesuai dengan rencananya. Tapi, karena Theodore terus merengek tidak ingin pulang dan bahkan meminta untuk menginap di kamar Keleigh dan Tristan, alhasil Kamila membiarkan saja. Hingga saat Theodore terlelap karena kelelahan, ia baru bisa membawanya diam-diam.
Sekarang keluarga itu sedang berkumpul di sofa ruang keluarga, dengan televisi menyala.
Keleigh duduk di sebelah Tristan sambil terus bergelayut sambil mendengarkan obrolan Tristan, Kenneth dan Donna yang membahas bisnis.
Sebenarnya, Donna juga seorang lulusan S1 bisnis tanpa pengalaman. Karena setelah lulus ia langsung di pinang Bennedict, jadi ia hanya menjadi pembisnis untuk membantu suaminya bertukar pikiran. Seseorang yang menjadi alasan besar kesuksesan Bennedict.
Ada pepatah mengatakan. Jika di balik kesuksesan seorang pria, ada seorang wanita tangguh di belakangnya. Dan itu terbukti untuk kesuksesan Bennedict.
Lihatlah cara Donna berbicara dan menganalisa sesuatu. Ia sangat cekatan dan cerdas. Membuat Tristan terkagum, dan entah kenapa ia jadi mengingat Keyla.
Padahal, Keyla bukan putri kandung Donna dan Bennedict.
Dengan cepat Tristan mengenyahkan pemikiran itu. Tidak. Ia tidak boleh lagi memikirkan tentang masa lalunya.
Sedangkan Bennedict sedang berada di meja lain di ruang itu. Sedang melakukan facetime dari Manhattan ke Barcelona sesuai agenda-nya.
Mengingat jika perbedaan waktu Barcelona lebih cepat enam jam dari Manhattan, ia memilih waktu sekarang agar tepat di waktu makan siang Barcelona. Dan ia bisa berbicara dengan santai.
"Gracias señor Laporta. Que tenga un lindo día. Dios lo bendiga." (Terimakasih Mr Laporta. Semoga hari anda selalu menyenangkan. God bless you). Tutup Bennedict mengakhiri perbicangan bisnisnya.
"Sudah selesai, sayang?" tanya Donna saat mendengar ucapan penutup Bennedict.
Bennedict menjawab dengan anggukan sambil menutup laptop. Lalu bangkit dari kursi dan membuka laci.
Donna tersenyum, lalu kembali bergabung dengan obrolan Tristan dan Kenneth.
Menghempaskan bokong ke sebelah istrinya, Bennedict meletakkan dua lembar kertas persegi panjang penuh warna dan gambar.
Menghentikan obrolan, semua mata langsung tertuju ke atas meja.
"Apa itu, dad?" tanya Keleigh sambil melepas gelayutan-nya dari Tristan.
Tersenyum, Bennedict menatap Keleigh dan Tristan bergantian. "Untuk kalian." ujarnya.
Membuat sebelah alis Keleigh menukik, dengan Tristan yang hanya memasang raut datar.
"Ambil-lah." Pinta Bennedict.
Dengan cepat Keleigh mengambil dua kertas itu. Lalu menerka-nerka, "tiket berlibur ke ...," memiringkan kepala, Keleigh berpikir. "Barcelona?" tebaknya. Ia hanya bisa menerk-nerka, karena tulisan di sana menggunakan bahasa Spanyol. Dan ia tidak bisa berbahasa Spanyol.
Bennedict mengangguk, lalu tersenyum dan berujar, "iya. Untuk kalian bulan madu, minggu depan."
Mulut Keleigh membulat dengan wajah terkejut. Donna tersenyum sambil mengusapi punggung Bennedict. Tristan hanya termenung dengan isi kepala, yang hanya ia dan Tuhan yang tahu. Sedangkan Kenneth jelas tampak tidak peduli.
"Serius, dad?" tanya Keleigh memastikan.
Bennedict mengangguk. "Iya, sweetheart. Selama seminggu semua sudah di siapkan di sana. Sedikit hadiah dariku untuk kalian." ungkap Bennedict.
Keleigh langsung mengangkat bokongnya untuk berhamburan memeluk Bennedict dan Donna dengan sebuah pelukan besar.
Tanpa menyadari, jika Tristan menegang di sofa saat Kenneth berbisik. "Kau akan meniduri ranjang yang sama, yang dulu juga kau gunakan bersama Keyla." Kenneth menyeringai. "Selama seminggu." lanjutnya. "Semoga kau tidak salah membayangkan siapa yang sedang kau tiduri saat di sana." Cecarnya Kenneth tanpa ampun. "Selamat, Tris. Semoga liburan-mu menyenangkan." Tutupnya dengan mematikan.
***
Memainkan ponsel dan membolak balik majalah fasion di atas ranjang sambil berbaring telungkup, Keleigh kembali sesekali melirik ke pintu kaca balkon.
Awalnya, Tristan pergi ke balkon untuk menghubungi Robert. Untuk menyampaikan rencana bulan madu mereka. Agar Robert bisa meng-handle saat ia tidak memegang kantor.
Tapi setelah ponselnya tidak ia gunakan lagi, tanda jika sambungan telpon Tristan dan Robert berakhir, Tristan masih di sana sambil terus memenuhi paru-paru dengan asap nikotin. Mungkin sudah hampir dua jam, jika Keleigh tidak salah hitung.
Sudah cukup lama ia tidak melihat Tristan menghirup nikotin saat bersamanya. Terakhir saat mereka sebelum menikah. Dan selama menikah, Tristan belum pernah menghisap asap penenang, yang juga menyimpan bibit penyakit itu.
Keleigh bukan tidak menyadari jika setelah Bennedict memberikan tiket bulan madu mereka, Tristan hanya diam sambil memasang senyum kosong.
"Apa sebenarnya Tristan tadi berbohong, saat ia mengatakan juga senang bisa honey moon ke Barcelona? Atau ... Tristan tidak ingin berbulan madu?"
Pertanyaan-pertanyaan itu mulai menghinggapi isi kepala Keleigh, saat menatap majalah yang bahkan belum sekali-pun ia balik lembarannya dari pertama ia membuka. Bahkan Regina yang sudah membalas pesannya-pun sudah tidak ia tanggapi lagi.
Membuang nafas panjang, Keleigh akhirnya menutup majalah yang memang tidak ia baca sama sekali. Lalu membalikkan tubuh untuk bangkit dari atas ranjang.
Berjalan pelan, ia menyelinap di cela pintu balkon yang terbuka sedikit. Menebak jika Tristan tidak menyadari keberadaannya yang sudah berdiri bersebelahan, Keleigh bersuara.
"Jika kau tidak bisa berbulan madu, tidak apa-apa, Tris. Aku juga sebenarnya tidak pernah berencana untuk berbulan madu." ucapnya pelan, sambil menatap langit Manhattan malam ini.
Menyadari keheningan yang terus menyelimuti mereka, Keleigh menoleh untuk menatap Tristan. Yang ternyata, hanya menatap kosong ke arah depan.
"Tris ...," Tegur Keleigh.
Belum mendapatkan respon, Keleigh mencoba menyentuh pelan lengan Tristan. "Tris?"
Keleigh tersentak, saat tepisan yang ia dapatkan.
Tristan terkejut, saat menyadari jika ada seseorang di sebelahnya, dengan ia yang baru saja menepis sentuhan seseorang.
"Sorry, Ke." ujar Tristan. Menyadari keadaan sepenuhnya, dengan sedikit terbelalak Tristan memutar tubuh ke arah Keleigh. "Maaf, Keleigh. Aku terkejut. Apa aku menyakitimu?" tanya-nya dengan menyimpan kepanikan sambil memeriksa lengan Keleigh.
Keleigh masih tertengun menatap Tristan dengan ... Entahlah. Keleigh sendiri tidak tahu perasaan seperti apa yang sedang bersarang di dalam dadanya.
"Keleigh." Kali ini, Tristan mulai benar-benar panik karena Keleigh hanya diam, bahkan saat iya sudah mengecupi bergantian kedua tangan istrinya.
Menangkup wajah Keleigh, ia menatap nanar iris Keleigh yang tidak bisa ia baca. "Keleigh, hei. Keleigh ...."
Kedua mata Keleigh mengejap. Lantas menyunggingkan senyum hambar. "Iya, Tris. Aku yang minta maaf karena mengejutkan-mu." ujarnya dengan lembut dan hambar.
Bibir Tristan terasa keluh, saat Keleigh menarik wajah dari kedua tangannya. "Maaf, Keleigh. Aku sedang memikirkan sesuatu. Maafkan aku." ucap Tristan dengan tulus. Ia benar-benar menyesal karena banyak hal.
Keleigh mengangguk. Lalu kembali memutar tubuh untuk menatap ke arah depan. "Tris?" lirihnya.
"Hm?" guman Tristan cepat dengan sedikit ... Takut?
"Aku akan mengatakan pada dad, jika kita tidak jadi menerima tiket bulan madu itu."
Tristan langsung menoleh dengan cepat. "Kenapa? Ada apa?" tanya-nya terkejut.
Menyunggingkan senyum tulus, Keleigh menoleh. "Sebenarnya, aku menang tidak pernah ada rencana untuk ber-bulan madu." ungkap Keleigh. "Dan sepertinya kau juga tidak ingin berbulan madu." tebaknya.
Menarik dan membuang nafas panjang, Tristan memutar tubuh mengahadap Keleigh. Lalu dengan pelan, ikut memutarkan kedua bahu Keleigh agar mereka berdiri berhadapan.
"Nope. Aku tidak pernah, tidak ingin berbulan madu bersama-mu. Aku ingin, dan senang dengan itu." jujur Tristan.
Menatap Tristan dengan lekat, Keleigh menerka, "apa karena masalah kantor?" tanyanya, dengan menyimpan keraguan di dalam pertanyaannya sendiri.
Tertengun sejenak, akhirnya Tristan mengangguk.
Bohong jika ia mengatakan, tidak. Dan sebenarnya lebih bohong lagi jika ia mengatakan, iya.
Karena sebenarnya, bukan hanya masalah pekerjaan yang menghantam hati dan pikirannya. Ada banyak hal yang membuat Tristan jadi penuh pikiran ragu seperti sekarang.
"Iya. Aku hanya sedang memutar otak tentang proyek-ku minggu depan. Tapi ku rasa, dad dan Malik bisa meneruskannya." jawab dan jelas Tristan setengah jujur. Dengan menyimpan jawaban lain di dalam hati dan pikirannya.
Keleigh menatap iris abu Tristan, yang juga selalu terbaca abu-abu olehnya. Dalam artian lain, hingga sekarang Keleigh tidak pernah bisa membaca pemikiran Tristan.
"Kau yakin? Aku serius tidak masalah, jika kau sekarang sedang tidak bisa berbulan madu, Tris. Atau mungkin kau ... Tidak ingin Barcelona?" Tawar Keleigh dengan yakin.
Membuang nafas panjang, Tristan langsung membawa tubuh Keleigh ke dalam dekapannya. Ia memeluk erat, membungkuk, menyelipkan wajah di ceruk leher istrinya, menghirup dalam-dalam aroma Keleigh, lalu berucap ... "Aku yakin, Keleigh. Aku senang akan berbulan madu bersama-mu dalam waktu dekat, ke Barcelona." ... penuh dusta.
...-----...
Jangan lupa tinggalakan jejak like, komen, san vote'nya semua...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments
Akutanpanama
okeeh masalah dimulai
2023-06-03
0